1.
Teori chaos pertama kali dicetuskan oleh seorang
meteorologis bernama Edward Lorenz pada tahun 1961. Teori chaos berusaha
mencari bentuk keseragaman dari data yang kelihatannya acak . Teori ini
ditemukan secara tidak sengaja, Lorenz pada saat itu sedang mencari penyebab
mengapa cuaca tidak bisa diramalkan. Ia menggunakan bantuan computer dan
menggunakan 12 model rumusan. Program yang ia ciptakan tidak bisa memprediksi
cuaca, tetapi dapat menggambarkan seperti apa cuaca tersebut jika diketahui
titik awalnya. Suatu saat Lorenz ingin melihat hasil urutan model cuaca. Ia
memulai dari bagian tengah dan tidak dari awal. Untuk mempermudah, Lorenz
memasukkan nilai dengan 3 angka decimal (0,506), sementara angka dari urutan
tersebut adalah 0,506127. Karena pembulatan sudah benar, maka pola yang
terbentuk dari kedua angka tersebut seharusnya mirip, ternyata pola yang muncul
semakin lama semakin berbeda dari sebelumnya. Berdasarkan penemuan ini, Lorenz
melakukan percobaan kembali, kali ini model dibuat lebih sederhana dengan hanya
3 rumusan. Hasilnya data-data yang ditampilkan kembali terlihat acak, tetapi
ketika datadata tersebut dimasukkan dalam bentuk grafik maka terciptalah
fenomena yang disebut efek kupu-kupu (butterfly effect). Suatu perbedaan kecil
pada titik awal (hanya berbeda 0,000127) akan mengubah pola secara
keseluruhan.[1]
a)
Sejarah
Uang
Pada
peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Mereka memperoleh
makanan dari berburu atau memakan berbagai buahbuahan. Karena jenis
kebutuhannya masih sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain.
Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makananya secara mandiri. Dalam
periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal
transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju,
kegiatan dan interaksi antarsesama manusia meningkat tajam. Jumlah dan jenis
kebutuhan manusia juga semakin beragam. Ketika itulah, masing-masing individu
mulai tidak mampu memenuhi kebutuhanya sendiri. Bisa dipahami karena ketika
seseorang menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam, pada saat bersamaan
tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri,
atau kebutuhan yang lain.
b)
Kepak sayap kupu-kupu di Brazil dapat menimbulkan Tornado di Texas. Benarkah … ?.
Setidaknya begitulah keyakinan dalam teori Chaos. Bila satu komponen kecil
diubah dengan berjalannya waktu, maka duniapun akan terlihat berbeda. Satu
Muhammad lahir dan Asia pun bangun dari mimpi jahiliah. Satu Yesus hadir dan
seluruh dunia Barat pun berubah. Satu Gautama tercerahkan dan seluruh
kepercayaan Hindu-Budha di India meluas. Satu Hitler muncul dan seluruh dunia
terlibat dalam perang dahsyat yang menewaskan lebih dari 20 juta manusia.[2]
Ungkapan di atas menggambarkan bahwa
dalam teori chaos, sebuah gerak walau sekecil apapun akan menimbulkan dampak
sangat besar. Mungkin dampak tersebut tidak dapat dirasakan pada saat dan
tempat yang diharapkan. Dari ketidakpastian, ketidakteraturan dan kekacauan
dapat menjadi sumber inspirasi dan awal sebuah karya yang mempengaruhi jalannya
sejarah. Seperti dikemukakan oleh Michel Serres dalam Genesis (1995) yang
menyatakan bahwa bila chaos hanya dipandang sebagai negatif chaos, ia tidak
akan pernah dilihat sebagai sebuah peluang: peluang kemajuan, peluang
dialektika kultural, peluang persaingan, peluang peningkatan etos kerja,
peluang peningkatan daya kreativitas dan produktivitas. Chaos tidak akan pernah
dilihat sebagai cara pemberdayaan, cara manajemen, cara pembelajaran, cara
pengorganisasian dan lain sebagainya. Oleh karena itu chaos harus dipandang
sebagai positif chaos.[3] Perubahan, ketidakpastian, ketidakberaturan,
kekacauan bukan merupakan sesuatu yang menakutkan, karena menghilangkan
ketidakberaturan itu berarti menghilangkan daya perubahan dan kreativitas.
1. 2. Teori Chaos
Teori chaos
substansinya adalah untuk menunjukkan kaitan antara order dan disorder.
Menunjukan perilaku yang tidak terduga dalam satu kompleksitas pola-pola ilmu
pengetahuan praktis maupun teoritis. Chaos menunjuk pada sebuah pola non-linear
dalam ilmu pengetahuan, artinya terdapat ketidakpastian-ketidakpastian perilaku
tidak terduga yang pada akhirnya membentuk pola-pola tertentu. Shahida Manzoor
dalam disertasinya yang mengutip Ovid Methamorposes menyatakan bahwa “Before
ocean was, or earth or heaven, nature was all alike, a shapeless, chaos”[4]
Pernyataan yang coba dibangun bukanlah terletak pada arti saja melainkan pada
pemahaman bahwa adanya keadaan tertib berawal dari ketidaktertiban sebagaimana
dalam hukum yang disampaikan oleh Hobbes bahwa manusia awalnya seperti serigala
satu dengan lainnya dan membentuk pola Bellum Omnium Contra Omness yang
pada akhirnya dengan sadar membentuk satu ketertiban melalui kontrak sosial.[5]
Lebih lanjut
dijelaskan oleh Andrew R.Bailey dengan mengutip Stephen Kellert yang memberikan
definisi teori chaos sebagai “Qualitative study of unstable aperiodic
behaviour in deterministic nonlinear dynamical system.”[6] Didefinisikan bahwa chaos sebenarnya sebuah
kajian kualitatif tentang perilaku di luar kebiasaan dalam satu sistem dinamis
non linear yang saling berkaitan. Terhadap definisi yang dikemukakan oleh
Kellert tersebut, terutama bagian “”Qualitative Study”, sedikit banyak
harus lebih dipahami bahwa Chaos tidak hanya berada pada lingkup
kualitatif, melainkan juga kuantitatif. Lingkup kajian chaos pada aspek
kuantitatif bergerak dari ilmu matematika, statistika, fisika, termasuk di
dalamnya kriptografi, dan lainnya. Pada perspektif matematika, chaos ditemukan
dalam rumus-rumus persamaan (Equation) yang pada nilai-nilai tertentu
menghasilkan keadaan chaos. Meskipun demikian, pada prinsipnya apabila
berangkat dari ketidakteraturan, tetap dapat diketemukan pola-pola tertentu.
Konstruk-konstruk pola yang ditemukan berasal dari sebuah perspektif atau sudut
pandang keilmuan masing-masing orang. Relatif dan tidak berupa kebenaran
absolut adalah sudut pandang yang utama dalam teori chaos, artinya bahwa
kebenaran teori chaos substansinya sama dengan kebenaran yang pula
terdapat pada teori-teori lainnya yaitu relatif.
Terkait
dengan syarat sebuah ilmu pengetahuan (yang salah satunya dimensi
epistemologis/metode), masih terdapat tanda tanya besar dalam kajian
metodologis dari teori chaos. Lingkup yang masih harus diselidiki adalah
apakah terdapat satu metode tertentu dalam pembentukan pattern atau penguraian
pattern pada keadaan chaos.
Konsep
sistem telah berkembang menjadi “Teori Sistem” (The systems theory), yang
menggunakan pendekatan interdisiplin untuk mempelajari sistem. Teori Sistem
dikembangkan oleh Ludwig von Bertalanffy, William Ross Ashby dan lainnya pada
dekade 1940-an sampai 1970-an, dengan berbasiskan prinsip-prinsip ilmu fisika,
biologi, dan teknik. Lalu kemudian termasuk ilmu filsafat, sosiologi, teori
organisasi, manajemen, psikoterapi, dan ekonomi. Dua objek yang menjadi fokus
utama Teori Sistem adalah kopleksitas (complexity) dan kesalinghubungan
(interdependence).
Teori sistem
di dalam sosiologi didalami oleh Niklas Luhmann. Kita pun mengenal “dinamika
sistem” (system dynamics) sebagai bagian dari Teori Sistem yang mempelajari
dinamika perilaku dari sistem. Dari dari sini kemudian lahirlah Teori Chaos
(Chaos Theory).
Dalam
konteks hubungan antara pendekatan sistem dengan teori Chaos mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
- Menyeluruh (unifies) dan berkosentrasi kepada interkasi antara elemen,
- Mempelajari dampak dari interaksi, Menekankan kepada persepsi global,
- Memodifikasi sejumlah variabel secara simultan,
- Percaya bahwa gejala bersifat irreversibility,
- Validitas dicapai melalui perbandingan antara perilaku ideal dengan perilaku realitas,
- Menggunakan model yang tidak didasarkan kepada pengetahuan, namun lebih kepada kegunaannya untuk keputusan dan pelaksanaan (action) atau lebih pragmatis,
- Akan lebih efisien jika interaksi bersifat nonlinear dan kuat (strong), Menyumbang kepada pemahaman yang multidisiplin. Membantu memahami tentang objek yang sesungguhnya, Kaya tentang aspek tujuan, namun lemah dalam detail.
Prinsip
dasar dalam hubungan pendekatan teori sistem dengan teori Chaos bila
disederhanakan bahwa masyarakat merupakan suatu keseluruhan yang saling
tergantung. Kelangsungan sistem ditentukan oleh pertukaran masukan dan keluaran
dengan lingkungannya. Setiap sistem terbagi dalam sejumlah variabel subsistem,
dimana tiap subsistem juga terdiri dari tatanan sub-subsistem yang lebih kecil.
Dalam pandangan ini, sejumlah kebutuhan harus dipenuhi kalau suatu masyarakat
ingin hidup. Kebutuhan tersebut adalah untuk penyesuaian, pencapaian tujuan,
integrasi, dan pemeliharaan pola-pola. Maka itu, perlu empat subsistem dalam
masyarakat, yaitu ekonomi, politik, kebudayaan, dan sosialisasi (melalui
keluarga dan sistem pendidikan). Masyarakat berkembang bila terjadi pertukaran
yang kompleks di antara subsistem-subsistem. Subsistem politik menghasilkan
sumber-sumber, kekuasaan otoritas, yang kemudian melahirkan ekonomi berdasarkan
uang. Dengan otoritas yang diperoleh dari negara, ekonomi menciptakan modal,
yang pada gilirannya menjalankan politik.
Chaos
merupakan sesuatu yang sukar untuk didefinisikan. Pada kenyataannya, jauh lebih
mudah mendaftar sifat-sifat dimana suatu sistem digambarkan sebagai chaotic
daripada memberikan definisi yang tepat terhadap chaos itu sendiri. Dengan
demikian, pendekatan teori sistem dengan teori Chaos adalah dengan menempatkan
batasan tertentu bagi kemampuan kita meramalkan satu sistem yang kompleks dan
non-linear. Penempatan batasan tersebut sangat kaitannya dengan peran dan
manajamen yang mempunyai fungsi menjalankan roda organisasi dalam mengatur
segala permasalahan yang terjadi dalam mencapai tujuan organisasi, termasuk di
dalamnya indikator-indikator chaotic. Oleh karenanya pendekatan sistem dengan
teori Chaos tidak terlepas dari peran penting manajemen dalam organisasi. Dalam
kontens ini, pendekatan Sistem Dalam Bidang Manajemen, disebutkan dalam LAN,
1995, adalah sebagai berikut:
- Suatu sistem selalu terdiri dari atas lebih dari satu bagian (subsistem).
- Sistem tertentu selalu merupakan bagian dari sistem yang lebih besar (Supersystem).
- Sistem dapat bersifat tertutup atau terbuka.
- Setiap sistem memiliki batas-batas sistem.
- Sistem tertutup mempunyai kecenderungan untuk mengalami kemunduran (Entropi)
- Rasio antara input dan output sistem, perlu untuk mempertahankan berbagai macam keseimbangan sistem itu sendiri demi mempertahankan kelestarian hidupnya. (Keseimbangan Dinamis)
- Sistem memerlukan "Feed-Back", guna mengendalikan keseimbangan tersebut.
- Perubahan cepat pada lingkungan sistem, memaksa sistem yang bersangkutan untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap perubahan. Perlu pengembangan sarana yang disamping peningkatan mutu juga memerlukan spesialisasi dan differensiasi yang terjadi pada subsistem.
- Akibat spesialisasi dan differensiasi, struktur sistem itu sendiri harus pula mengalami perubahan. Akibat lain: Batas sistem perlu diperluas.
No comments:
Post a Comment