MARAKNYA KRIMINALITAS DI KALANGAN PELAJAR
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Kuliah
“Pendidikan dan Pembangunan”
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam tercurah
kepada Nabi Agung Muhammad SAW atas segala limpahan rahmat-Nya dan yang
kita tunggu – tunggu safa’atnya di akhirat, sehingga mampu
menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang kriminalitas pelajar yang
didalamnya akan membahas tentang pengertian kriminalitas, pembagian
kejahatan menurut jenis penjahat (orang melakukan perbuatan kriminal),
faktor pendorong perbuatan kriminal, bahaya dari perbuatan kriminal,
serta cara agar tidak terjerumus dan melakukan perbuatan kriminal.
Yogyakarta, Mei 2011
Penyusun
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan bermanfaat
kepada pembaca, khususnya bagi bagi para remaja. Penyusun sadar bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai
banyak kekurangan. Oleh karena itu, Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah
satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya
tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di
kalangan remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di televisi
misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak
kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena
ini terus berkembang di masyarakat.
Tentu saja tindakan kriminal
yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi, mulai dari tawuran
antarsekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian, hingga pemerkosaan.
Tindak kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja dianggap kian
meresahkan publik. Tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak
lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah terorganisir. Hal ini
bahkan diperparah dengan tidak mampunya institusi sekolah dan kepolisian
untuk mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja tersebut.
Sebelumnya akan saya paparkan
contoh beberapa tindak kriminal yang dilakukan oleh pelajar yang di muat
di harian Kompas (2009-2011):
1. Pencabulan
yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun terhadap
korbannya yang masih berusia dibawah umur di Probolinngo Jawa Timur.
2. Tawuran
antarpelajar Sekolah Menengah Pertama yang terjadi di Jakarta menelan
korban jiwa karen para pelaar membawa senjata tajam.
3. Tiga
pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol gedung sekolah,
saat di tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut kedapatan telah
mengambil beberapa handphone yang berada di gedung sekolah tersebut.
4. Di
Serang, seorang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mendalangi
perampasan motor serta pencurian di tempat parkir. Setelah diintrogasi
oleh polisi, ternyata aksi tersebut sudah dilakukan sebanyak sembilan
kali.
Beberapa contoh diatas
telah sedikit memberikan gambaran kepada kita tentang fenomena yang
terjadi di sekitar kita. Kita sendiri mungkin masih menyangsikan bahwa
perbuatan kriminalitas tersebut di lakukan oleh kalangan pelajar. Karena
sejatinya pelajar tugasnya hanyalah belajar dan tetap berapa di
lingkungan yang kondusif dan sehat, bukan lingkungan yang buruk penuh
dengan hal-hal yang mengarah kepada tindakan kriminalitas.
B . Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memberikan
informasi kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat luas umumnya
tentang fenomena yang baru-baru ini terjadi di sekitar kita.
2. Memberikan
gambaran kepada para generasi muda (pelajar) tentang kriminalitas itu
sendiri serta tentang akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.
C. Ruang Lingkup
Adapun
penulisan makalah ini mencakup pengertian tindakan kriminal dan
perbuatan yang termasuk didalamnya, jenis-jenis penjahat (orang
melakukan perbuatan kriminal), faktor pendorong perbuatan kriminal,
bahaya dari perbuatan kriminal, serta cara agar tidak terjerumus dan
melakukan perbuatan kriminal.
D . Perumusan Masalah
1. Apa pengertian tindakan kriminal?
2. Apa saja perbuatan yang termasuk tindakan kriminal?
3. Bagaimana pembagian kejahatan menurut jenis penjahat (orang melakukan tindakan kriminal)?
4. Apa faktor pendorong tindakan kriminal?
5. Apa akibat yang ditimbukan dari tindakan kriminal?
6. Bagaimana agar tidak terjerumus dalam tindakan kriminal (tindakan previntif)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kriminalitas
Kriminalitas
atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah
tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya
yang dianggap kriminal adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh,
perampok dan juga teroris. Meskipun kategori terakhir ini agak berbeda
karena seorang teroris berbeda dengan seorang kriminal, melakukan tindak
kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama
kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka
orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar
sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya
terbukti.
Kriminalitas atau
kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir,
warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku
kriminalitas itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun
pria; dapat berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur.
Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar misalnya, didorong oleh
impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang
sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. Kejahatan bisa
juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karena
terppaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan
terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.
(Kartini Kartono, 2005:139)
B. Perbuatan Yang Termasuk Tindakan Kriminal
Beberapa perbuatan yang tergolong dalam perbuatan kriminal antara lain:
1. Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati.
2. Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan,
3. Pelanggaran seks dan pemerkosaan.
4. Maling, mencuri.
5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan.
6. Pemalsuan, penggelapan, fraude.
7. Korupsi, penyogokan, penyuapan.
8. Pelanggaran ekonomi.
9. Penggunaan senjata api dan perdagangan gelap senjata-senjata api.
10. Pelanggaran sumpah.
11. Bigami yaitu kawin rangkap satu saat.
12. Kejahatan-kejahatan politik.
13. Penculikan.
14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.
C. Pembagian Kejahatan Menurut Tipe Penjahat
Pembagian kejahatan menurut tipe penjahat, yang dilakukan oleh Cecaro Lambroso, ialah sebagai berikut :
1. Penjahat
sejak lahir dengan sifat-sifat herediter (born criminals) dengan
kelainan-kelainan bentuk jasmani, bagian-bagian badan yang abnormal,
stigmata atau noda fisik, anomali cacat dan kekuangan jasmaniah.
Misalnya bentuk tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-keanehan
susunan otak mirip binatang. Wajah yang sangat buruk, rahang melebar,
hidung yang miring, tulang dahi yang masuk melengkung ke belakang, dan
lain-lain.
2. Penjahat
dengan kelainan jiwa, misalnya:gila, setengah gila, idiot, debil,
imbesil, dihinggapi histeria, melankoli, epilepsi atau ayan, dementia
yaitu lemah pikiran, dementia praecox atau lemah pikiran yang sangat
dini, dan lainlain.
3. Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau nafsu-nafsu seks.
4. Penjahat
karena kesempatan. Misalnya terpaksa melakukan kejahatan karena keadaan
yang luar biasa, dalam bentuk pelanggaran-pelanggaran kecil. Fia
membaginya dalam pseudo-criminals (pura-pura) dan criminaloids.
5. Penjahat
dengan organ-organ jasmani yang normal, namun mempunyai kebiasaan yang
buruk, asosiasi sosial yang abnormal atau menyimpang dari pola kelakuan
umum, sehingga sering melanggar undang-undang dan norma sosial, lalu
banyak melakukan kejahatan.
D. Faktor Pendorong Tindakan Kriminalitas
Menurut
Kartini Kartono (2005) ada tiga faktor penting yang memainkan peranan
besar dalam membentuk pola kriminal, yaitu sebagai berikut :
1. Jenis
makanan memberikan efek dietetis, yang memberikan pengaruh terhadap
agresivitas terhadap manusia. Individu-individu dan kelompok suku bangsa
pemakan daging yang intensif, pada umumnya lebih agresif dan lebih
ganas daripada mereka pemakan bahan tumbuh-tumbuhan. Maka, kecenderungan
berbuat kriminal itu lebih banyak terdapat pada kelompok-kelompok
pemakan daging.
2. Lingkungan
alam yang teduh dan damai di daerah-daerah pedesaan dan pegunungan yang
subur memberikan pengaruh yang menenangkan. Sedang daerah-daerah kota
dan industri yang penuh padat dan bising penuh hiruk-pikuk yang
memekakkan, memberikan pengaruh membingungkan, mengacau menekan/mencekam
dan menstimulasi penduduknya menjadi kanibal-kanibal (kejam, bengis,
mendekati kebiadaban), dan jahat.
3. Masyaraka
primitif dan masyarakat desa dengan kelompok-kelompok “face to face”
yang masih intim memberikan kontrol sosial dan sanksi-sanksi sosial
lebih ketat kepada segenap warga masyarakatnya. Sedang masyarakat urban
yang kompleks, sangat heterogin dan atomistik itu membuat norma-norma
soaial dan sanksi-sanksi sosial menjadi sangat longgar, sehingga orang
cenderung bertingkah laku semau sendiri yang menjurus kepada pola-pola
yang kriminal.
Sementara menurut Rauf (2002) perilaku yang menyimpang (tindakan kriminalitas) dapat dipengaruhi oleh tiga kutub, yaitu:
1. Kutub
keluarga (rumah tangga), dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan
dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial
keluarga yang kurang sehat/disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi kepribadian antisoasial dan
berperilaku menyimpang, lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang
dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah). Kriteria
kondisi keluarga kurang sehat tersebut menurut para ahli adalah, antara
lain :
• Keluarga tidaak utuh (broken home by death, separation, divorce)
• Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah.
• Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk).
• Substitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain
daripada kondisi keluarga tersebut diatas, berikut adalah rincian
kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja :
• Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
• Terdapat gangguan fisik atau mental dalam keluarga
• Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau oleh kakek/nenek
• Campur tangan tau perhatian yang berlebihan dari orang rua kepada anak
• Sikap orang tua yang dingin dan tak acuh terhadap anak
• Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
• Kurang stimuli kognitif atau sosial
• Lain-lain misalnya menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan sebagainya.
2. Kutub
sekolah, kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu
belajar-mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan
peluang pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah
yang tidak baik tersebut, antara lain:
• Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
• Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
• Kuantitas dan kualitas noonguru yang tidak memadai
• Kesejahteraan guru yang tidak memadai
• Kurikulum sekolah yang perlu ditinjau kembali
• Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya
3. Kutub
masyarakat (kondisi lingkungan sosial), faktor kondisi lingkungan
sosial yang tidak sehat atau rawan dapat menjadi faktor yang kondusif
bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat
ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu faktor kerawanan msyarakat dan
faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor
tersebut antara lain :
• Faktor kerawanan masyarakat (lingkungan)
Tempat-tempat hiburan yang dibuka hingga larut malam bahkan sampai dini hari
Peredaran alkohol, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya
Pengangguran
Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
Wanita tuna susila (Wts)
Beredarnya bacaan, tontonan dan lain-lain yang sifatnya pornografis
Perumahan kumuh dan padat
Pencemaran lingkungan
Kesenjangan sosial
Tindak kekerasan dan kriminalitas
• Daerah rawan (rawan kamtibmas)
Penyalahgunaan alkohol, narkotika, dan zat adiktif lainnya
Perkelahian perorangan atau kelompok/masal
Kebut-kebutan
Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
Perkosaan
Pembunuhan
Tindak kekerasan lain
Pengrusakan
Corat-coret
Menurut
Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal cenderung
memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari
keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja.
Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan
akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya.
Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang
berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis
mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik
dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1973).
Selanjutnya
Tallent (1978) menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang
baik di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang
harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena
anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah
mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit
masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi
anak, dan begitu juga sebaliknya jika anak mempersepsi keluarganya
berantakan atau kurang harmonis maka ia akan terbebani dengan masalah
yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut.
Faktor
lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah
konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap
keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri,
sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku
yang ditampilkan. Shavelson & Roger (1982) menyatakan bahwa konsep
diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi
dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku
dirinya. Bagimana orang lain memperlakukan individu dan apa yang
dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai
dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979).
Masa
remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang
bagaiman pendapat orang lain tentang dirinya (Rosenberg dalam Demo
& Seven-Williams, 1984). Pada masa tersebut kemampuan kognitif
remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu
membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun
remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang
tentang dirinya ( Conger, 1977).
Oleh
karena itu tanggapan dan penilaian orang lain tentang diri individu
akan dapat berpengaruh pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri.
Conger ( dalam Mönks dkk, 1982) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya
mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam,
curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat–sifat
tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (dalam
Gunarsa, 1983) mengatakan bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak
nakal biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan
anak yang tidak bermasalah.
Dengan
demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan
memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang
lebih besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan
dalam keluarga harmonis dan memiliki konsep diri positif.
E. Akibat Dari Melakukan Tindakan Kriminal
Sebenarnya ada banyak akibat yang ditimbukan dari hal tersebut, diantaranya:
1. Berurusan dengan hukum, dihukum sesuai dengan perbuatannya.
2. Terkena sanksi sosial dari masyarakat mulai dari dikucilkan sampai diasingkan.
3. Terancam dikeluarkan dari bangku sekolah, dan sebagainya
F. Upaya Mencegah Tindakan Kriminalitas
Upaya preventif (pencegahan) hendaknya dilakukan di tiga kutub (kutub keluarga, kutub sekolah dan kutub masyarakat/sosial).
1. Di rumah/keluarga
Hendaknya
semua orang tua mampu menciptakan kondisi keluarga/rumah tangga yang
kondusif bagi perkembangan sehat anak/remaja, dan kriteria keluarga
sehat adalah:
• Kehidupan beragama dalam keluarga
• Mempunyai waktu bersama dalam keluarga
• Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
• Saling menghargai antar anggota keluarga
• Mampu menjaga kesatuan dan keutuhan keluarga
• Mempnyai kemampuan untuk menyelesaikan krisis keluarga secara positif dan konstruktif
2. Di sekolah
Hendaknya
pengelola sekolah mampu menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi
proses belajar mengajar anak didik. Kondisi sekolah yang kondusif bagi
proses belajar mengajar diantaranya:
• Sarana dan prasarana sekolah yang memadai
• Kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru
• Kuantitas dan kualitas tenaga non guru yang memadai
• Kesejahteraan guru (kondisi sosial-ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas rangkap guru antar sekolah sebaiknya dihindarkan
• Kurikulum
sekolah yang terlalu padat/banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau
kembali. Di sekolah bukan semata-mata perkembangan mental-intelektual
(kognitif) anak didik yang diutamakan, melainkan juga perkembangan
mental-emosional dan mental-sosial jangan sampai tidak diperhatikan.
• Lokasi sekolah hendaknya tidak berada di daerah rawan, jauh dari daerah perbelanjaan, pusat-pusat hiburan/keramaian.
3. Di masyarakat/lingkungan sosial
Hendaknya
para pamong, aparat kamtibmas, tokoh/pemuka masyarakat mampu
menciptakan kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman
dan tentram, bebas dari segala bentuk kerawanan, misalnya:
• Tempat pemukiman tidak bercampur dengan pusat-pusat perbelanjaan, hiburan dan sebangsanya.
• Tempat pemukiman bebas wts
• Tempat
pemukiman bebas dari tempat-tempat penjualan/peredaran alkohol,
narkotika, dan obat-obat terlarang lainnya (drug fre environment)
• Tempat pemukiman hendaknya bebas polusi, tidak kumuh dan tidak padat
• Tempat
pemukiman bebas dari anak-anak jalanan, pengangguran dan bergadang
hingga larut malam, mabuk-mabukan dan tindak menyimpang lainnya yang
dapat mengganggu lingkungan.
• Tempat pemkiman tidak terlalu mencolok satu dengan yang lain agar kesenjangan sosial dihindari.
BAB III
KESIMPULAN
Kriminalitas atau tindak
kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak
kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Sementara itu,
kriminalitas yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh pelajar merupakan
suatu fenomena yang membuat hati kita miris.
Para
pelajar yang masih tergolong anak dibawah umur tersebut telah berani
melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji. Mereka mencuri, merusak,
memperkosa bahkan membunuh. Tindakan mereka ini sudah merupakan hal yang
melanggar hukum.
Segala
penyimpangan yang terjadi ini sebenarnya diakibatkan oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah faktor internal dalam keluarga, selanjutnya
yaitu faktor dari sekolahnya sendiri yang kurang kondusif, serta yang
terakhir adalah faktor dari masyarakat/lingkungan sosialnya.
Untuk
itu peranan orang tua dan lingkungan sekitar harus memberikan
contoh-contoh yang baik sebagai kepribadian yang terbentuk akan baik
pula.
DAFTAR PUSTAKA
Kartini, Kartono. Patologo Sosial. Jakarta: Pt RajaGrafindo.2005
Rauf, dkk. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja Dan Kamtibmas. Jakarta: Bp. Dharma Bhakti. 2002
http://www.kompas.com
http://www.scribd.com/doc/6241288/KRIMINALITAS-REMAJA
No comments:
Post a Comment