BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang masalah
Agama
Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan
membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan
aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah kita akan menjadi orang
yang beruntung.Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah
satunya, yang merupakan rukun iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang
baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam
mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.
Dalam
mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah,
dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak
keluarga dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan
rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi tentang haji dan umrah?
C. Tujuan
penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan saya dalam
materi INDONESIA dan memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) dari dosen
pengampu yaitu IBU INDRYA MULYANINGSIH, M.pd.
BAB II
PEMBAHASAN
HAJI DAN UMRAH
A. PENGERTIAN HAJI DAN UMRAH
Asal
mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah “al-qashdu”
atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminology)
berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal
ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu
pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari
ridho Allah.
Adapun
umrah menurut bahasa bermakna ‘ziarah’. Sedangkan menurut syara’ umrah ialah
menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’i antara Shafa dan
Marwah dan mencukur atau menggunting rambut dengan cara tertentu dan dapat
dilaksanakan setiap waktu.
Allah
SWT telah menjadikan baitullah suatu tempat yang dituju manusia pada setiap
tahun.
Allah
SWT berfirman :
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً
لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
"Dan (ingatlah),
ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan
telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang thawaf, yang i´tikaf, yang ruku´ dan yang sujud".
(Al-baqarah :125)
Baitullah
adalah suatu tempat yang didatangi manusia pada setiap tahun. Lazimnya mereka
yang sudah pernah mengunjungi Baitullah, timbul keinginannya untuk kembali lagi
yang kedua kalinya.
Maka
makna Hajjul baiti menurut syara’ ialah : mengunjungi baitullah dengan
sifat yang tertentu, di waktu yang tertentu, disertai dengan
perbuatan-perbuatan yang tertentu pula.
Para
ulama telah mengkhususkan kalimat haji untuk mengunjungi ka’bah, untuk
menyelesaikan manasik haji. (Pedoman Haji. 1998 : 2)
B. TUJUAN
HAJI DAN UMRAH
Al-baqarah 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
″Mereka
bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung″. (Al-baqarah : 189)
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"Padanya
terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim barangsiapa
memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". (Al-imran : 97)
C. DASAR HUKUM PERINTAH HAJI DAN UMRAH
Seperti
di ketahui, dalam setiap aktivitas ibadah, ada hal-hal yang bersifat fardhu,
wajib, sunnah, dan makruh, di samping ada juga mubah (boleh-boleh saja di
kerjakan) dan haram.
Dalam
ibadah haji, fardhu adalah sesuatu yang apabila tidak dikerjakan sesuai
ketentuannya, maka ibadah haji tidak sah ; seperti tidak melakukan wukuf di
‘Arafah.
Wajib
dalam ibadah haji atau umrah adalah sesuatu yang jika diabaikan secara
keseluruhan, atau tidak memenuhi syaratnya maka haji atau umrah tetap sah,
tetapi orang yang bersangkutan harus melaksanakan sanksi yang telah ditetapkan.
Misalnya, kewajiban melempar jumroh, bila ia diabaikan, maka ia harus diganti
dengan membayar dam (denda).
Sesuatu
yang sunnah bila dilakukan, atau sesuatu yang makruh, jika ditinggalkan dapat
mendukung kesempurnaan ibadah haji dan umrah. Sedang sesuatu yang mubah, tidak
berdampak apa pun terhadap ibadah. (Mizan. 2000 : 157-158)
D. SYARAT,
RUKUN DAN WAJIB HAJI DAN UMRAH
1. Syarat-Syarat Melakukan Haji
Adapun
syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji dan umrah adalah :
a) Islam
b) Baligh
(dewasa)
c) Aqil
(berakal sehat
d) Merdeka
e) Mampu
(Istitha’ah)
a)
Islam
Beragama
Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan
umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umrah. Demikian
pula orang yang murtad.
b)
Baligh
Anak
kecil tidak wajib haji dan umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW “Kalam
dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur
sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh”.
c)
Berakal
Orang
yang tidak berakal, seperti orang gila, orang tolol juga tidak wajib haji.
d) Merdeka
d) Merdeka
f) Budak
tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang
dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu.
Disamping itu budak itu termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu
dan lain-lain.
e)
Mampu (Istitha’ah) : Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal
kendaraan, bekal, pengongkosan, dan keamanan di dalam perjalanan.
Pengertiana
mampu itu ada 2 macam :
1. Mampu
mengerjakan haji dengan sendirinya, dengan beberapa syarat sebagai berikut :
a. Mempunyai
bekal yang cukup untuk pergi ke mekah dan kembalinya.
b. Ada
kendaraan yang pantas dengan keadaannya, baik kepunyaan sendiri ataupun dengan
jalan menyewa.
c. Aman
perjalanannya. Artinya dimasa itu biasanya orang-orang yang melalui jalan itu
selamat sentosa.
d. Syarat
wajib haji bagi perempuan, hendaklah ia berjalan bersama-sama dengan mahramnya,
bersama-sama dengan suaminya, atau bersama-sama dengan perempuan yang
dipercayai. (Fiqih Islam. 2001 : 204-205)
Demikian
pula kesehatan badan tentu saja bagi mereka yang dekat dengan makkah dan
tempat-tempat sekitarnya yang bersangkut paut dengan ibadah haji dan umrah,
masalah kendaraan tidak menjadi soal. Dengan berjalan kaki pun bisa dilakukan. Pengertian
mampu, istitha’ah atau juga as-sabil (jalan, perjalanan), luas sekali, mencakup
juga kemampuan untuk duduk di atas kendaraan, adanya minyak atau bahan bakar
untuk kendaraan.
Di
dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan
sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan
(as-sabil, mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab :
Yaitu bekal dan kendaraan.
Sedangkan
yang dimaksud bekal dalam Fat-Hul Qorib disebutkan : Dan diisyaratkan tentang
bekal untuk pergi haji (sarana dan prasarananya) hal mana telah tersebut di
atas tadi, hendaklah sudah (cukup) melebihi dari (untuk membayar) hutangnya,
dan dari (anggaran) pembiayaan orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi
tanggung jawab orang yang hendak pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya
dan (hingga sampai) sekembalinya (di tanah airnya). Dan juga diisyaratkan harus
melebihi dari (biaya pengadaan) rumah tempat tinggalnya yang layak buat
dirinya, dan (juga) melebihi dari (biaya pengadaan) seorang budak yang layak
buat dirinya (baik rumah, dan budak disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh
orang tersebut). (Fath-Hul Qarib, 1991 : 30)
2.
Rukun-rukun Ibadah Haji dan Umrah
Rukun
haji dan umrah merupakan ketentuan-ketentuan/perbuatan-perbuatan yang wajib
dikerjakan dalam ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah
satunya, ibadah haji atau umrahnya itu tidak sah. Adapun rukun-rukun haji dan
umrah itu adalah sebagai berikut :
a) Ihram
b) Wukuf
di arafah
c) Thawaf
d) Sa’i
e) Bercukur
f) Tertib
a)
Ihram
Melaksanakan ihram disertai dengan niat
ibadah haji dengan memakai pakaian ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri dari
dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak bersambung semacam sarung.
Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai lainnya untuk kain
panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram untuk
kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa
(pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.
b)
Wukuf di Padang Arafah
Yakni
menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (ke arah Barat) jatuh pada hari
ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni
tanggal 10 dzulhijjah.
c)
Thawaf
Yang
dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari
tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat,
dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).
(kumpulanmakalahpai haji)
Macam-macam
Thawaf
1. Thawaf Qudum : yakni thawaf yang
dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
2.
Thawaf Tamattu’ : yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf
sunnah)
3. Thawaf Wada’ : yakni thawaf yang
dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4. Thawaf Ifadhah (thawaf rukun) : yakni
thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadhah
merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.
5. Thawaf nazar.
6. Thawaf sunnat. (Tawaf, wikipedia.org)
d)
Sa’i antara Shafa dan Marwah
Sai
adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai dari bukit Shafa dan berakhir
di bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400 meter.Sai dilakukan untuk
melestarikan pengalaman Hajar, ibunda nabi Ismail yang mondar-mandir saat ia
mencari air untuk dirinya dan putranya, karena usaha dan tawakalnya kepada
Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa mengalirnya mata air zam-zam.
Dalam
sa’i harus diperhatikan ketentuan-ketentuan berikut :
a. Sa’i
mesti dilakukan setelah melakukan thawaf, sebagaimnana yang dicontohkan Nabi.
b. Tartib,
dimulai dari shafa. Jabir meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, ‟Kita mulai dari
tempat yang Allah memulai dengan-Nya, dan beliau memulai dari shafa hingga
selesai dari sa’inya di Marwah.”
c. Sa’i
mesti dilakukan tujuh kali dengan ketentuan bahwa perjalanan dari shafa ke
Marwah dihitung satu kali, dan berikutnya dari Marwah ke shafa pun demikian.
(Materi Pendidikan Agama Islam, 2001 : 105)
e) Tahallul
Tahallul adalah
menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena
sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai
atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)
f)Tertib Berurutan
Sedangkan Rukun dalam
umrah sama dengan haji yang membedakan adalah dalam umrah tidak terdapat wukuf.
3. Wajib Haji dan Umrah
Wajib haji dan umrah adalah
ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah tetapi
jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah namun harus mambayar dam atau
denda.
Adapun
Wajib-wajib haji adalah
a)
Ihram dari miqat
Dalam melaksanakan ihram ada
ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu
harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram
tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi
ibadah haji dan atau umrah.
Macam-macam
miqat menurut Fah-hul Qarib
1.
Miqat zamani (batas
waktu)
pada konteks (yang berkaitan) untuk
memulai niat ibadah haji,adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari
bulan dzilhijjah (hingga sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani)
pada konteks untuk niat melaksanakan “Umrah” maka sepanjang tahun itu, waktu
untuk melaksanakan ihram umrah.
2.
Miqat makany (batas
yang berkaitan dengan tempat)
untuk dimulainya niat haji bagi hak
orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri.
Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang
yang tidak menetap di negeri makkah, maka :
a.
Orang yang (datang)
dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah berada di (daerah)
“Dzul Halifah”.
b.
Orang yang (datang)
dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di
(daerah) “Juhfah”.
c.
Orang yang (datang)
dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
d.
Orang yang (datang)
dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi Yaman, maka
miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
e.
Orang yang (datang)
dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya berada di desa “Dzatu “Irq”. (Fath-Hul
Qarib, 1991 : 35)
Ketentuan
tempat (tempat makani) :
a.
Makkah, miqat (tempat
ihram) orang yang tinggal di makkah, berarti orang yang tinggal di makkah
hendaklah ihram dari rumah masing-masing.
b.
Zul-hulaifah, miqat
(tempat ihram) yang datang dari pihak madinah dan negeri-negeri sejajar dengan
madinah.
c.
Juhfah, miqat (tempat
ihram) orang yang datang dari sebelah syam, mesir, dan negeri-negeri yang
sejajar dengan negeri-negeri tersebut. Juhfah nama suatu kampung di antara
makkah dan madinah, kampung itu sekarang telah rusak (roboh), kampung yang
dekat kepadanya ialah : ‟Rabigh”.
d.
Yalamlam (nama suatu
bukit dari beberapa bukit tuhamah). Bukit ini, miqat orang yang datang dari
sebelah yaman, india, indonesia, dan negeri-negeri yang sejalan dengan
negeri-negeri tersebut.
e.
Qarnu (nama sebuah
bukit, jauh dari makkah kira-kira 80,640 km). Bukit ini, miqat orang yang
datang dari sebelah Najdil-Yaman dan Najdil-hijaz dan orang-orang yang datang
dari negeri-negeri yang sejalan dengan itu.
f.
Zatu’irqain (nama
kampung yang jauhnya dari makkah kira-kira 80,640 km). Kampung ini, miqat orang
yang datang dari iraq dan negeri-negeri yang sejalan dengan itu.
g.
Adapun bagi penduduk
negeri-negeri yang diantara makkah dan miqat-miqat tersebut maka mikat mereka
negeri masing-masing. (Fiqih Islam, 1954 : 204-205)
b.)
Melempar Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah
melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah
bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu
kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu
yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah,
Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat
berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan
perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban
semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka
tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah
tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah
kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c.) Mabit di
Mudzalifah
Wajib haji yang kedua adalah
bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah
menjalankan wuquf di Arafah.
d.) Mabid di
Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam
(mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
e.) Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ yakni thawaf yang
dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya. (Bimbingan
Manasik Ziarah dan Perjalanan Haji, 1989 : 44-47)
Sedangkan wajib umrah adalah sebagai berikut:
1. Ihram
dari tempat yang telah ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak
ditentukan karena ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun.
2. umrah
atau haji.
E.
HIKMAH IBADAH HAJI DAN
UMRAH
Ada
beberapa hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan haji dan umrah, baik dari
aspek waktu maupun pelaksanaannya. Di antara hikmah-hikmahnya adalah sebagai
berikut :
1.
Dalam pelaksanaan
ihram, manusia dilatih untuk dapat mengendalikan hawa nafsu, khususnya syahwat,
perbuatan-perbuatan dosa, dan hal-hal yang menyenangkan dirinya (hedonis).
2.
Dalam pelaksanaan
thawaf, ka’bah merupakan simbol monoteisme (tauhid). Melakukan thawaf
disekeliling ka’bah merupakan simbol bahwa segala usaha kegiatan hidup manusia
didunia ini tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan kekuasaan Allah. Dengan
dzikir ketika thawaf yang disertai penghayatan yang mendalam, diharapkan akan
tertanam dalam jiwa orang yang membacanya kesadaran bahwa manusia itu sangat
lemah. Di sini orang akan menganggap bahwa manusia tidak layak berlaku sombong
dan angkuh.
3.
Ibadah sa’i antara
Shafa dan Marwah mengingatkan sejarah perjuangan Siti Hajar ketika mencari air.
Ini mengisyaratkan bahwa orang yang haji diharapkan memiliki etos kerja tinggi,
tidak boleh berpangku tangan, mengharap rezeki datang dari langit.
4.
Wukuf diarafah bisa
disebut sebagai malam perenungan. Arafah sendiri berarti pengalaman. Maksudnya,
orang yang melakukan haji dan umrah diharapkan dapat mengenal jati dirinya,
menyadari segala kesalahannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
5.
Melempar jumrah terkait
erat dengan kisah ibrahim ketika melempar setan. Hal ini dimaksudkan agar orang
yang melakukan haji dan umrah memiliki tekad dan semangat untuk tidak terbujuk
rayuan setan yang merusak dunia ini.
6.
Bermalam di mina dan
muzdalifah dan diistilahkan malam istirahat dari rangkaian ibadah haji. Disini
orang dapat memulihkan kondisi yang sangat lelah. Ini sebagai isyarat bahwa
manusia memerlukan waktu istirahat dalam hidup ; tidak selamanya bekerja sampai tidak ingat menjaga kondisi badan.
7.
Dalam tahallul
terkadang ajaran agar manusia mampu mengendalikan sifat pembawaannya. Tahallul
diibaratkan sebagai lampu hijau yang mengisyaratkan kendaraan boleh berjalan
kembali setelah untuk sementara diharuskan berhenti.
8.
Khusus untuk ibadah
umrah, ibadah ini memberi kesempatan yang sangat leluasa kepada kaum muslimin
untuk mengunjungi ka’bah karena waktunya tidak ditentukan. (Materi Pendidikan
agama islam, 2001 : 115-116)
F.
SUNNAH, LARANGAN DAN DAM
Sunnah
haji :
a. Diantara
sunnah haji ialah haji ifrad
Haji ifrad artinya : terpisah, yaitu
cara melakukan ibadah haji secara terpisah dari ibadah umrah dengan
mendahulukan ibadah haji.
b. Membaca
talbiyah dengan suara yang keras bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita sekadar
dapat didengar sendiri. Sunnah membaca talbiyah selama ihram sampai melempar jumroh
aqabah pada hari nahar (hari raya).
Bacaan talbiyah :
لَبَّيْكَ
اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ
وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu
ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu,
tiada sekutu bagi-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala
puji, nikmat dan segenap kekuasaan milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.
(HR.
Bukhari dan Muslim)
c. Berdo’a
sesudah membaca talbiyah, meminta keridhoan Allah, surga dan meminta
perlindungan dari siksa neraka.
d. Membaca
dzikir waktu thawaf.
e. Shalat
dua rakaat setelah mengerjakan thawaf.
f. Memasuki
ka’bah (rumah suci).
Larangan
dalam haji
Beberapa
larangan dalam haji yaitu :
a. Bersetubuh,
bermesra-mesraan, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam haji.
b. Dilarang
menikah dan menikahkan (menjadi wali).
c. Dilarang
memakai pakaian yang di jahit, harum-haruman (minyak wangi), memakai kain yang
di celup, menutup kepala, memakai sepatu yang menutup mata kaki. Adapun kaum
wanita, mereka boleh memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali
dan kedua telapak tangannya. Yang haram bagi mereka bagi mereka hanya kaos
tangan dan pakaina yang telah di celup dengan celupan yang berbau harum.
d. Perempuan
dilarang menutup muka dan kedua telapak tangan.
e. Dilarang
menghilangkan rambut dan bulu badan, memotong kuku selama haji, kecuali sakit
tetapi wajib membayar dam.
f. Dilarang
berburu atau membunuh binatang liar yang halal di makan.
Dam
Jenis-jenis
Dam yaitu :
a.
Dam (denda) karena
memilih tamattu’ atau qiran. Dendanya ialah : menyembelih seekor kambing
(qurban), dan bila tidak dapat menyembelih kurban, maka wajib puasa tiga hari
pada masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya masing-masing.
b.
Dam (denda)
meninggalkan ihram dari miqatnya, tidak melempar jumrah, tidak bermalam di
muzdalifah dan mina, meninggalkan tawaf wada’, terlambat wukuf di arafah,
dendanya ialah memotong seekor kambing kurban.
c.
Dam (denda) karena
bersetubuh sebelum tahallul pertama, yang membatalkan haji dan umrah.
Dendanya menurut sebagian ulama ialah menyembelih seekor unta, kalau tidak
sanggup maka seekor sapi, kalau tidak sanggup juga, maka dengan makanan seharga
unta yang di sedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram, atau puasa sehari
untuk tiap-tiap seperempat gantang makanan dari harga unta tersebut.
d.
Dam (denda) karena
mengerjakan hal-hal yang di larang selagi ihram, yaitu bercukur, memotong kuku,
berminyak, berpakaian yang di jahit, bersetubuh setelah tahallul
pertama. Dendanya boleh memilih diantara tiga, yaitu menyembelih seekor
kambing, kerbau, puasa tiga hari atau sedekah makanan untuk 6 orang miskin
sebanyak 3 sha’ (kurang lenih 9,5 liter).
e.
Orang yang membunuh
binatang buruan wajib membayar denda dengan ternak yang sama dengan ternak yang
ia bunuh.
f.
Dam sebab terlambat
sehingga tidak bisa meneruskan ibadah haji atau umrah, baik terhalang di tanah
suci atau tanah halal, maka bayarlah dam (denda) menyembelih seekor kambing dan
berniatlah tahallul (menghalalkan yang haram) dan bercukur di tempat
terlambat itu. (Fiqih Ibadah, 1998 : 50-57 )
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Haji
berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal
ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu
pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari
ridho Allah.
2. Umrah
ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara
Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
3. Ketaatan
kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
4. Dasar
Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
5. Untuk
dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib
haji atau umroh.
6. Hal-Hal
yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum melontar
jamrah ’aqabah dan meninggalkan salah satu rukun haji.
B. Saran
Dalam
menyusun makalah ini mungkin belumlah sempurna maka dari itu saya berharap
untuk hendaknya memberikan saya penjelasan lebih atau pemberian contoh yang
jelas agar saya dapat memperbaiki makalah yang saya susun di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ash
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi ,1998. Pedoman Haji, Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra
Asy-Syekh
Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, 1991. Fath-Hul Qarib, Surabaya : Al-Hidayah.
Shihab,
M. Quraish, 2000. Haji, Bandung : Mizan.
Abidin,
Slamet, 1998. Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia.
SH,
Andy lolo Tonang, H. 1989. Bimbingan Manasik Ziarah dan Perjalanan
Haji, Departemen Agama.
http://madaniannida-kumpulanmakalahpai haji. blogspot.com/2011/02/.html
Rasjid,
H. sulaiman, 2001. Fiqih Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tawaf
Rasjid,
H. Sulaiman, 1954. Fiqih Islam, , jakarta: Attahiriyah
Karman.
H, 2001. Materi Pendidikan Agama Islam, bandung : PT Remaja Rosdakarya