BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kriminalitas atau
kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak
lahir,warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku
kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria
dapat berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur. Tindak
kejahatan bisa dilakukan secara tidak sadar, yaitu difikirkan,
direncanakan dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar benar.
Namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar; misalnya didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. [1] kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.
Namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar; misalnya didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. [1] kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.
Masyarakat
modern yang sangat kompleks itu menumbuhkan aspirasi-aspirasi materil
tinggi, dan sering disertai oleh ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat.
Dambaan pemenuhan kebutuhan materil yang melimpah-limpah, misalnya untuk
memiliki harta kekayaan dan barang-barang mewah, tanpa mempunyai
kemampuan untuk mencapainya dengan jalan wajar, mendorong individu untuk
melakukan tindak criminal. Dengan kata-kata lain bisa dinyatakan: jika
terdapat diskrepansi (ketidaksesuaian, pertentangan) antara
ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa sedemikian ini
mendorong orang untuk melakukan tindak criminal. Atau, jika terdapat
diskrepansi antara aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi personal,
maka akan terjadi “maladjustment” ekonomis (ketidakmampuan menyesuaikan
diri secara ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat atau
melakukan tindak pidana.
Crime
atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar
norma-norma social, sehingga masyarakat menentangnya.
B. Rumusan Masalah
a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kriminalitas
b. Dampak social yang terjadi akibat kriminalitas
c. Fungsi dan disfungsi dari kejahatan (kriminalitas)
C. Manfaat Dan Tujuan
Manfaat
makalah ini adalah agar kita lebih memahami dan mengerti dampak
psikologis dan dampak social yang ditimbulkan dari kriminalitas itu
sendiri. Selain itu didalam makalah ini juga dibahas mengenai
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kriminalitas dan juga
fungsi serta disfungsi kriminalitas.
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pembimbing yaitu Bapak Hasbullah M.Si, serta untuk menambah
wawasan mengenai masalah kriminalitas.
BAB II
PEMBAHASAN\
A. Definisi Kejahatan
Secara
yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan
dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asocial
sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana didalam
perumusan pasal-pasal kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) jelas
tercantum: kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi
perumusan ketentuan-ketentuan KUHP. Misalnya pembunuhan adalah perbuatan
yang memenuhi perumusan pasal 388 KUHP, mencuri memenuhi bunyi pasal
362 KUHP, sedang kejahatan penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP.
Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku
yang melanggar undang-undang pidana. Selanjutnya semua tingkah laku yang
dilarang oleh undang-undang, harus disingkiri. Barang siapa
melanggarnya, dikenai pidana. Maka larangan-larangan dan
kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara
itu tercantum pada undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah,
baik yang dipusat maupun pemerintah daerah.
Secara sosiologis, kejahatan
adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara
ekonomis, politis dan social psikologis sangat merugikan masyarakat,
melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat
(baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum
tercantum dalam undang-undang pidana).
Tingkah
laku manusia yang jahat, immoral dan anti social itu banyak menimbulkan
reaksi kejengkelan dan kemarahan dikalangan masyarakat, dan jelas
sangat merugikan umum. Karena itu, kejahatan tersebut harus diberantas,
atau tidak boleh dibiarkan berkembang, demi ketertiban, keamanan dan
keselamatan masyarakat. Maka warga masyarakat secara keseluruhan, bersama-sama
dengan lembaga-lembaga yang resmi yang berwenang seperti kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, lembaga kemasyarakatan, dan lain-lain termasuk
wajib menanggulani kegiatan sejauh mungkin.
1. Kejahatan menurut kitab undang-undang hukum pidana untuk Indonesia ialah:
1) Kejahatan
melanggar keamanan Negara antara lain: makar, menghilang nyawa pimpinan
Negara, usaha meruntuhkan pemerintahan, memberikan rahasia-rahasia
Negara kepada agen asing, dan lain-lain (KUHP 104 sampai dengan 109)
2) Kejahatan
melanggar martabat raja dan martabat gubernur jendral antara lain:
Penghilangan nyawa atau kemerdekaan pejabat tersebut diatas dan
penghinaan dengan sengaja, dan lain-lain (KUHP 139 sampai dengan145)
3) Kejahatan
melawan Negara yang bersahabat dan melanggar kepala dan wakil Negara
yang bersahabat dan lain-lain (KUHP 146 sampai dengan 145)
4) Kejahatan
tentang melakukan kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan; antara lain
berupa: Dengan ancaman dan kekerasan mencerai-beraikan persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat, mengacau dan merintangi pelaksanaan pemilihan umum
dan lain-lain (KUHP 146 sampai dengan 153)
5) Kejahatan
melanggar ketertiban umum, antara lain: secara terbuka dan dimuka umum
menghasut serta menyatakan rasa permusuhan, kebencian dan hinaan kepada
pemerintahan, dengan kekerasan mengancam dan berusaha merobohkan serta
melanggar pemerintahan yang sah, tidak melakukan tugas kewajiban
jabatannya, menjadi anggota organisasi terlarang menurut hukum,
melakukan keonaran, hura-hura dan mengganggu ketentraman umum, dan
lain-lain (KUHP 153 sampai dengan 181)
6) Kejahatan perang tanding (KUHP 182 sampai dengan 186)
7) Kejahatan
yang membahayakan keamanan umum orang dan barang, antara lain:
mengakibatkan kebakaran, peletusan dan banjir, merusak bangunan-banguna
listrik untuk umum, mendatangkan bahaya maut kepada orang, merusak
bangunan dan jalan-jalan umum, dengan sengaja mendatangkan bahaya bagi
lalu lintas umum dan pelayaran, meracuni sumur dan sumber mata air,
minum untuk keperluan umum, dan lain-lain (KUHP 187 sampai dengan 206)
8) Kejahatan
melanggar kekuasaan umum, antara lain: dengan kekerasan melawan pegawai
negara yang sedang bertugas, mengambil barang sitaan, merusak dan
membuka surat, menganjurkan desersi, menghasut mengadakan pemberontakan
serta hura-hara, dan lain-lain (KUHP 207 sampai dengan 241)
9) Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu (KUHP 242 dan 243)
10) Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas negeri serta uang kertas bank (KUHP 244 sampai dengan 252)
11) Kejahatan pemalsuan materai dan cap (KUHP 253 sampai dengan 262)
12) Kejahatan pemalsuan dalam surat (KUHP 263 sampai dengan 276)
13) Kejahatan melangar duduk-perdata (KUHP 277 sampai dengan280)
14) Kejahatan melanggar kesusilaan (KUHP 281 sampai dengan 303)
15) Kejahatan meninggalkan orang yang perlu ditolong (KUHP 304 sampai dengan 309)
16) Kejahatan penghinaan (KUHP 310 sampai dengan 321)
17) Kejahatan membuka rahasia (KUHP 322 sampai dengan 323)
18) Kejahatan melanggar kemerdekaan orang (KUHP 324 sampai dengan 337)
19) Kejahatan terhadap nyawa orang (KUHP 338 sampai dengan 350)
20) Kejahatan penganiayaan (KUHP 351 sampai dengan 358)
21) Kejahatan menyebabkan matinya atau lukanya orang karena kesalahan (perbuatan dengan tidak sengaja), (KUHP 362 sampai dengan 367)
22) Kejahatan pencurian (KUHP 362 sampai dengan 367)
23) Kejahatan pemerasan dan pengancaman (KUHP 362 sampai dengan 371)
24) Kejahatan penggelapan (KUHP 372 sampai dengan 377)
25) Kejahatan penipuan (KUHP 378 sampai dengan 395)
26) Kejahatn merugikan orang yang berpiutang atau berhak (KUHP 396 sampai dengan 405)
27) Kejahatan penghancuran atau perusakan barang (KUHP 406 sampai dengan 412)
28) Kejahatan
jabatan bagi pegawai negeri, antara lain: memalsukan, menggelapkan
uang, dan barang berharga, menghancurkan dan merusak arsip-arsip Negara
dan lain-lain (KUHP 413 sampai dengan 437)
29) Kejahatan pelayaran (KUHP 438 sanpai dengan 479)
30) Kejahatan
pemudahan, antara lain menadahkan barang-barang pencurian, menerbitkan
serta mengedarkan tulisan-tulisan yang melanggar hukum (KUHP 480 sampai
dengan 485)
Selanjutnya KUHP untuk indonesia juga menyebutkan sederetan tingkah laku yang dikategorikan dalam PELANGGARAN yaitu:
a) Pelanggaran tentang keselamatan umum orang dan barang dan kesehatan hukum (KUHP 489 sampai dengan 502)
b) Pelanggaran tentang ketertiban (KUHP 503 sampai dengan 520)
c) Pelanggaran tentang kekuasaan umum (KUHP 521 sampai dengan 528)
d) Pelanggaran tentang duduk-perdata (KUHP 529 sampai dengan 530)
e) Pelanggaran tentang orang yang perlu ditolong (KUHP 531)
f) Pelanggaran tentang kesusilaan (KUHP 532 sampai dengan 547)
g) Pelanggaran tentang polisi luar (KUHP 548 sampai dengan 551)
h) Pelanggaran jabatan (KUHP 552 sampai dengan 559)
i) Pelanggaran pelayaran (KUHP 560 sampai dengan 569)
j) Pelanggaran tentang keamanan Negara (KUHP 570)
2. Selanjutnya, penjelmaan atau bentuk dan jenis kejahatan itu dapat dibagi-bagikan kedalam beberapa kelompok, yaitu:
a) Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-orgnisasi legal.
b) Penipuan-penipuan:
permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan peranrata-perantara
“kepercayaan,” pemerasan (blackmailing), ancaman untuk mempublisir
skandal dan perbuatan manipulative.
c) Pencurian
dan pelanggaran; perbuatan kekerasan, pembegalan,
penjambretan/pencopetan, perampokan; pelanggaran lalu lintas, ekonomi,
pajak, bea cukai, dan lain-lain.
3. Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:
a) Menggunkan
alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan kimia dan racun,
instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat, dan lain-lain.
b) Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk rayu dan tipu daya.
c) Residivis,
yaitu penjahat-penjahat yang berulang-ulang ke luar masuk penjara.
Selalu mengulangi perbuatan jahat, baik yang serupa ataupun yang berbeda
bentuk kejahatannya.
d) Penjahat-penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak durjana dengan pertimbangan-pertimbangan dan persiapan yang matang.
e) Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan kebetulan.
f) Penjahat
dengan dorongan impuls-impuls yang timbul seketika. Misalnya berupa
“perbuatan kortsluiting,” yang lepas dari pertimbangan akal, dan lolos
dari tapisan hati nurani.
g) Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak disengaja, lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dan lain-lain.
Sarjana Capelli membagi type penjahat sebagai berikut:
1) Penjahat yang melakukan kejahatan didorong oleh factor psikopatologis, dengan pelaku-pelakunya:
a. Orang yang sakit jiwa.
b. Berjiwa abnormal, namun tidak sakit jiwa.
2) Penjahat yang melakukan tindak pidana oleh cacat badani-rohani, dan kemunduran jiwa-raganya.
a. Orang-orang
dengan gangguan jasmani-rohani sejak lahir dan pada usia muda, sehingga
sukar dididik, dan tidak mampu menyesuaikan diri terhadap pola hidup
masyarakat umum.
b. Orang-orang
dengan gangguan badani-rohani pada usia lanjut (dementia senilitas),
cacat/invalid oleh suatu kecelakaan, dan lain-lain.
3) Penjahat karena faktor-faktor social, yaitu:
a. Penjahat kebiasaan.
b. Penjahat kesempatan oleh kesulitan ekonomi atau kesulitan fisik.
c. Penjahat
kebetulan, yang pertama kali melakukan kejahatan kecil secara
kebetulan; Kemudian berkembang lebih sering lagi, lalu melakukan
kejahatan-kejahatan besar.
d. Penjahat-penjahat
berkelompok seperti melakukan penebangan kayu dan pencurian kayu di
hutan-hutan pencurian massal di pabrik-pabrik pembantaian secara
bersama, penggarongan, perampokan dan sebagainya.
Seelig membagi type penjahat atas dasar struktur kepribadian pelaku, atau atas dasar konstitusi jiwani/psikis pelakunya, yaitu:
1) Penjahat yang didorong oleh sentiment-sentimen
yang sangat kuat dan pikiran yang naïf-primitif. Misalnya membunuh anak
dan isteri, karena membayangkan mereka itu akan hidup sengsara di dunia
yang kotor ini; sehingga perlulah nyawa mereka itu dihabisi.
2) Penjahat yang melakukan tidak pidana didorong oleh satu ideology dan keyakinan kuat;
baik yang fanatic kanan (golongan agama), maupun yang fanatic kiri
(golongan sosialis dan komunis), Misalnya gerakan “jihad,” membunuh
pemimpin-pemimpin dan kepala Negara, membantai lawan-lawan politik,
menculik dan menteror lingkungan dengan sengaja, dan lain-lain.
4. Menurut obyek hukum yang diserangnya, kejahatan dapat dibagi dalam:
1) Kejahatan
ekonomi: fraude, penggelapan, penyeludupn, perdagangan, barang-barang
terlarang (bahan narkotik, buku-buku dan bacaan pornografis, minuman
keras, dan lain-lain), penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan
monopoli-monopoli tertentu, dan lain-lain.
2) Kejahatan
politik dan pertahanan-keamanan, pelanggaran ketertiban umum,
penghianatan, dan penjualan rahasia-rahasia Negara pada agen-agen asing,
berfungsi sebagai agen-agen subversi, pengacauan, kejahatan terhadap
keamanan Negara dan kekuasaan Negara, penghinaan terhadap martabat
pemimpin-pemimpin Negara, kolaborasi dengan musuh, dan lain-lain.
3) Kejahatan kesusilaan: pelanggaran seks, perkosaan, fitnahan.
4) Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda.
Jika yang dipakai sebagai criteria adalah motif atau alasan-alasannya, maka kejahatan bisa berlandaskan pada motif-motif: ekonomis, politis, dan etis atau kesusilaan.
5. Pembagian kejahatan menurut type penjahat, yang dilakukan oleh Cecaro Lombroso, ialah sebagai berikut:
1) Penjahat
sejak lahir dengan sifat-sifat heredriter (born criminals) dengan
kelainan-kelainan bentuk jasmani, bagian-bagian badan yang abnormal,
stik mata atau roda fisik, anomaly/cacat dan kekurangan jasmaniah.
Misalnya bentuk tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-keanehan
susunan otak mirip dengan binatang.
2) Penjahat
dengan kelainan jiwa, misalya: gila, setengah gila, idiot, debil,
imbesil, dihinggapi hysteria, melankolis, epilepsy atau ayan, dementia
yaitu lemah pikiran, dementia peraicok atau lemah fikiran yang sangat
dini, dan lain-lain.
3) Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau nafsu-nafsu seks.
4) Penjahat
karena kesempatan. Misalnya terpaksa melakukan kejahatan karena keadaan
yang luar biasa, dalm bentuk pelanggaran-pelanggran kecil. Dia
membaginya dalam: pseudo-kriminal (pura-pura) dan kriminaloids.
5) Penjahat
dengan organ-organ jasmani yang normal, namun mempunyai pola kebiasaan
buruk, asosiasi social yang abnormanl atau menyimpang dari pola kelakuan
umum, sehingga sering melanggar undang-undang dan norma susila, lalu
banyak melakukan kejahatan.
Aschaffenburg membagi type penjahat sebagai berikut:
1) Penjahat professional: kejahatan sebagai “penggaotan” atau pekerjaan sehari-hari, karena sikap hidup yang keliru.
2) Penjahat oleh kebiasaan, disebabkan oleh mental yang lemah, sikap yang pasif, pikiran yang tumpul, dan apatisme.
3) Penjahat
tanpa/kurang memiliki disiplin kemasyarakatan. Misalnya para pengemudi
mobil dan sepeda motor yang tidak bertanggung jawab, tidak menghiraukan
etik lalu lintas dan peraturan-peraturan keamanan lalu lintas.
4) Prnjahat-penjahat
yang memiliki krisis jiwa, misalnya kejahatan yang dilakukan oleh
anak-anak puber, membakar rumah sendiri karena ingin mendapatkan uang
asuransi; membunuh pacar sendiri karena sudah dihamilli,atau karena
cintanya tidak terbalas. Ibu muda yang membunuh bayinya karena tidak
kawin; membunuh orang lain atau melakukan bunuh diri, karena tidak mampu
krisis jiwanya, dan lain-lain.
5) Penjahat yang melakukan kejahatan oleh dorongan-dorongan seks yang abnormal. Misalnya homo seks, sadisme, sadomasokhisme,[2] pedofilia,[3] lesbianism, perkosaan, dan lain-lain.
6) Penjahat yang sangat agresif dan memiliki mental yang sangat labil,
yang sering melakukan penyerangan, penganiayaan dan pembunuhan. Juga
selalu melontarkan pernyataan-pernyataan ovensif/penyerangan, melalui
ucapan atau tulisan-tulisan penghinaan dan fitnahan. Mereka itu biasanya
memiliki rasa social yang tipis sekali, dan jiwanya sangat tidak
stabil. Pemakaian minuman keras dan bahan-bahan narkotika memperbesar
nafsu-nafsu agresifnya.
B. Beberapa Teori Mengenai Kejahatan
1. Teori theologis
Teori
ini menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya.
Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan sebab didorong oleh
roh-roh jahat dan godaan “syetan/iblis” atau nafsu-nafsu durjana
angkara, dan melanggar kehendak Tuhan. Dalam keadaan setengah atau tidak
sadar terbujuk oleh godaan iblis, orang baik-baik bisa menyalahi
perintah-perintah Tuhan dan melakukan kejahatan. Maka, barang siapa
melanggar perintah Tuhan, dia harus mendapat hukuman sebagai penebus
dosa-dosanya.
2. Teori filsafat tentang manusia (antropologi transcendental)
Menyebutkan adanya dialektika antar pribadi/personal jasmani dan pribadi rohani. Personal rohani disebut pula sebagai JIV atau jiwa, yang
berarti “lembaga kehidupan” atau ”daya kurang hidup.” Jiwa ini
merupakan prinsip keselesain dan kesempurnaan, dan sifatnya baik,
sempurna serta abadi tidak ada yang perlu diperbaiki lagi. Oleh karena
itu jiwa mendorong manusia kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan
susila, mengarahkan manusia pada usaha transendensi-diri[4] dan konstruksi diri.
3. Teori kemauan bebas (free will)
Teori
ini menyatakan, bahwa manusia itu bisa bebas berbuat menurut
kemauannya. Dengan kemauan bebas dia dia berhak menentukan pilihan dan
sikapnnya. Untuk menjamin agar supaya setiap perbuatan berdasarkan
kemauan bebas itu cocok dengan keinginan masyarakat, maka manusia harus
diatur dan ditekan, yaitu dengan: hukum, norma-norma social dan
pendidikan.
Teori kemauan bebas tidk menyebutkan roh-roh jahat sebagai sebab kurang musabab kejahatan. Akan tetapi sebab kejahatan adalah kemauan manusia
itu sendiri. Jika dia dengan sadar benar berkeinginan melakukan
perbuatan durjana, maka tidak ada seorangpun, tidak satu dewapun, bahkan
tidak bisa Tuhan dan sebuah kitab sucipun yang bisa melarang perbuatan
kriminalnya. Orang-orang jahat yang sering melakukan tindak durjana,
bikin onar dan kesengsaraan pada orang lain itu perlu ditindak, dihukum
dan dididik kembali oleh masyarakat.
4. Teori penyakit jiwa
Teori
ini menyebutkan adanya kelainan-kelainan yang bersifat sikis, sehingga
individu yang berkelainan ini sering melakukan kejahatan-kejahatan.
Penyakit jiwa tersebut berupa: psikopat dan defekt moral.
Psikopat
adalah bentuk kekalutan mental yang ditandai dengan tidak adanya
pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi, orangnya tidak pernah bisa
bertanggung jawab secara moral, dan selalu berkonflik dengan
norma-norma social serta hukum, dan biasanya juga bersifat immoral.
Defect moral (defisiensi moral)[5] dicirikan
dengan: individu-individu yang hidupnya delinquent/jahat, selalu
melakukan kejahatan kedurjanaan, dan bertingkah laku a-sosial atau anti
social, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan atau gangguan
intelektual (tapi ada disfungsi atau tidak berfungsinya intelegensi).
5. Teori fa’al tubuh (fisiologis)
Teori
ini menyebutkan sumber kejahatan adalah: ciri-ciri jasmaniah dan bentuk
jasmaniah. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata,
rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, kaki dan anggota
badan lainnya. Semua ciri fisik itu mengkonstituir kepribadian seseorang
dengan kecendrungan-kecendrungan criminal. Penganut-penganut teori ini
antara lain ialah Dr.G.Frans joseph Call (sosiolog), August Comte dan M.B.Samson.
Sebenarnya,
pelopor-pelopor dari terminology modren: Cecare Lombroso, Enrico Ferri
(1856-1928) dan Refaelle Garofalo, yang secara bersama-sama membangun “sekolah italia” (mashab italia).Lombroso berkeyakinan, bahwa orang-orang kriminil itu mempuyai konstitusi psikofisik dan type kepribadian yang abnormal, yang
jelas bisa dibedakan dari orang-orang normal. Mereka itu memiliki
stigmata (ciri-ciri, tanda selar) karakteristik, yang sifatnya bisa:
a) Fisiologos-anatomis: dengan ciri-ciri khas pada tubuh dan anggota serta anomaly/kelainan jasmaniah.
b) Psikologis: dengan ciri-ciri psikopatik, neurotic, atau gangguan system syaraf, psikotik atau gila, dan defect moral.
c) Social: bersifat a-sosial, anti-sosial, dan mengalami disorientasi social.
Jumlah
pembunuh-pembunuh kejam yang moral defisien, yang tidak memiliki
perasaan belas kasihan dan prikemanusiaan,ada dua kali lipat banyaknya
dari pada pembunuh-pembunuh normal. Juga pembakar-pembakar kronis, yaitu
orang-orang yang dihinggapi pyromania [6]
lebih banyak yang defect/difisien moralnya. Pemerkosa-pemerkosa
terhadap anak-anak kecil, dan mereka yang melakukan pemerkosaan seksuil
tidak wajar, pada umumnya adalah defect moralnya.
Pengikut-pengikut
Lombroso kemudian menjelaskan type-type kriminal dengan prinsip-prinsip
atafisme. Prinsip ini menyatakan adanya proses kemunduran kepada
pola-pola primitive dari speciesnya [7]
yaitu tiba-tiba muncul ciri-ciri milik nenek moyang, yang semula lenyap
selama berabad-abad, dan kini timbul kembali. Teori atafisme ini
mencoba membuktikan dan membandingkan ciri-ciri karakteristik yang
anatomis dan organic, diantara penjahat-penjahat dengan orang-orang
primitive. Tenyata, bahwa ciri-ciri dan tingkah laku kaum kriminil itu
mirip sekali dengan tingkah laku orang primitive yang liar-kejam dan
berbarik, bengis lalim.
Menurut
Esquirol, Pritchard, Despine, dan Maudsley, perangi dan tingkah laku
kaum penjahat itu pada hakikatnya merupakan peristiwa moral insanity
(kegilaan moral). Lombroso dan pengikut-pengikutnya dengan tegas
menyatakn adanya “born criminals”, criminal sejak lahir dengan
basis psiko-fisik yang epileptic. Dalam hal ini gejala moral insanity
merupakan manifestasi primernya, sedang gejala epileptic/ayan adalah
manifestasi sekundar, Keduanya merefeksikan prinsip atafisme. Pada
umumnya, born criminals ini mempunyai stigmata jasmaniah yang menyolok.
Enrico ferri dengan pandangan sosiologisnya menyebutkan tiga factor penyebab kejahatan, yaitu:
1) Individual (antropologis)
yang meliputi: usia, seks atau jenis kelamin, status sipil, profesi
atau pekerjaan, tempat tinggal/domisili, tingkat social, pendidikan,
konstitusi organis dan psikis.
2) Fisik (natural, alam):
ras, suku, iklim, fertilitas, disporsisi bumi, keadaan alam diwaktu
malam hari dan siang hari, musim, kondisi meteoric atau keruang
angkasaan, kelembaban udara dan suhu.
3) Sosial:
antara lain: kepadatan penduduk, susunan masyarakat, adat istiadat,
agama, orde pemerintah. Kondisi ekonomi dan indutri, pendidikan, jaminan
social, lembaga legislative dan lembaga hukum, dan lain-lain.
6. Teori yang menitik beratkan pengaruh anthropologis
Teori
ini menyatakan adanya ciri-ciri individual yang karakteristik, dan ciri
anatomis yang khas menyimpang dalam kelompok ini dimasukkan teori
atafisme. Sarjana ferrero berpendapat, bahwa teori atafisme itu
memang mempunyai segi-segi kebenarannya, yaitu: orang-orang criminal itu
mempunyai ciri-ciri psikis yang sama dengan orang-orang primitive,
dalam hal: kemalasan, impulsifitas, cepat naik darah dan kegelisahan
psiko- fisik. Semua sifat karakteristik ini menghambat mereka untuk
mengadakan penyesuain diri terhadap peraturan-peraturan peradaban dan
uniformitas kesusilaan.
7. Teori yang menitik beratkan factor social dari sekolah sosioligi perancis
Mashab
ini dengan tegas menyatakan, bahwa pengaruh paling menentukan yang
mengakibatkan kejahatan ialah: faktor-faktor eksternal atau lingkungan
social dan kekuatan-kekuatan social. Gabriel Tarde dan Emile Durkheim
menyatakan: kejahatan itu merupakan insiden alamiah. Merupakan gejala
social yang tidak bisa dihindari dalam refolusi social, dimana secara
mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga
tedapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk
mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan. Dengan demikian ada
fleksibilitas atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan.
8. Mashab bio-sosiologis
Ringkasannya,
pada saat sekarang ini, pendapat-pendapat yang menyatakan “ factor
tunggal sebagai penyebab timbulnya kejahatan,” sudah banyak ditingalkan.
Orang lebih banyak bertumpu pada prinsip “factor jamak sebagai penyebab
kejahatan.”
9. Teori susunan ketatanegaraan
Beberapa filsuf dan negarawan, yaitu Plato (427-347 S.M), Aristoteles
( 384-322 S.M.) dan Thomas More dari Inggris ( 1478- 1535) Beranggapan,
bahwa struktur ketatanegaraaan dan falsafah Negara itu turut menentukan
ada dan tidaknya kejahatan. Jika susunan Negara baik dan
pemerintahannya bersih, serta mampu melaksanakan tugas memerintah rakyat
dengan adil, maka banyak orang memenuhi kebutuhan vitalnya dengan cara
masing-masing yang inkonvensional dan jahat atau kriminil.
10. Mashab spiritualis dengan teori non-religiusitas
Setiap
agama mempunyai keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa itu selalu
mengutamakan sifat-sifat kebaikan dan kebajikan, dan dengan sendirinya
menjauhi kejahatan serta kemunafikan. Terutama kebajikan berdasarkan
kasih sayang terhadap sesama makhluk. Maka, agama itu mempunyai pengaruh
untuk mengeluarkan manusia dari rasa egoisme. Agama juga membukakan
hati manusia kepada pengertian-pengertian absolute dan altruistis (cinta
pada sesama manusia), dan melarang orang-orang melakukan kejahatan.
Agama memperkenalkan nilai-nilai absolute dan nilai kemanusiaan yang
luhur, yang besar sekali artinya bagi pengendalian diri dan penghindaran
diri dari perbuatan angkara serta durjana.
C. Fungsi Dan Disfungsi Dari Kejahatan
Dalam masyarakat modern
yang sangat kompleks dan heterogin, misalnya masyarakat urban,
kota-kota besar dan metropolitan perangai anti-social dan kejahatan itu
berkembang dengan cepatnya. Kondisi lingkungan dengan
perubahan-perubahan yang cepat, norma-norma dan sanksi social yang
semakin longgar serta macam-macam subkultur dan kebudayaan asing yang
saling berkonflik, semua factor itu memberikan pengaruh yang mengacau,
dan memunculkan disorganisasi dalam masyarakatnya. Muncullah banyak
kejahatan. Maka, adanya kejahatan tersebut merupakan tantangan berat
bagi para anggota-anggota masyarakat. Sebabnya ialah:
a) Kejahatan yang bertubi-tubi itu memberikan efek yang mendemoralisir/merusak terhadap orde social.
b) Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan ditengah masyarakat.
c) Banyak materi dan energy terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan kriminalitas.
d) Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar masyarakatnya.
Semua ini dapat disebut sebagai disfungsi social dari kejahatan. Selain itu ada juga fungsi social dari kejahatan yang dapat memberikan dampak positif, yaitu:
1) Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yng tengah diteror oleh para penjahat.
2) Muncullah
kemudian tanda-tanda baru, dengan norma-norma susila yang lebih baik,
yang diharapkan mampu mengatur masyarakat dengan cara yang lebih baik
dimasa-masa mendatang.
3) Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan menambah kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan.
[1] Obsesi, obsesio: fikiran yang tidak bisa dilenyapkan, gambaran paksaan, seolah-olah dikejar oleh hantu jahat.
[2] Sadomasokisme = Peranan yang berganti-ganti sebagai laki-laki dan sebagai perempuan diwaktu melakukan relasi seks/sanggama.
[3] Pedofilia (pais, paidos = anak; phileo, philos –cinta)
[4] Transcendent: memanjat keatas, mengatasi realitas indriawi, tidak terhingga, melampaui unsur kebendaan.
[5]
Defekt, defect, defectus = rusak, yidak lengkap, salah, cedera, cacat
kurang. Defisiensi, deficient, deficere = kurang, tidak sempurna, tidak
ada, tidak efisien, rusak.
[6]Pyromania = nafsu yang patologis untuk melakukan pembakaran dimana-mana.
[7] Species; jenis, bagian dari genus (suku, bangsa) dengan sifat-sifat yang sama, dan bisa digolongkan dalam satu nama.
No comments:
Post a Comment