MAKALAH
PRAKTEK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
QURBAN
IDUL ADHA
Disusun oleh
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah agama Islam tentang qurban ini.
Makalah ini mengacu pada kurikulum 2006.
Penyusun
makalah ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif dan penjelasannya yang
ringkas, padat, serta jelas dimaksud untuk membantu mempermudah rekan siswa
dalam menelah bahan Makalah Qurban Idul Adha ini. Makalah ini jauh dari
sempurna. Kami berharap Anda dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Akhir kata Kami ucapkan Terima Kasih
kepada guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ( PAI ) Ibu Dra. Aas Kuswati.
Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Bagi teman-teman yang
membacanya, semoga memberi manfaat dan menambah ilmu dan wawasan.
Cileunyi, 20 Oktober
2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
|
|
|
Hal
|
|
Kata Pengantar ....................................................................
|
i
|
|
|
Daftar Isi
...............................................................................
|
ii
|
|
|
|
|
|
|
BAB I PENDAHULUAN
|
|
|
1.1
|
Latar Belakang .....................................................................
|
1
|
|
1.2
|
Rumusan Masalah
...............................................................
|
1
|
|
1.3
|
Tujuan
..................................................................................
|
2
|
|
|
|
|
|
|
BAB II PEMBAHASAN
|
|
|
2.1
|
Pengertian Qurban
...............................................................
|
3
|
|
2.2
|
Hukum Berqurban
................................................................
|
3-4
|
|
2.3
|
Jenis dan Syarat Hewan Untuk Berqurban ..........................
|
4
|
|
2.4
|
Syarat-Syarat Hewan Qurban
..............................................
|
4
|
|
2.5
|
Syarat dan Waktu Berqurban
...............................................
|
5
|
|
2.6
|
Cara Penyembelihan dan Do’a Berqurban ..........................
|
5-6
|
|
2.7
|
Hikmah Dari Berqurban
.......................................................
|
6
|
|
|
|
|
|
|
BAB III PROGRAM KEGIATAN
|
|
|
3.1
|
Nama dan Tema Kegiatan
...................................................
|
7
|
|
3.2
|
Waktu dan Tempat Kegiatan
...............................................
|
7
|
|
3.3
|
Peserta
...............................................................................
|
7
|
|
3.4
|
Panitia .................................................................................
|
7
|
|
3.5
|
Jumlah Hewan Qurban
.......................................................
|
7
|
|
3.7
|
Pendistribusian
....................................................................
|
7
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV PENUTUP
|
|
|
4.1
|
Kesimpulan .........................................................................
|
8
|
|
4.2
|
Saran
..................................................................................
|
8
|
|
|
|
|
|
|
Daftar Pustaka .....................................................................
|
9
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran
|
|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurban dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang
berarti menyembelih hewan pada pagi hari. Sedangkan menurut istilah, kurban
adalah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu pada hari
raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah).
Perintah menyembelih Kurban
Perintah menyembelih Kurban
Firman Allah SWT:
اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ﴿١﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ﴿٢﴾انﺸﺎﻨﺋﻙﻫﻭاﻻﺒﺗﺭ﴿٣﴾
Artinya: ”Sesungguhnya
kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang
terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Qurban?
2. Apa Hukum Berqurban?
3. Apa dan Bagaimana Jenis dan Syarat Hewan Untuk Berqurban?
4. Apa Syarat-syarat Hewan Qurban?
5. Bagaimana syarat dan waktu berqurban?
6. Bagaimana Cara Penyembelihan dan do’a
berqurban?
7. Apa Hikmah dari berqurban?
1.3 Tujuan
Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk mengingatkan
bahwa kita sebagai siswa juga bisa mengikuti kurban di sekolah, tidak harus
selalu di lingkungan rumah saja. Kita semua mengetahui bahwa kurban
dilaksanakan pada hari raya Idul Adha.
Kegiatan kurban dilaksanakan oleh orang Islam. Kurban
dilaksanakan setelah menunaikan ibadah shalat Idul Adha. Kita juga boleh ikut
menyumbangkan hewan untuk dijadikan kurban.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurban
Kurban
dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti menyembelih hewan pada
pagi hari. Sedangkan menurut istilah, kurban adalah beribadah kepada Allah
dengan cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari
tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah)
Perintah menyembelih
Kurban
Firman Allah SWT:
اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ﴿١﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ﴿٢﴾انﺸﺎﻨﺋﻙﻫﻭاﻻﺒﺗﺭ﴿٣﴾
Artinya: ”Sesungguhnya
kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang
terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)
2.2 Hukum Berkurban
Hukum Berkurban ada 3, yaitu:
- Wajib bagi yang mampu
Kurban wajib bagi yang
mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-Kautsar ayat 1-3:
اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ﴿١﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ﴿٢﴾انﺸﺎﻨﺋﻙﻫﻭاﻻﺒﺗﺭ﴿٣﴾
Artinya: ”Sesungguhnya
kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikan lah shalat
karena Tuhanmu dan berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar 1-3)
- Sunnah
Berdasarkan hadist
Nabi Muhammad SAW menjelaskan:
ﻘﺎﻞاﻤﺭﺖﺒﺎﻠﻧﺣﺭﻮﻫﻭﺴﺑﺔﻠﻛﻡ
Artinya: Nabi SAW
bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih kurban dan kurban itu sunnah bagi
kamu.”
- Sunnah Muakkad
Berdasarkan hadist
riwayat Daruqutni menjelaskan:
ﻜﺗﺏﻋﻝﺍﻠﻧﺣﺭﻮﻠﯾﺱﺒﻭﺍﺠﺏﻋﻟﯾﻛﻡ
Artinya: ”Diwajibkan
melaksanakan kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”(HR. Daruqutni)
2.3 Jenis dan syarat hewan
untuk Kurban
Jenis-jenis binatang yang dapat untuk kurban, syaratnya
adalah:
- Domba : syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
- Kambing : syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
- Sapi atau Kerbau : syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
- Unta : syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.
Sebaiknya berkurban dengan binatang yang mulus dan gemuk
serta tidak cacat, seperti:
- Jelas-jelas sakit
- Sangat kurus
- Sebelah matanya tidak
berfungsi atau keduanya
- Pincang
- Putus telinga
- Putus ekor
- Dst
2.4 Syarat-syarat hewan
Kurban
- Hewan yang dijadikan untuk kurban hendaklah hewan jantan yang sehat, bagus, bersih, tidak ada cacat seperti buta, pincang, sangat kurus, tidak terpotong telinganya sebelah atau ekornya terpotong dan sebagainya.
- Hewan yang dikurban
2.5 Syarat dan waktu
melaksanakan Kurban
1. Orang yang berkurban beragama Islam
2. Dilaksanakan pada bulan Zulhijah
Waktu penyembelihan
kurban pada tanggal 10 Zulhijah setelah shalat hari raya Idul Adha, dilanjutkan
pada hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan tanggal 13 Zulhijah sampai terbenam
matahari.
2.6 Cara penyembelihan dan
do`a berkurban
- Cara menyembelih sama dengan penyembelihan yang disyaratkan Islam, yakni penyembelih harus orang Islam (khusus kurban, sunnah penyembelih adalah yang berkurban sendiri, jika diwakilkan disunatkan hadiri pada waktu penyembelihannya)
- Alat untuk menyembelih harus benda tajam. Tidak boleh menggunakan gigi, kuku dan tulang.
- Memotong 2 urat yang ada di kiri-kanan leher agar lekas matinya, tetapi jangan sampai putus lehernya (makruh).
- Binatang yang disembelih hendaklah digulingkan ke sebelah kiri tulang rusuknya agar mudah saat penyembelihan.
- Hewan yang disembelih disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat.
- Orang yang menyembelih disunatkan membaca:
1. Basmalah:
Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.”
2. Shalawat:
Artinya: ”Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan
kami Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Muhammad.”
3. Takbir
Artinya: ”Allah Maha Besar.”
4. Do`a:
ﺒﺳﻡﺍﷲﺍﻠﺭﺤﻣﻥﺍﻠﺭﺤﯾﻡﺍﻠﻟﻬﻡﻫﺫﻩﻤﻧﻙﻔﺗﻗﺑﻝﻤﻧﯼﺍﻨﻙﺍﻨﺕﺍﺮﺤﻡﺍﻠﺭﺤﻣﯾﻥ
Artinya: ”Ya Allah, kurban ini adalah nikmat dari Engkau
dan aku berdekat diri kepada Engkau. Oleh karena itu, terimalah kurbanku! Wahai
Zat Yang Maha Pemurah. Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
2.7
Hikmah dari Kurban
1.
Menambah cintanya
kepada Allah SWT
- Akan menambah keimanannya kepada Allah SWT
- Dengan berkurban, berarti seseorang telah bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan pada dirinya.
- Dengan berkurban, berarti seseorang telah berbakti kepada orang lain, dimana tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas dan toleransi memang dianjurkan oleh agama Islam.
BAB III
PROGRAM
KEGIATAN
3.1 Nama dan Tema Kegiatan
Nama Kegiatan
|
:
|
Qurban Idul Adha 2013
|
Tema Kegiatan
|
:
|
Menerapkan nilai religius dan ketakwaan sebagai budaya SMA Negeri 1
Cileunyi
|
3.2 Waktu dan Tempat Kegiatan
Hari / Tanggal
|
:
|
Selasa, 15 Oktober 2013
|
Waktu
|
:
|
09.00 – 16.45
|
Tempat
|
:
|
SMA Negeri 1 Cileunyi
|
3.3 Peserta
Kelas X
|
:
|
90 orang (
termasuk panitia )
|
Kelas XI
|
:
|
150 orang (
termasuk panitia )
|
Kelas XII
|
:
|
30 orang
|
3.4 Panitia
OSIS
|
:
|
Kelas X ( 25 Orang )
Kelas XI ( 24 Orang ) |
Karisma
|
:
|
Kelas X ( 28 Orang )
Kelas X ( 20 Orang ) |
3.5 Jumlah Hewan Qurban
Sapi
|
:
|
1 ekor ( 250 kg )
|
Domba
|
:
|
1 ekor (186 kg )
|
3.6 Pendistribusian
Pembagian daging qurban yang
dihasilkan dari infaq para murid SMA Negeri 1 Cileunyi diberikan kepada warga
sekitar sekolah yaitu meliputi 2 RW dan 14 RT.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kurban adalah suatu praktik yang banyak ditemukan dalam
berbagai agama di dunia, yang biasanya dilakukan sebagai tanda kesediaan si
pemeluknya untuk menyerahkan sesuatu kepadaTuhannya. Mayoritas ulama dari
kalangan sahabat,tabi’in, tabiut tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan
bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada seorangpun
yang menyatakanwajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan:
“Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.
4.2 Saran
o Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan
sembelihan dengancara halal tanpa berutang.
o Kurban hendaknya binatang ternak, seperti unta, sapi,
kambing, atau biri-biri.
o Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak
buta, tidak pincang, tidak sakit, dan
kuping serta ekor harus utuh.
DAFTAR PUSTAKA
1.
|
Berdasarkan
hasil observasi langsung saat acara penyembelihan hewan qurban di SMA Negeri
1 Cileunyi.
|
2.
|
|
3.
|
|
4.
|
|
5.
|
|
6.
|
|
7.
|
|
Lampiran 1
TATA
CARA BERQURBAN HEWAN DI BULAN HAJI
Tata
Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji wajib kita ketahui sebelum kita melakukannya. Hal ini
penting karena dalam Islam, sebagai seorang muslim kita diwajibkan melaksanakan
syari’at atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan ibadah sesuai
aturan yang ada dan dengan dasar yang jelas.
Hewan
yang kita kurbankan disebuat udlhiyyah atau tadlhiyyah (berqurban atau
melakukan qurban). Menurut Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji, hewan –
hewan yang bisa digunakan untuk udlhiyyah atau tadlhiyyah adalah :
- Domba (dlo’nu), apabila sudah berumur lebih satu tahun sempurna dan memasuki tahun yang kedua.
- Kambing atau wedus kacang/ jenis kecil (ma’zu), apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga.
- Sapi putih atau Bali, apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga.
Didalam
Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji, hewan – hewan kurban di isitilahkan
sebagai tunggangan kita atau penolong kita di akhirat, itu artinya hewan
seperti kambing dan domba hanya untuk satu orang tetapi untuk sapi atau onta
dapat mencukupi tujuh orang dimana orang-orang tersebut bisa satu keluarga
ataupun patungan dengan orang lain.
Hewan – Hewan yang
tidak sah untuk dikorbankan menurut Tata Cara Berkurban Hewan di Bulan Haji :
- Hewan yang buta salah satu matanya
- Hewan yang pincang salah satu kakinya, walaupun pincangnya itu terjadi ketika akan disembelih, yaitu ketika dirubuhkan dan ia bergerak dengan sangat kuat.
- Hewan yang sakit.
- Seperti sakit yang tampak jelas yang menyebabkan kurus dan dagingnya rusak.
- Hewan yang sangat kurus hingga menyebabkan hilang akalnya.
- Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya.
- Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya.
Ditegaskan oleh Ibnu
Qayim, bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah atau pun sahabat untuk penyembelihan
Qurban, haji, aqiqah, akikah, kecuali dari hewan ternak Jadi
tidak sah berQurban dengan 100 ekor ayam, bebek, dan sebagainya
namum tidak ada perbedaan antara sapi dengan kerbau, karena hakikatnya sama, yang
jelas sapi atau kerbau tersebut telah Memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Umur hewan ternak yang boleh dijadikan hewan Qurban adalah :
Umur hewan ternak yang boleh dijadikan hewan Qurban adalah :
- Unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6
- Sapi minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3
- Kambing jenis Domba atau Biri-biri diperbolehkan umur minimal 6 bulan bagi yang sulit mendapatkan yang umur 1 tahun.
- Sedangkan bagi kambing biasa yang bukan jenis Domba atau Biri-biri, misalkan Kambing Sulawesi, maka minimal umur 1 tahun.
Syarat-syarat
sah pemilihan hewan Qurban
Adalah :
- Kondisi fisik atau badanya tidak cacat
- Berbadan sehat walafiat tidak sakit
- Kaki sehat tidak pincang
- Mata sehat tidak buta sebelah atau keduanya
- Badannya tidak kurus kering tidak berlemak bersumsum
- Tidak sedang hamil atau habis melahirkan anak
Waktu
yang baik untuk menyembelih hewan kurban adalah :
- Awal waktu menyembelih adalah setelah sholat Idul Adha.
- Akhir waktu menyembelih terdapat dua pendapat dari kalangan ulama.
- Pendapat pertama ketika matahari terbenam pada tanggal 12 Dzulhijah.
- Pendapat kedua ketika matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijah.
Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum dan adab seputar penyembelihan hewan, baik itu qurban ataupun yang lain.
I. Hewan sembelihan
dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut:
a. Membaca basmalah
tatkala hendak menyembelih hewan. Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa
gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu). Bila dia sengaja
atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih,
maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan. Ini adalah pendapat
yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada. Dasarnya adalah keumuman firman
Allah :
“Dan
janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya.”
(Al-An’am: 121)
Syarat ini juga
berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Dasarnya adalah hadits Anas z riwayat
Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi berqurban dengan dua kambing
kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk:
وَيُسَمِّي
وَيُكَبِّرُ
“Beliau
membaca basmalah dan bertakbir.”
b. Yang menyembelih
adalah orang yang berakal. Adapun orang gila tidak sah sembelihannya
walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan
dia termasuk yang diangkat pena takdir darinya.
c. Yang menyembelih
harus muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani). Untuk muslim,
permasalahannya sudah jelas. Adapun ahli kitab, dasarnya adalah firman Allah :
“Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.” (Al-Ma`idah: 5)
Dan yang dimaksud
‘makanan’ ahli kitab dalam ayat ini adalah sembelihan mereka, sebagaimana
penafsiran sebagian salaf.
Pendapat yang rajih
menurut mayoritas ulama, sembelihan ahli kitab dipersyaratkan harus sesuai
dengan tata cara Islam.
Sebagian ulama
menyatakan, terkhusus hewan qurban, tidak boleh disembelih oleh ahli kitab atau
diwakilkan kepada ahli kitab. Sebab qurban adalah amalan ibadah untuk taqarrub
kepada Allah ,
maka tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang muslim. Wallahu a’lam.
d. Terpancarnya
darah
Dan ini akan terwujud
dengan dua ketentuan:
1. Alatnya tajam,
terbuat dari besi atau batu tajam. Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi.
Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih.
Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij ,
dari Nabi , beliau bersabda:
مَا
أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ
وَالظُّفْرَ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفْرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Segala
sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah.
Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi, itu adalah tulang. Adapun kuku
adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no.
1968)
Juga perintah
Rasulullah kepada Aisyah
ketika hendak menyembelih hewan qurban:
يَا
عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ: اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ
“Wahai
Aisyah, ambilkanlah alat sembelih.” Kemudian beliau berkata lagi: “Asahlah alat itu dengan
batu.” (HR. Muslim no. 1967)
2.
Dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang
meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus
disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat
tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut.
Faedah
Pada bagian leher
hewan ada 4 hal:
1-2. Al-Wadjan, yaitu
dua urat tebal yang meliputi tenggorokan
3. Al-Hulqum yaitu
tempat pernafasan.
4. Al-Mari`, yaitu
tempat makanan dan minuman.
Rincian hukumnya terkait dengan penyembelihan adalah:
- Bila terputus semua
maka itu lebih afdhal.
- Bila terputus
al-wadjan dan al-hulqum maka sah.
- Bila terputus
al-wadjan dan al-mari` maka sah.
- Bila terputus
al-wadjan saja maka sah.
- Bila terputus
al-hulqum dan al-mari`, terjadi perbedaan pendapat. Yang rajih adalah tidak
sah.
- Bila terputus
al-hulqum saja maka tidak sah.
- Bila terputus
al-mari` saja maka tidak sah.
- Bila terputus salah
satu dari al-wadjan saja, maka tidak sah. (Syarh Bulugh, 6/52-53)
II. Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada
rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih
menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan.
Diriwayatkan dari Anas
bin Malik ,
tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah :
وَيَضَعُ
رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
“Dan
beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no.
1966)
Juga hadits Aisyah :
فَأَضْجَعَهُ
ثُمَّ ذَبَحَهُ
“Lalu
beliau rebahkan kambing tersebut kemudian menyembelihnya.”
III. Disunnahkan bertakbir ketika hendak menyembelih
qurban, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas
di atas, dan diucapkan setelah basmalah.
IV. Bila dia mengucapkan:
بِسْمِكَ
اللَّهُمَّ أَذْبَحُ
“Dengan
nama-Mu ya Allah, aku menyembelih”, maka sah, karena sama dengan basmalah.
V. Bila dia menyebut nama-nama Allah
selain Allah, maka hukumnya dirinci
a. Bila nama tersebut
khusus bagi Allah
dan tidak boleh untuk makhluk, seperti Ar-Rahman, Al-Hayyul Qayyum, Al-Khaliq,
Ar-Razzaq, maka sah.
b. Bila nama tersebut
juga bisa dipakai oleh makhluk, seperti Al-‘Aziz, Ar-Rahim, Ar-Ra`uf, maka
tidak sah.
VI. Tidak disyariatkan bershalawat kepada Nabi ketika menyembelih, sebab tidak ada perintah dan contohnya
dari beliau
maupun para sahabatnya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/408)
VII. Berwudhu sebelum menyembelih qurban adalah kebid’ahan,
sebab tidak ada contohnya dari Rasulullah dan salaf.
Namun bila hal
tersebut terjadi, maka sembelihannya sah dan halal dimakan, selama terpenuhi
ketentuan-ketentuan di atas.
VIII. Diperbolehkan berdoa kepada Allah
agar sembelihannya diterima oleh-Nya. Sebagaimana tindakan Rasulullah , beliau berdoa:
اللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Ya
Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat
Muhammad.”
(HR. Muslim no. 1967, dari Aisyah )
IX. Tidak diperbolehkan melafadzkan niat, sebab tempatnya
di dalam hati menurut kesepakatan ulama. Namun dia boleh mengucapkan:
اللَّهُمَّ
هَذَا عَنْ فُلَانِ
“Ya
Allah, sembelihan ini dari Fulan.”
Dan ucapan tersebut
tidak termasuk melafadzkan niat.
X. Yang afdhal adalah men-dzabh (menyembelih) sapi dan
kambing.
Adapun unta maka yang afdhal adalah dengan nahr, yaitu disembelih dalam keadaan
berdiri dan terikat tangan unta yang sebelah kiri, lalu ditusuk di bagian
wahdah antara pangkal leher dan dada.
Diriwayatkan dari
Ziyad bin Jubair, dia berkata: Saya pernah melihat Ibnu ‘Umar
mendatangi seseorang yang menambatkan untanya untuk disembelih dalam keadaan
menderum. Beliau
berkata:
ابْعَثْهَا
قِيَامًا مُقَيَّدَةً، سُنَّةُ مُحَمَّدٍ
“Bangkitkan
untamu dalam keadaan berdiri dan terikat, (ini) adalah Sunnah Muhammad .”
(HR. Al-Bukhari no. 1713 dan Muslim no. 1320/358)
Bila terjadi
sebaliknya, yakni me-nahr kambing dan sapi serta men-dzabh unta, maka sah dan
halal dimakan menurut pendapat jumhur. Sebab tidak keluar dari tempat
penyembelihannya.
XI. Tidak disyaratkan menghadapkan hewan ke kiblat, sebab haditsnya mengandung kelemahan.
Dalam sanadnya ada
perawi yang bernama Abu ‘Ayyasy Al-Mu’afiri, dia majhul. Haditsnya diriwayatkan
oleh Abu Dawud (no. 2795) dan Ibnu Majah (no. 3121).
XII. Termasuk kebid’ahan adalah melumuri jidat dengan darah hewan qurban setelah selesai penyembelihan,
karena tidak ada contohnya dari Nabi dan para salaf. (Fatwa
Al-Lajnah, 11/432-433, no. fatwa 6667)
“HUKUM-HUKUM SEPUTAR QURBAN”
Berikut ini akan
disebutkan beberapa hukum secara umum yang terkait dengan hewan qurban, untuk
melengkapi pembahasan sebelumnya:
1) Menurut pendapat
yang rajih, hewan qurban dinyatakan resmi (ta’yin) sebagai أُضْحِيَّةٌ dengan
dua hal:
a. dengan ucapan:
هَذِهِ أُضْحِيَّةٌ (Hewan ini adalah hewan qurban)
b. dengan tindakan,
dan ini dengan dua cara:
1. Taqlid yaitu
diikatnya sandal/sepatu hewan, potongan-potongan qirbah (tempat air yang
menggantung), pakaian lusuh dan yang semisalnya pada leher hewan. Ini berlaku
untuk unta, sapi dan kambing.
2. Isy’ar yaitu
disobeknya punuk unta/sapi sehingga darahnya mengalir pada rambutnya. Ini hanya
berlaku untuk unta dan sapi saja.
Diriwayatkan dari
‘Aisyah ,
dia berkata:
فَتَلْتُ
قَلَائِدَ بُدْنِ رَسُولِ اللهِ n بِيَدَيَّ ثُمَّ أَشْعَرَهَا وَقَلَّدَهَا
“Aku
memintal ikatan-ikatan unta-unta Rasulullah dengan kedua tanganku. Lalu beliau
isy’ar dan men-taqlid-nya.”
(HR. Al-Bukhari no. 1699 dan Muslim no. 1321/362)
Kedua tindakan ini
khusus pada hewan hadyu, sedangkan qurban cukup dengan ucapan. Adapun
semata-mata membelinya atau hanya meniatkan tanpa adanya lafadz, maka belum
dinyatakan (ta’yin) sebagai hewan qurban. Berikut ini akan disebutkan beberapa
hukum bila hewan tersebut telah di-ta’yin sebagai hewan qurban:
2) Diperbolehkan
menunggangi hewan tersebut bila diperlukan atau tanpa keperluan, selama tidak
memudaratkannya.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ,
dia berkata: Rasulullah melihat seseorang menuntun unta
(qurban/hadyu) maka beliau bersabda:
ارْكَبْهَا
“Tunggangi
unta itu.”
(HR. Al-Bukhari no. 1689 dan Muslim no. 1322/3717)
Juga datang dari Anas
bin Malik
(Al-Bukhari no. 1690 dan Muslim no. 1323) dan Jabir bin
Abdillah
(HR. Muslim no. 1324). Lafadz hadits Jabir
sebagai berikut:
ارْكَبْهَا
بِالْـمَعْرُوفِ إِذَا أُلْـجِئْتَ إِلَيْهَا حَتَّى تَجِدَ ظَهْرًا
“Naikilah
unta itu dengan cara yang baik bila engkau membutuhkannya hingga engkau
mendapatkan tunggangan (lain).”
3) Diperbolehkan
mengambil kemanfaatan dari hewan tersebut sebelum/setelah disembelih selain
menungganginya, seperti:
a. mencukur bulu hewan
tersebut, bila hal tersebut lebih bermanfaat bagi sang hewan. Misal: bulunya
terlalu tebal atau di badannya ada luka.
b. Meminum susunya,
dengan ketentuan tidak memudaratkan hewan tersebut dan susu itu kelebihan dari
kebutuhan anak sang hewan.
c. Memanfaatkan segala
sesuatu yang ada di badan sang hewan, seperti tali kekang dan pelana.
d. Memanfaatkan
kulitnya untuk alas duduk atau alas shalat setelah disamak.
Dan berbagai sisi
kemanfaatan yang lainnya. Dasarnya adalah keumuman firman Allah :
“Dan
telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (Al-Hajj: 36)
4) Tidak diperbolehkan
menjual hewan tersebut atau menghibahkannya kecuali bila ingin menggantinya
dengan hewan yang lebih baik. Begitu pula tidak boleh menyedekahkannya kecuali
setelah disembelih pada waktunya, lalu menyedekahkan dagingnya.
5) Tidak diperbolehkan
menjual kulit hewan tersebut atau apapun yang ada padanya, namun untuk
dishadaqahkan atau dimanfaatkan.
6) Tidak diperbolehkan
memberikan upah dari hewan tersebut apapun bentuknya kepada tukang sembelih.
Namun bila diberi dalam bentuk uang atau sebagian dari hewan tersebut sebagai
shadaqah atau hadiah bukan sebagai upah, maka diperbolehkan.
Dalil dari beberapa
perkara di atas adalah hadits Ali bin Abi Tahlib ,
dia berkata:
أَمَرَنِي
رَسُولُ اللهِ n أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أُقَسِّمَ لُـحُومَهَا
وَجُلُودَهَا وَجِلَالـَهَا عَلَى الْـمَسَاكِينِ وَلَا أُعْطِي فِي جَزَارَتِهَا
شَيْئًا مِنْهَا
“Nabi
memerintahkan aku untuk menangani (penyembelihan) unta-untanya, membagikan
dagingnya, kulit, dan perangkatnya kepada orang-orang miskin dan tidak
memberikan sesuatu pun darinya sebagai (upah) penyembelihannya.” (HR. Al-Bukhari no. 1717 dan 1317)
7) Bila terjadi cacat
pada hewan tersebut setelah di-ta’yin (diresmikan sebagai hewan qurban) maka
dirinci:
- Bila cacatnya
membuat hewan tersebut tidak sah, maka disembelih sebagai shadaqah bukan
sebagai qurban yang syar’i.
- Bila cacatnya ringan
maka tidak ada masalah.
- Bila cacatnya
terjadi akibat (perbuatan) sang pemilik maka dia harus mengganti yang semisal
atau yang lebih baik
- Bila cacatnya bukan
karena kesalahan sang pemilik, maka tidak ada kewajiban mengganti, sebab hukum
asal berqurban adalah sunnah.
8) Bila hewan tersebut
hilang atau lari dan tidak ditemukan, atau dicuri, maka tidak ada kewajiban
apa-apa atas sang pemilik. Kecuali bila hal itu terjadi karena kesalahannya
maka dia harus menggantinya.
9) Bila hewan yang
lari atau yang hilang tersebut ditemukan, padahal sang pemilik sudah membeli
gantinya dan menyembelihnya, maka cukup bagi dia hewan ganti tersebut sebagi
qurban. Sedangkan hewan yang ketemu tersebut tidak boleh dijual namun
disembelih, sebab hewan tersebut telah di-ta’yin.
10) Bila hewan
tersebut mengandung janin, maka cukup bagi dia menyembelih ibunya untuk
menghalalkannya dan janinnya. Namun bila hewan tersebut telah melahirkan
sebelum disembelih, maka dia sembelih ibu dan janinnya sebagai qurban. Dalilnya
adalah hadits:
ذَكَاةُ
الْجَنِينِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Sembelihan
janin (cukup) dengan sembelihan ibunya.”
Hadits ini datang dari
banyak sahabat, lihat perinciannya dalam Irwa`ul Ghalil (8/172, no.
2539) dan Asy-Syaikh Al-Albani
men-shahih-kannya.
11) Adapun bila hewan
tersebut belum di-ta’yin maka diperbolehkan baginya untuk menjualnya,
menghibahkannya, menyedekahkannya, atau menyembelihnya untuk diambil daging dan
lainnya, layaknya hewan biasa.
“HUKUM-HUKUM DAN ADAB-ADAB YANG TERKAIT DENGAN ORANG YANG
BERQURBAN”
1. Syariat berqurban
adalah umum, mencakup lelaki, wanita, yang telah berkeluarga, lajang dari
kalangan kaum muslimin, karena dalil-dalil yang ada adalah umum.
2. Diperbolehkan
berqurban dari harta anak yatim bila secara kebiasaan mereka menghendakinya.
Artinya, bila tidak disembelihkan qurban, mereka akan bersedih tidak bisa makan
daging qurban sebagaimana anak-anak sebayanya. (Asy-Syarhul Mumti’,
3/427)
3. Diperbolehkan bagi
seseorang berhutang untuk berqurban bila dia mampu untuk membayarnya. Sebab
berqurban adalah sunnah dan upaya menghidupkan syi’ar Islam. (Syarh Bulugh,
6/84, bagian catatan kaki)
Al-Lajnah Ad-Da`imah
juga mempunyai fatwa tentang diperbolehkannya menyembelih qurban walaupun belum
dibayar harganya. (Fatawa Al-Lajnah, 11/411 no. fatwa 11698)
4. Dipersyaratkan
hewan tersebut adalah miliknya dengan cara membeli atau yang lainnya. Adapun
bila hewan tersebut hasil curian atau ghashab lalu dia sembelih sebagai
qurbannya, maka tidak sah.
إِنَّ
اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا
“Sesungguhnya
Allah itu Dzat yang baik tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no. 1015 dari Abu Hurairah )
Begitu pula bila dia
menyembelih hewan orang lain untuk dirinya, seperti hewan gadaian, maka tidak
sah.
5. Bila dia mati
setelah men-ta’yin hewan qurbannya, maka hewan tersebut tidak boleh dijual
untuk menutupi hutangnya. Namun hewan tersebut tetap disembelih oleh ahli
warisnya.
6. Disunnahkan baginya
untuk menyembelih qurban dengan tangannya sendiri dan diperbolehkan bagi dia
untuk mewakilkannya. Keduanya pernah dikerjakan Rasulullah sebagaimana hadits:
ذَبَحَهُمَا
بِيَدِهِ
“Rasulullah
menyembelih kedua (kambing tersebut) dengan tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no.
1966)
Juga hadits ‘Ali bin
Abi Thalib
yang telah lewat, di mana beliau diperintah oleh Rasulullah untuk menangani unta-untanya.
7. Disyariatkan bagi
orang yang berqurban bila telah masuk bulan Dzulhijjah untuk tidak mengambil
rambut dan kukunya hingga hewan qurbannya disembelih.
Diriwayatkan dari Ummu
Salamah ,
dia berkata: Rasulullah bersabda:
إِذَا
دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ
شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ
“Apabila
telah masuk 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang kalian hendak
berqurban, maka janganlah dia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga
dia menyembelih qurbannya.”
(HR. Muslim no. 1977)
Dalam lafadz lain:
وَلَا
بَشَرَتِهِ
“Tidak
pula kulitnya.”
Larangan dalam hadits
ini ditujukan kepada pihak yang berqurban, bukan pada hewannya. Sebab mengambil
bulu hewan tersebut untuk kemanfaatannya diperbolehkan sebagaimana telah
dipaparkan sebelumnya.
Juga, dhamir (kata
ganti) هِ pada hadits di atas kembali kepada orang yang hendak berqurban.
Larangan dalam hadits ini ditujukan khusus untuk orang yang berqurban. Adapun
keluarganya atau pihak yang disertakan, tidak mengapa mengambil kulit, rambut
dan kukunya. Sebab, yang disebut dalam hadits ini adalah yang berqurban saja.
- Bila dia mengambil
kulit, kuku, atau rambutnya sebelum hewannya disembelih, maka qurbannya sah,
namun berdosa bila dia lakukan dengan sengaja. Tetapi bila dia lupa atau tidak
sengaja maka tidak mengapa.
- Bila dia baru mampu
berqurban di pertengahan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka keharaman ini berlaku
saat dia niat dan ta’yin qurbannya.
- Orang yang mewakili
penyembelihan hewan qurban orang lain, tidak terkena larangan di atas.
- Larangan di atas
dikecualikan bila terjadi sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kulit, kuku,
atau rambutnya.
Wallahu a’lam
bish-shawab.
8. Disyariatkan untuk
memakan sebagian dari hewan qurban tersebut. Dalilnya adalah firman Allah :
“Maka
makanlah sebagian darinya.” (Al-Hajj:
28)
Juga tindakan
Rasulullah yang memakan sebagian dari hewan
qurbannya.
9. Diperbolehkan
menyimpan daging qurban tersebut walau lebih dari tiga hari. Beliau bersabda:
كُنْتُ
نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا
مَا بَدَا لَكُمْ
“Dahulu
aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang)
tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR. Muslim no. 1977 dari Buraidah )
10. Disyariatkan untuk
menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin. Allah
berfirman:
“Berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj: 28)
Juga firman-Nya:
“Beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta)
dan orang yang meminta.” (Al-Hajj:
36)
Yang dimaksud dengan
الْبَائِسَ الْفَقِيرَ adalah orang faqir yang menjaga kehormatan dirinya tidak
mengemis padahal dia sangat butuh. Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid.
Adapun yang dimaksud
dengan الْقَانِعَ adalah orang yang meminta-minta daging qurban. Sedangkan
الْـمُعْتَرَّ adalah orang yang tidak meminta-minta daging, namun
dia mengharapkannya. Demikian penjelasan Ibnu Jarir Ath-Thabari .
11. Diperbolehkan
memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk
menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin.
12. Diperbolehkan
memberikan sebagian dagingnya kepada orang kafir sebagai hadiah dan upaya
melembutkan hati. Sebab qurban adalah seperti shadaqah sunnah yang dapat
diberikan kepada orang kafir. Adapun shadaqah wajib seperti zakat, maka tidak
boleh diberikan kepada orang kafir.
Dan yang dimaksud
dengan kafir disini adalah selain kafir harbi. Al-Lajnah Ad-Da`imah
mengeluarkan fatwa tentang hal ini (11/424-425, no. 1997).
13. Diperbolehkan
membagikan daging qurban dalam keadaan mentah ataupun masak. Diperbolehkan pula
mematahkan tulang hewan tersebut.
No comments:
Post a Comment