STUDI ISLAM 1
Oleh :
1.
Hirzi Ghazian 11140910000010
3.
Prasetyo 11140910000024
PROGRAM
STUDI TEKNIK
INFORMATIKA
FAKULTAS
SAINS
DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan tidak
lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita Muhammad
SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Studi Islam I serta teman-teman yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Tauhid” kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik
pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Wassalammu’alaikum
Wr. Wb.
Penyusun
DAFTARISI
Halaman
Judul............................................................................................ 1
Kata Pengantar............................................................................................ 2
Daftar
Isi......................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................4
A. Latar
Belakang.......................................................................................4
B. Rumusan
Masalah..................................................................................4
C. Tujuan
Penulisan....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tauhid....................................................................................5
B. Pembagian Tauhid..................................................................................9
C. Applikasi Tauhid...................................................................................10
D. Pendiri Ilmu Tauhid..............................................................................15
E. Hukum Mempelajari Ilmu
Tauhid.........................................................16
F. Sifat-sifat Allah
BAB III
PENUTUP.................................................................................. 50
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................
51
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu Tauhid adalah salah satu ilmu paling penting dalam
agama islam. Ilmu yang mempelajari tentang keesaan tuhan ini perlu dipelajari
oleh setiap mukallaf, orang-orang muslim yang baligh dan berakal. Karena masih
kurangnya pembelajaran Ilmu Tauhid secara mendetail di sekolah-sekolah maupun
madrasah, maka diharuskan agar ada yang menyusun dan merangkum ilmu Tauhid
dengan lengkap, singkat, dan mudah dipahami semua kalangan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut yaitu:
1.
Apakah pengertian dari tauhid?
2.
Berapa macamkah jenis tauhid?
3.
Apakah aplikasi dari tauhid?
C. Tujuan
Adapun
tujuan disusunya makalah ini yaitu:
1.
Untuk melengkapi nilai dan tugas kelompok mata kuliah Studi
Islam I
2.
Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang ilmu tauhid
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tauhid
Tauhid,
secara bahasa berasal dari kata “wahhada – yuwahhidu” yang artinya
menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa). Secara istilah
syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai,
Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan
penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari
kekurangan dan cacat.
SYARAH:
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu
esa.Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa.Sedangkan
secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala
kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum
di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan
Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka
orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya,
seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan
Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu
tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang
terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh
dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal
Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang
wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda
tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.
Adapun perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid
adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib
(harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh
atau tidak boleh)
Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)
1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu
hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib atau tidak boleh tidak
harus demikian hukumnya.Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal
tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contoh yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah
lebih banyak dari 500 rupiah.Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui
atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah.Tidak boleh
tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah usianya harus
lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah wajib atau harus
lebih tua dari si anak
Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan
dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup
cermat.Contohnya, Bumi itu bulat. Sebelum akal dapat menentukan bahwa
bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan mencari
bukti bahwa bumi itu betul betul bulat.Jadi akal tidak bisa menerima begitu
saja tanpa penyelidikan lebih dahulu. Contoh lainnya, sebelum akal menghukum
dan menentukan bahwa ”Allah wajib atau harus ada”, maka harus diadakan dahulu
penyelidikan yang rapi yang menunjukkan kewujudan atau keberadaan bahwa Allah
itu wajib ada. Tentu hal ini perlu dibantu dengan dalil-dalil yang bersumber
dari Al Quran.
2- MUSTAHIL
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari
wajib.Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan
mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.
Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa
ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau
menggunakan dalil.Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000
rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500
rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya,
usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa
seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum
mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan
cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum
akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara
tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat. Contoh
lainnya: Mustahil Allah boleh mati. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa
mustahil Allah boleh mati atau dibunuh, maka perkara tersebut hendaklah
diselidiki lebih dahulu dengan bersenderkan kepada dalil yang kuat.
3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz
(mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum
bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh
juga tidak demikian.Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak.
Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak
bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz
(mungkin).Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung, mungkin akan
turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik rintik, atau mungkin tidak turun
hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat, sementara lebat,
rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz
(mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya manusia
mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi pada
kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia bisa
hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita memerlukan
dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an..
Contoh lainnya: rumah seseorang dari di satu tempat
mungkin bisa berpindah dengan sekejap mata ke tempat yang lain yang jaraknya
ribuan kilometer dari tempat asalnya seperti terjadi dalam kisah nabi Sulaiman
as telah memindahkan istana Ratu Balqis dari Yaman ke negara Palestina yang
jaraknya ribuan kilo meter. Kisah ini sudah barang tentu memerlukan dalil yang
diambil dari al-Qu’ran.
B.
Pembagian Tauhid
Tauhid
dibagi menjadi tiga macam:
1. Tauhid Ar-Rububiyyah
Yaitu
mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini
bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah:
“Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah
kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak
menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”.
Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap
gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi
Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu
serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala
sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d : 16)
dan Dia
adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan manusia, Firman-Nya yang
artinya:
“Dan tidak
ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya”.(Hud :
6)
Dia adalah
Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi ketentuan takdir atas segala
sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
2. Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyah
disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah
disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba
disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan.
3. Tauhid Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’
wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya,
dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai
dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), SunnahNabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan
bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Dan ketiga
macam Tauhid ini terkumpul dalam firman-Nya yang artinya:
“
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya,
Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65).
C.
Aplikasi Tauhid
Pengucapan
kalimat tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup karena ia mempunyai
konsekuensi yang harus di tunaikan. Para ulama menegaskan bahwa mengesakan
Allah adalah dengan meninggalkan perbuatan syirik baik kecil maupun besar.Di
antara konsekuensi pengucapan kalimat tauhid itu adalah mengetahui kandungan
maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.Allah
berfirman “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan
Allah.”Kalimat Tauhid berarti Pengingkaran kepada segala sesuatu yg disembah
selain Allah SWT dan menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah
semata tidak kepada selain-Nya.
Aplikasi
secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” adalah
keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa
dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan
tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas
akan apa-apa yang berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan
ataupun larangan yang mesti di tinggalkan semua itu akan mudah ketika hati
ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.
Sesungguhnya
wajib bagi kita untuk mengenal Allah ( tauhid ) sebelum kita beribadah &
beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar & tidak
tercampur dengan kesyirikan ( menyekutukannya dalam peribadatan ) , maka
tegaknya ibadah & amalan kita harus didasari terlebih dahulu dengan At
Tauhid sebagaimana akan kita jelaskan dibawah ini :
”
Ketahuilah ( ya Muhammad ) sesungguhnya tidak ada sembahan yang haq kecuali
Allah, & mohonlah ampun bagi dosa-dosamu, dan bagi (dosa) orang-orang
mukmin, laki-laki dan perempuan. ( QS. Muhammad : 19 ).
Ketahuilah
semoga Allah merohmatimu- sesungguhnya Allah menegaskan &
mendahulukan serta mengutamakan untuk mengetahui dan berilmu
tentang At tauhid dari pada beribadah yaitu beristifghfar,
dikarenakan ” mengenal tauhid menunjukkan ilmu ‘usul ( dasar pokok &
pondasinya agama ), adapun beristighfar menunjukkan ilmu furu’ ( cabang dan
aplikasi dari ilmu usul tersebut ).
Dan tidak
ada perselisihan sedikitpun dikalangan para ulama salaf dan khalaf serta umat
islam seluruhnya bahwasanya : paling afdal & utamanya para nabi &
rasul adalah ke empat nabi tersebut ( Muhammad, Musa, Isa, & Ibrahim
) , tatkala Allah menetapkan & memerintahkan kepada empat rasul yang
mulia ini untuk ma’rifah ( berilmu & mengetahui ) ilmu usul dan dasar
serta pondasi agama yaitu Tauhid sebelum ilmu furu’ ( sebagai aplikasi dari
ilmu usul ).
Inti dari
pembahasan diatas : jadi telah tetap (syabit) dan benar (haq)
bahwasanya berilmu dan mengetahui serta mengenal at tauhid itu
adalah kewajiban yang paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainya
serta beramal ( karena suatu amalan itu akan di terima jika
tauhidnya benar ).
D. Pendiri Ilmu Tauhid
Orang yang pertama tama mendirikan atau menyusun
ilmu tauhid ialah Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi dan pengikut
pengikut mereka. Tentu kita jangan hanya mengetahui nama nama mereka sebagai
pendiri pendiri ilmu Tauhid tapi sekurang kurangnya harus mengetahui siapa
mereka itu? Di bawah ini terlampir ringkasan sejarah mereka:
1- ABU AL-HASAN AL-ASY’ARI
Nama lengkapnya Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin
Abi Bisyr Ishaq al-Asy’ari al-Yamani al-Bashri. Al-Asy’ari kabilah yang berasal
dari Yaman, tapi beliau lahir dan besar di Bashrah – Iraq.
Abu al-Hasan Al-Asy’ari lahir di Basra tahun 260 H,
namun sebagian besar hidupnya di Baghdad sampai beliau wafat tahun 324H. Beliau
adalah seorang pemikir muslim pendiri paham Asy’ari. Sebelum mendirikan faham
Asy’ari, beliau sempat berguru pada seorang Mu’tazilah terkenal, yaitu Abi Ali
al-Jubba’i, namun pada tahun 299 H dia mengumumkan keluar dari faham
Mu’tazilah, dan mendirikan faham baru yaitu faham atau thariqah Ahli Sunnah Wal
Jamaah yang kemudian dikenal sebagai thariqah Asy’ariah. Banyak tokoh pemikir
islam yang mendukung pemikiran-pemikiran beliau, salah satunya yang terkenal
adalah Imam besar Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu Kalam, Tauhid dan
Ushuludin.
Walaupun banyak juga ulama yang menentang
pamikirannya, tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya.
Orang-orang yang mengikuti dan mendukung pendapat dan faham beliau dinamakan
pengikut “Asy’ariyyah”, bahkan tidak sedikit nama nama mereka dinisbatkan
kepada nama imamnya (Al-Asy’ari). Diantaranya pengarang kitab ini ”Al’Aqaid
Ad-Diniyyah”, Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf sangat menyenangi jika
namanya dinisbatkan kepada nama Abu Hasan Al-Asy’ari
Di Asia mayoritas penduduknya muslim banyak yang
mengikuti faham imam Abu Hasan Al-Asy’ari, yang diserasikan dengan faham ilmu
Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi terutama pelajaran
yang menyangkut pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama “sifat
20″. Pelajaran ini banyak diajarkan di pesantren-pesantren di seluruh
Indoneisa, dan di sekolah-sekolah formal pada umumnya seperti Jamiat Khair (dahulu)
yang dipelopori oleh Habib Utsman bin Yahya dan Habib Ali Al-Habsyi.
2- ABU MANSHUR AL-MATURIDI
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi
As-Samarqandi berasal diri daerah Maturid di Samarqand- Uzbekistan. Tidak
diketahui dengan jelas tahun kelahiranya, tapi bisa dikatakan bahwa beliau
lahir pada masa pemerintahan khalifah Al-Mutawakil Al-Abbasi, dan diperkirakan
beliau lebih muda dari Abu al-Hasan Al-Asy’ari 20 tahunan
Abu Manshur al-Maturidi sama dengan Abu al-Hasan
Al-Asy’ari adalah pemikir muslim dan pendiri faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah
dengan dalil dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw dan juga
bersendarkan kepada dalil Aqli. sehingga dia diberi julukan “Imam Al-Huda” atau
“Imam al-Mutakalimin”. Abu Mansur al-Maturidi dan Abu al-Hasan merupakan tokoh
tokoh pertama yang mendirikan faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah terutama dalam ilmu
yang bersangkutan dengan Aqidah dan mengenal Allah.
Pemikiran Abu Manshur berkisar sekitar ilmu Ta’wil
al-Qur’an, Usul Fiqih, Ilmu Kalam, Tauhid dll. Setelah beliau menerapkan
pemikirannya kepada masyarakat, beliau mulai mencatatnya dan meluncurlah
setelah itu beberapa buku beliau terutama tentang ilmu Akidah diantara kitab
kitab beliau yang terkenal adalah “at-Tauhid”, “Ar-Rad ‘Ala Al-Qaramithah”, “Bayan
Wahmi al-Mu’tazilah” dan masih banyak lagi kitab kitab beliau yang bertujuan
untuk mempertahankan akidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Telah disebut dalam beberapa marja’ bahwa Abu
Manshur Al-Maturidi wafat pada tahun 332H di Samarqand dan kuburannya sangat
dikenal masyarakat setempat. Wallahu’alam
E. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardu ’ain
atau wajib bagi setiap mukallaf (orang yang akil dan baliqh), laki laki dan
perempuan. Jadi mempelajari ilmu tauhid adalah wajib atau satu keharusan bagi
setiap orang baik laki laki atau perempuan yang memiliki akal sehat dan telah
memasuki umur dewasa sebelum ia mempelajari ilmu ilmu agama lainnya. Karena
ilmu ini bersangkutan dengan keimanan dan keberadaan Allah dan para rasul
rasul-Nya.
Jelasnya mempelajari ilmu tauhid adalah wajib bagi
setiap mukallaf dan muslim, karena hal ini bisa membawanya untuk mempercayai
bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah dan
mempercayai akan sifat wajib Allah yang dua puluh dan harus diketahui juga
sifat mustahil bagi Allah.
F. SIFAT-SIFAT ALLAH
Wajib bagi setiap muslim mukallaf yaitu yang
memiliki akal yang sehat dan sudah masuk dewasa mempercayai bahwa terdapat
beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat sifat Allah
itu banyak sekali dan tidak terhitung. Seandainya air laut dijadikan tinta
untuk untuk menulis sifat sifat Allah tentu kita tidak akan mampu mencatatnya.
Maka dari itu Abu Manshur Al-Maturidi membatasi 20 sifat yang wajib (artinya
harus ada) pada Allah.Jika tidak memiliki sifat itu, berarti dia bukan Allah.
Jadi, minimal kita harus memahami dan meyakini 20
sifat tersebut agar tidak tersesat.Setelah itu kita bisa mempelajari sifat
Allah lainnya yang banyak. Sebagaimana wajib dipercayai akan sifat Allah yang
dua puluh maka perlu juga diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat
yang mustahil bagi Allah merupakan lawan dari sifat wajib.Ada pula sifat Jaiz
(kebolehan) bagi Allah.
1. SIFAT-SIFAT WAJIB BAGI ALLAH
a. Pengertian
Sifat wajib
bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai kesempurnaan
bagi-Nya. Allah adalah Khaliq, Zat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama
dengan sifat-sifat yang dimiliki makhluk-Nya. Zat Allah tidak bisa dibayangkan
sebagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciri-Nya.Begitu juga sifat-sifat-Nya, tidak
bisa disamakan dengan sifat-sifat makhluk.Sifat-sifat wajib bagi Allah itu
diyakini melalui akal (wajib aqli)
dan berdasarkan dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits).
b.
Sifat-sifat
wajib Allah dan Pembagiannya
PEMBAGIAN SIFAT SIFAT ALLAH
Sifat Wajib dibagi 4 bagian:
I – Sifat Nafsiyyah
II – Sifat Salbiyah
III – Sifat Ma’ani
IV – Sifat Ma’nawiyah
I – SIFAT NAFSIYYAH(SIFAT KEPERIBADIAN)
Maksudnya sesuatu yang tidak bisa diterima oleh
akal jika Allah tidak disifatkan dengan sifat ini.Atau bisa juga dikatakan
sifat untuk menentukan adanya Allah, di mana Allah menjadi tidak mungkin ada
tanpa adanya sifat tersebut.adapun yang tergolong sifat ini hanya satu yaitu
sifat wujud.
1- Wujud
Artinya: Ada
Sifat Mustahil: ’Adam
Aritnya : Tidak Ada
Allah Taala itu ada.Mustahil Allah itu tiada.
II – SIFAT SALBIYAH
Maksudnya sifat yang menolak apa yang tidak layak
bagi Allah. Atau dikatakan juga sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu
yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat yakni :
2- Qidam
Artinya: Sedia/terdahulu/tidak ada permulaanya
Sifat Mustahil: Huduts
Artinya: Baru
Allah Taala itu sedia/terdahulu, tidak ada
permulaanya.Mustahil Allah itu didahului oleh ‘Adam (ada permulaanya).
3- Baqa’
Artinya: Kekal
Sifat Mustahil: Fana’
Artinya: Binasa
Allah itu bersifat kekal. Mustahil Ia dikatakan
fana (binasa)
4- Mukhalafah
Lilhawaditsi
Artinya: Tidak sama dengan yang baru
Sifat Mustahil: Mumatsalah Lilhawaditsi
Artinya: Sama dengan yang baru
Allah itu tidak mempunyai sifat-sifat yang baru
yakni dijadikan dan dihancurkan.Mustahil bersamaan dengan yang baru.
5- Qiyam
Binafsihi
Artinya: Berdiri dengan dirinya sendiri
Sifat Mustahil: Ihtiyaj Ila Mahal Wa Mukhashshash
Allah Taala itu berdiri sendiri. Mustahil tidak
berdiri dengan dirinya sendiri atau berdiri pada lainnya dan berdirinya tidak
memerlukan tempat tertentu
6- Wahdaniyah
Artinya: Esa
Sifat Mustahil: Ta’addud
Allah itu Maha Esa Dzat-Nya, Esa sifat-Nya dan esa
juga perangai-Nya. Mustahil ia mempunyai Dzat, sifat dan perangai yang
berbilang-bilang.
III – SIFAT MA’ANI
Maksudnya sifat yang diwajibkan bagi zat Allah
suatu hukum atau sifat yang pasti ada pada Dzat Allah. Sifat ini terdiri dari
tujuh sifat,yakni :
7-Qudrah
Artinya: Kuasa
Sifat Mustahil: ’Ajez
Artinya: Lemah
Alah Taala itu Maha Berkuasa, apapun bisa
dilakukannya.Mustahil Allah itu lemah atau tidak berkuasa.
8- Iradah
Artinya: Menentukan
Sifat Mustahil: Karahah
Artinya: Terpaksa
Allah itu Menentukan segala-galanya, semua terjadi
dengan ketentuan Allah, Mustahil Allah Taala itu terpaksa dan dipaksa
menentukan segala galanya
9- ’Ilim
Artinya: Mengetahui
Sifat Mustahil: Jahil
Artinya: Bodoh
Allah Taala itu amat mengetahui segala-galanya.Mustahil
Allah tidak mengetahu atau bodoh.
10- Hayah
Artinya: Hidup
Sifat Mustahil: Maut
Artinya: Mati
Allah Taala itu sentiasa hidup yakni sentiasa
ada.Mustahil Allah Taala itu bisa mati, dianiyaya atau dibunuh.
11- Sama’
Artinya: Mendengar
Sifat Mustahil: Shamam
Artinya: Tuli
Allah Taala itu mendengar.Mustahil Allah tuli atau
tidak mendengar.
12- Bashar
Artinya: Melihat
Sifat Mustahil: ’Ama
Artinya: Buta
Allah Taala itu sentiasa melihat.Mustahil Allah
Taala itu buta.
13- Kalam
Artinya: Berkata-kata
Sifat Mustahil: Bakam
Artinya: Bisu
Allah Taala itu berkata-kata atau
berbicara.Mustahil Allah Taala itu tidak berbicara atau bisu.
IV – SIFAT MA’NAWIYAH
Maksudnya sifat Allah yang dilazimkan atau tidak
bisa dipisahkan dengan Sifat Ma’ani.Sifat Ma’nawiyah adalah sifat yang
mulazimah atau menjadi akibat dari sifat ma’ani. Sifat ini terdiri dari tujuh
sifat, yakni :
14- Kaunuhu Qodiran
Artinya: Keberadaan Allah Maha Kuasa
Sifat Mustahil: Kaunuhu ’Ajizan
Artinya: Keberadaan Allah lemah (tidak berkuasa)
Allah Taala keberadaanya amat berkuasa
sifatnya.Mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah atau tidak berkuasa.
15- Kaunuhu Muridan
Artinya: Menentukan
Sifat Mustahil: Kaunuhu Mukrahan
Artinya: Terpaksa
Allah Taala itu berkuasa menentukan apa yang
dikehendakinya. Mustahil sifatnya terpaksa atau dipaksa
16- Kaunuhu ‘Aliman
Artinya: Maha Mengetahui
Sifat Mustahil:Kaunuhu Jahilan
Artinya: Bodoh
Allah Taala itu maha mengetahui.Mustahil Allah
Taala itu jahil/bodoh atau tidak mengetahui.
17- Kaunuhu Hayyan
Artinya: Hidup
Sifat Mustahil: Kaunuhu Mayyitan
Allah Taala itu Maha Hidup dan menghidupkan alam
ini.Mustahil Allah itu bisa mati atau dibunuh.
18- Kaunuhu Sami’an
Artinya: Mendengar
Sifat Mustahil: Kaunuhu Ashamma
Artinya: Tuli
Allah Taala itu maha mendengar.Mustahil jika Allah
Taala tidak mendengar atau tuli.
19- Kaunuhu Bashiran
Artinya: Melihat
Sifat Mustahil: Kaunuhu A’ma
Artinya: Buta
Allah Taala itu melihat semua kejadian di muka
bumi.Mustahil jika sifat Allah itu tidak melihat atau buta.
20- Kaunuhu Mutakalliman
Artinya: Maha Berkata-kata
Sifat Mustahil: Kaunuhu Abkama
Artinya: Bisu
Allah Taala itu berkata-kata.Mustahil jika Allah
Ta’ala bisu atau tidak bisa berkata-kata.
c. Penjelasan Sifat Wajib
1.Wujud
Wujud (ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya
sesungguhnya Allah itu ada dan keberadaan Nya itu pasti tidak diragukan
lagi.Sifat ini juga menegaskan di mana Allah menjadi tidak ada tanpa adanya
sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam
artinya tidak ada.Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah,
kecuali bagi orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur.Memang kita tidak
dapat melihat wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita
dapat menyaksikan ciptaan-Nya.Dari mana alam semesta ini berasal?Pastilah ada
yang menciptakannya.Tidak mungkin alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa
ada yang menciptakan.
Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada tergantung
kepada pengetahun dan cara berfikir setiap orang. Ada orang yang pengetahuan
dan cara berfikirnya sederhana, dia bisa membuktikan keberadaan Allah dengan
dalil yang sangat sederhana pula. Contohnya seperti yang telah dikisahkan dalam
pelajaran sebelumnya, pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya,
”Dari mana kau mengetahui bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui
tadi ada kotoran unta. Ia menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap
ada kotoran unta pasti ada untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada
dengan sendirinya”
Sedangkan untuk kita yang hidup di abad serba
canggih dan modern cara membuktikannya pula berbeda. Tentu kita melihat pesawat
terbang, kereta api, mobil, komputer dan lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk
akal jika semua itu terjadi dengan sendirinya. Ya sudah pasti ada
pembuatnya.Bahkan sampai benda-benda yang sederhana saja seperti jarum ada yang
membuatnya, tidak mungkin jarum itu jadi dengan sendirinya.Apalagi sekarang
dunia sudah bertambah maju dan teknologi sudah jahuh semakin canggih.
Karena kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti
Allah itu tidak ada.Allah ada.Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita
bisa merasakan ciptaannya. Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena
panca indera manusia yang sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan
tidak bisa dilihat, makanya kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali
dengan bukti bukti ciptaan Nya
Tapi kalau kita pikirkan berapa banyak benda yang
tidak bisa dilihat atau didengar manusia, kenyataannya benda itu ada?Betapa
banyak benda benda di langit yang jaraknya milyaran kilo meter yang tidak
pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?Berapa banyak dzat
berukuran sangat kecil seperti molekul dan atom manusia tak bisa melihatnya,
ternyata benda itu ada?
Jadi benda benda itu ada, tapi panca indera manusia
lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.Jika untuk
mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan,
apalagi untuk mengetahui keberadaan Allah Pencipta benda benda tersebut.
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas di jalan
raya.Setiap kendaraan ada pengemudinya.Tapi masih ada saja terdapat kecelakaan
lalu lintas.Meskipun ada yang mengatur sedemikan rupa.Sedangkan bumi, matahari,
bulan, bintang, dan lain-lain yang sudah beredar di angkasa raya milyaran
tahun, belum pernah terjadi tabrakan.Belum pernah kita dengar ada bumi menabrak
bulan, atau bulan menabrak matahari.Padahal tidak ada polisi yang mengatur lalu
lintas jalan, atau pun pengemudi yang mengendarai.
Jelasnya, tanpa ada Allah yang Maha Mengatur, tidak
mungkin semua itu terjadi.Semua itu terjadi karena adanya Allah yang Maha
Pengatur.Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan bagi masing-masing
benda tersebut. Jika kita benar benar memikirkan hal ini, tentu kita yakin
bahwa Allah itu ada
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ
عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ
وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ
وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Allah berfirman: ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah
Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.
( Al-A’râf: 54)
2.Qidam
Qidam (dahulu) adalah sifat Salbiyyah, yaitu sifat
yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah.Sifat qidam
artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya permulaan wujud Allah. Dalam
arti lain bahwa Allah itu berada tanpa adanya permulaan. Sebagai Dzat yang
menciptakan seluruh alam, Allah pasti lebih dahulu sebelum ciptaan-Nya.
Kebalikannya adalah huduts (Baru) yaitu mustahil
Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu tanpa awal, tidak
berasal dari ”tidak ada” kemudian menjadi ”ada”.
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir,
Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al
Hadiid:3)
Allah adalah Pencipta segala sesuatu.Allah yang
menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan
juga manusia.Allah adalah awal.Dia sudah berada sebelum langit, bumi, tumbuhan,
binatang, dan manusia lainnya ada.Tidak mungkin Allah itu baru ada atau lahir
setelah makhluk lainnya ada.
Adanya Allah berbeda dengan adanya alam semesta
beserta isinya.Perbedaan tsb terdapat pada kejadian dan prosesnya. Kita ambil
contoh: Adanya manusia didahului oleh proses perkawinan. Terjadinya hujan
karena didahului dengan proses penguapan air laut. Dan adanya seluruh alam
semesta didalului oleh preses terjadinya alam tersebut.Tapi Allah berbeda
dengan alam semesta ini, tidak didahului oleh sebab-sebab tertentu, karena
Allah dzat yang paling awal.Allah adalah pencipta alam semesta, mustahil alam
semesta lebih dulu ada dari Allah.
Hikmah & Atsar:
Seorang Atheist (kafir) datang kepada Imam Abu
Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa Allah itu berada?
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi pertanyaan
kedua: “Kemana Allah itu berpaling?”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Abu Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang kafir itu bertanya lagi dengan
pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami tentang dzat Allah. Apakah Ia jamad
seperti batu, atau cair seperti air, atau Ia berupa gas?”
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu dzatnya Allah.
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia menjawab: “Betul”
Abu Hanifah bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku mensifatkan kepada kamu dzatnya Allah.
3.Baqa
Baqa’ (kekal) adalah sifat Salbiyah artinya sifat
yang mencabut atau menolak adanya kebinasaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa
keberadaan Allah itu kekal, berlanjut tidak binasa atau rusak.
Allah adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta.
Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya
itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ
”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali
Allah.Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
Adapun sifat mustahilnya Fana, artinya rusak. Semua
makhluk yang ada di alam semesta ini, baik itu manusia, binatang, tumbuhan,
matahari, bulan, bintang, dll, suatu saat akan mengalami kerusakan dan kehancuran.
Manusia, betapa pun gagahnya, suatu saat pasti mati. Setiap orang pasti akan
mati dan hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku hanya bagi manusia,
benda dan meteri.Sedangkan Allah bukan manusia, benda atau materi. Dia adalah
Dzat yang tidak terkena hukum kehancuran atau kerusakan. Dia kekal abadi
untuk selama lamanya, tidak bisa wafat atau dibunuh.Jika ada Allah yang bisa
wafat atau dibunuh, maka itu bukan Allah tapi manusia biasa.
Sungguh, betapa hina dan lemahnya manusia ini di
hadapan Allah. Makanya tidak pantas jika ia berbangga diri atau sombong dengan
kehebatannya, karena segala kehebatan itu pada akhirnya akan berlalu, yang
tersisa hanyalah amal kebaikan.
4- Mukhalafatu lilhawaditsi
Mukhalafah Lilhawaditsi (Tidak sama dengan yang
baru) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak
adanya persamaan Allah dengan yang baru. Dalam arti lain bahwa Allah tidak sama
dengan yang baru atau berbeda dengan makhluk ciptaa-Nya. Perbedaan Allah dengan
makhluk-Nya mencakup segala hal, baik dalam dzat, sifat, dan perbuatannya.
Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
Seumpanya terlintas dalam pikiran seseorang bahwa
Allah itu seperti yang ia hayalkan atau bayangkan, maka Maha Suci Allah, Dia
tidak seperti apa yang dihayalkan atau di pikirkannya. Makanya jangan sekali
kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena manusia tidak
akan mampu untuk melakukannya.
Adapun kebalikan dari Al-Mukhalafah Lil Hawaditsi
adalah Mumatsalah lil Hawaditsi, yakni mustahil Allah sama dengan yang baru
atau sama dengan makhluk-Nya. Tentu ini adalah hal yang mustahil.
Contoh yang paling gampang adalah kursi yang dibuat
dari kayu.Kursi dibuat oleh tukang. Mustahil kursi itu sama dengan tukang
pembuat kursi. Sifat ini menjelaskan bahwa tukang pembuat kursi berbeda dengan
hasil ciptaannya. Dan masih banyak lagi contoh contoh yang lain. Apakah ada kesamaan
antara pencipta dengan hasil ciptaannya?Tentu berlainan bukan? Bahkan robot
yang dibuat mirip dengan manusia saja tidak akan sama dengan manusia yang
membuat robot itu.
Kalau itu sesama benda, apalagi Allah yang
menciptakan seluruh alam semesta, sudah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya.
Mustahil Allah itu sama dengan ciptaan-Nya. Jika sama dengan makhluknya
misalnya terbuat dari darah, daging dan tulang niscaya Allah itu bisa mati,
bisa dibunuh atau bisa disalib oleh manusia. Jadi mustahil jika Allah itu
dilahirkan, melahirkan, menyusui, buang air, tidur, lupa dan sebagainya.Itu
semua adalah sifat manusia, bukan sifat Allah.Allah itu Maha Besar, Maha Kuasa,
Maha Perkasa, Maha Hebat.Dan segala Maha-Maha yang bagus lainnya harus
disifatkan kepada sifat sifat Allah.
Kita mempercayai bahwa Allah itu hidup, tapi sifat
hidup Allah berbeda dengan sifat hidup makhluk Nya.Allah itu dari dulu,
sekarang, dan kapan saja hidup.Tidak ada batas dalam kehidupan Allah.Sebaliknya
makhluk-Nya seperti manusia dulunya tidak ada, kemudian dilahirkan, kemudian
berada dan hidup setelah dilahirkan, setelah itu tidak ada lagi atau mati lalu
dikubur. Jadi meskipun sekilas sama arti hidup, namun sifat hidup Allah berbeda
dengan makhluk-Nya. Bukan sifah hidup saja yang berbeda tapi semua sifat sifat
Allah lainnya juga berbeda dengan sifat sifat makhluk-Nya, berlainan dan tidak
serupa dengan makhluk-Nya.
Hikmah dan Atsar
Kita sebagai muslim jangan sekali kali memikirkan
atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena kita tidak akan mampu untuk
melakukannya. Justru jika kita mengakui akan kelemahan kita, berarti kita telah
mengenal Allah. Sayyidina Abu Bakar Shiddiq berkata, ”Ketidakmampuan
untuk mengetahui Allah adalah sebuah kemampuan sedangkan membahas dzat Allah
adalah kufur dan syirik”
5- AL-QIYAM
BINNAFSI
Al-Qiyam Binnafsi (Berdiri Sendiri) adalah sifat
Salbiyyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya Allah berdiri dengan
yang lain. Dalam arti lain bahwa Allah tidak butuh dengan sesuatu dzat yang
membantu-Nya untuk berdiri. Berdirinya Allah tidak membutuhkan makhluk-Nya,
tidak membutuhkan tempat, tidak membutuhkan ruang dan tidak membutuhkan segala
dzat, sifat, dan perbuatan makhluk-Nya. Berbeda dengan makhluk yang selamanya
membutuhkan bantuan dari luar, Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
Sifat mustahilnya al-qiyam binnafsi adalah
al-ihtiyaj lighairihi artinya berdiri dengan bantuan yang lain. Keberadaan
makhluk Allah, di mana saja dan kapan saja tidak bisa lepas dari bantuan yang
lain. Manusia lahir karena ada kedua orangtuanya, tumbuh dan berkembang karena
dipelihara dan dirawat oleh orangtuanya. Bahkan setelah besar pun, manusia tetap
tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sedangkan Allah itu berdiri dengan
sendirinya.Mustahil Allah itu berhajat atau butuh pada makhluk-Nya.
Jelasnya, Di dunia ini semua orang saling
membutuhkan.Butuh bantunan, butuh dokter, butuh teman, butuh istri, butuh anak,
butuh ini butuh itu dan masih banyak lagi kebutuhan.Dari mulai manusia lahir
sampai wafat tidak bisa lepas dari bantuan dan kebutuhan. Saat bayi, ia butuh
susu ibunya, menjelang pertumbuhan ia butuh asuhan, butuh pendidikan. Setelah
menanjak dewasa ia butuh istri, butuh anak. Dan seterusnya dan seterusnya.
Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh
pada ciptaan-Nya, tidak butuh bantuannya, tidak butuh teman, tidak butuh
istri, tidak butuh anak. Dia berdiri sendiri tidak beranak dan tidak
diperanakan, tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh tidur, tidak
butuh istirahat, tidak butuh pujian dari makhluk-Nya.Seandainya seluruh makhluk
memuji-Nya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaan-Nya.Sebaliknya jika
seluruh makhluk menghina-Nya, tidaklah berkurang sedikitpun keluhuran-Nya.Maha
Suci Allah dari segala kebutuhan dan bantuan.
6-
WAHDANIYAH
Wahdaniyah (Esa atau Satu) adalah sifat Salbiyyah
artinya sifat yang mencabut atau menolak keberadaan Allah lebih dari
satu. Dalam arti lain bahwa Allah itu satu atau esa tidak ada Tuhan selain-Nya.
Dia esa atau satu dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya.
Allah itu esa dalam dzat-Nya.Artinya, bahwa dzat
Allah satu, tidak tersusun dari unsur unsur atau anggota badan dan tidak ada
satupun dzat yang menyamai dzat Allah. Allah itu satu dalam sifat-Nya artinya
bahwa sifat Allah tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada
sesuatupun yang menyamai sifat Allah. Allah itu satu dalam fi’il atau perbuatan
artinya bahwa hanya Allah yang memiliki perbuatan.Dan tidak satupun yang dapat
menyamai perbuatan Allah.
Sedangkan sifat mustahilnya wahdaniyah bagi Allah
yaitu “Ta’addud” artinya banyak atau bilangan-Nya lebih dari satu, maka
mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah:
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ
اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan
selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah
yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
Keesaan Allah itu mutlak.Artinya keesaan Allah
meliputi dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Meyakini keesaan Allah merupakan
mabda’ atau prinsip, sehingga seseorang dianggap muslim atau tidak, tergantung
pada pengakuan tentang keesaan Allah. Makanya untuk pertama seseorang menjadi
muslim, ia harus bersaksi terhadap keesaan Allah, yaitu dengan membaca syahadat
yang berbunyi ”Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”.
Meyakini keesaan Allah juga merupakan inti ajaran
para nabi, sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad saw. Jika keyakinan ini
sudah diterapkan dari dahulu maka mustahil Allah itu lebih dari satu.Mustahil
Allah itu banyak (Ta’addud) seperti dua, tiga, empat dan seterusnya.Allah itu
Maha Kuasa.Jika ada Allah lebih dari satu, dan bekerjasama, berarti mereka itu
lemah dan tidak berkuasa.Dan jika mereka berselisihan maka terjadi sengketa
antara mereka.Jadi mustahil Allah itu lebih dari satu.Kalau lebih dari satu
maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi.
”Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah
selain ALLAH, tentulah keduanya itu sudah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah
yang mempunyai Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya: 22)
Dengan menghayati sifat wahdaniyyah ini, kita
insyallah akan terhindar dari berbagai faham yang bisa menyesatkan tentang
keesaan Allah.
7- Qudrat
Qudrat (Kuasa) adalah sifat pasti ada pada dzat
Alllah yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau
meniadakan segala sesuatu.Kekuasaan-Nya yang tidak terbatas.Kekuasaan-Nya
meliputi terhadap segala sesuatu.Dia kuasa untuk mewujudkan segala sesuatu
sesuai dengan kehendak-Nya atau Dia juga kuasa untuk meniadakan segala sesuatu
yang dikehendaki-Nya.
Sudah menjadi hal yang pasti bahwa kekuasaan Allah
berbeda dengan kekuasaan manusia yang mempunyai kelemahan dan
keterbatasan.Kekuasan Allah tidak ada yang bisa menghalangi-Nya.Jika Allah
telah berkehendak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka tidak ada suatu
pun makhluk yang bisa mencegah-Nya atau memberi saran kepada-Nya.
Jelasnya, Allah memiliki sifat Qudrat (Kuasa) yaitu
sifat yang mungkin dengan kekuasaan-Nya, Dia berkehendak mewujudkan atau
meniadakan segala sesuatu.Dia kuasa untuk memberikan hal hal yang baik,
kesuksesan, kesehatan dan sebaliknya dia juga berkuasa untuk mendiadakannya,
berkuasa merobah kenikmatan menjadi malapetaka, kesehatan menjadi penyakit,
kemudahan mejadi kesulitan, dan kesuksesan menjadi kegagalan.Dia berkuasa atas
segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.
Allah berfirman dalam surat al-‘Imran ayat 26-27
yang berbunyi:
”Katakanlah: Ya Allah yang mempunyai kerajaan,
Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engaku cabut
kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki.Di tangan Engkaulah
segala kebajikan.Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatau.Engkau
masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukan siang kedalam malam.Engkau
keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang
hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tampa batas ”
Makanya tidak patut bagi manusia bersifat sombong,
angkuh dan bangga dengan kekuasaan yang dimilikinya, karena sebesar apa pun
kehebatan kekuasaan manusia, tetap kekuasaan Allah pasti lebih besar dan lebih
hebat. Bahkan jika Allah berkehendak menghilangkan kekuasaan manusia, maka
dalam sekejap mata saja kekuasaanya bisa hilang dan ia tidak berdaya untuk
mempertahankannya.
وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ
عَلِيماً قَدِيراً
”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah
baik di langit maupun di bumi.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.” (al-Fatir: 44)
Adapun kebalikan dari sifat kuasa yaitu sifat al-’Ajzu
(tidak kuasa atau lemah), tentu Ia tidak akan kuasa meciptakan alam raya yang
sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah.
Hikmah & Atsar
Seorang ayah yang bijaksana, sukses dan shalih
hidup bersama keluarganya dengan bahagia. Setelah usianya 65 tahun ia terkena
serangan jantung yg mengharuskannya menjalani operasi, Setelah 2 kali operasi,
bukannya sembuh ia malah harus mengalami kenyataan pahit, ia kena virus jahat
melalui tranfusi darah yg ia terima. Ia harus menerima kenyataan yang ada. Ia
akan segera meninggal.
Melihat keadaan sang ayah yang sudah tidak berdaya,
wajah yang pucat dan rambutnya yang habis rontok, Anaknya yang duduk
disamingnya di rumah sakit berkata: “Mengapa Allah memilih ayah untuk menderita
penyakit itu?”
Ayahnya menjawab dengan lembut: Ketika aku berhasil
aku tidak pernah bertanya kepada Allah “mengapa aku berhasil”. Begitu pula
ketika aku sehat aku tidak pernah bertanya kepada Allah “mengapa aku sehat”.
Jadi ketika aku dalam kesakitan, tidak seharusnya juga aku bertanya kepada
Allah “Mengapa aku menderita penyakit?”.
Dalam hidup ini kadang kadang kita merasa hanya
pantas menerima hal hal yang baik, kesuksesan yg mulus, kesehatan dll.Ketika
kita menghadapi hal yang sebaliknya, penyakit, kesulitan, kegagalan, kita
menganggap Allah tidak adil.Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Nya.
Maka, bersyukurlah dengan apa yang telah diberikan
Allah kepada kita, baik atau buruk, kesehatan atau penyakit, keberhasilan atau
kegagalan. Manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa
memiliki segala kehendak yang tidak terbatas.
8- IRADAH
Iradah (Berkehendak) adalah Sifat Ma’ani yang
artinya Allah berdiri dengan dzat-Nya dan menentukan sesuatu dengan
kemungkinan-Nya. Dalam arti lain bahwa Allah mungkin (boleh atau tidak boleh)
berkehendak untuk bertindak atau menentukan segala sesuatu sesuai
keinginan-Nya. Allah memiliki kehendak yang sangat luas.Dia mungkin berkendak
memberikan kekayaan kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia bisa pula mencabut
kekayaannya.Dia mungkin berkehendak memberi kemuliaan kepada orang yang Dia
kehendaki dan pula Dia mungkin mencabut kemuliaannya.Di tangan Allah segala
kehendak.Allah maha kuasa atas segala sesuatau yang Dia kehendaki, tidak
seorangpun yang mampu menahan kehendak-Nya.Dan segala yang terjadi di dunia
berjalan sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah.
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ
” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu
apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”,
maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
Adapun lawan dari sifat Iradah adalah Karahah yang
mempunyai makna terpaksa, maksudnya mustahil Allah berbuat sesuatu karena
dengan paksaan atau terpaksa atau tidak dengan keinginan dan kehendak-Nya
sendiri.Allah memiliki sifat selalu berkeinginan atau berkehendak.Keinginan dan
kehendak Allah sesuai dengan kemauan-Nya sendiri, tak ada rasa terpaksa atau
dipaksa oleh pihak lain, tidak ada tekanan atau mengharap imbalan. Kehendak
Allah juga tidak dipengaruhi oleh pihak lain, kehendak-Nya tidak
terbatas, dan dapat melakukan apa saja tanpa memberi kuasa kepada yang lain.
Begitu pula Allah mungkin mencegah kehendak-Nya dengan kehendak-Nya sendiri,
tidak ada satu makhlukpun yang bisa mencegah kehendak-Nya.
Manusia juga berkehendak, tapi kehendak manusia
adalah terbatas pada kemampuannya sendiri.Manusia boleh berkehendak, namun
Allah juga yang menentukan hasilnya. Berapa banyak seseorang berkehendak
menginginkan sesuatu tapi ia tidak memperolehnya karena Allah berkehendak yang
lain. Bercita cita adalah suatu hal yang baik tapi keberhasilan cita cita itu
berada pada kehendak Allah.Di atas kehendak manusia masih ada kehendak Allah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia itu lemah
dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak
yang tidak terbatas.Meskipun demikian, Allah menyukai manusia yang berusaha dan
berkehendak, namun semua kembali kepada kehendak Allah dan kita harus menerima
apapun hasilnya.
9- ILMU
Ilmu (Mengetahui) adalah Sifat Ma’ani artinya sifat
Allah yang qadim (dahulu) dan berdiri dengan dzat-Nya, dimana sesuatu bisa
diketahui oleh Allah dengan nyata tanpa tertutup oleh apapun. Dalam arti lain
Allah adalah dzat yang Maha Menciptakan, Ia sudah pasti mengetahui segala
sesuatu yang diciptakan-Nya secara terperinci. Allah mengetahui dengan jelas
semua perkara yang bersangkutan dengan ciptaan-Nya tanpa ada perbedaan apakah
itu nampak, apakah itu tersembunyi atau apakah itu samar samar. Semua diketahui-Nya.
Allah SWT berfirman:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ
مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا
وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ
مُّبِينٍ
“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak
ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya,
dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah
atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al
An’aam:59]
Segala yang ada di alam raya ini, baik yang besar
maupun yang kecil, yang terlihat maupun yang tersembunyi, pasti diketahui Allah.
Ilmu Allah maha luas, begitu luasnya sehingga jika seluruh air di lautan ini
dijadikan tinta untuk menulis ilmu Allah maka ia tidak akan mampu menulisnya.
Kita sering kagum atas ilmu yang dimiliki manusia
di dunia ini. Kita sering ta’ajub akan kecanggihan teknologi yang diciptakan
manusia. Tapi kadang kadang kita tidak sadar, bahwa ilmu yang kita saksikan itu
hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah pada manusia.
Hikmah Dan Atsar
Alkisah, nabi Musa as pernah mengikuti nabi Khidhir
as. Konon ceritanya mereka duduk bersama sama di tepi pantai menunggu perahu
nelayan yang akan datang membawa mereka ke tempat yang tidak diketahui. Disaat
duduk nabi Khidir as melihat seekor burung kecil terbang hilir mudik di atas
permukaan air laut.Lalu burung itu turun ke permukaan laut dan mematuk air.Pada
saat itu Khidir as berkata kepada nabi Musa as “Kamu lihat air laut yang
tersisa di patuk burung kecil itu?Itulah ibarat ilmu manusia dibanding dengan
ilmu Allah, semumpama setetes air dibanding lautan yang luas”.
Sungguh, ilmu Allah jauh melampaui semua ilmu ilmu
manusia, begitu tingginya ilmu Allah sehingga terkadang kita tak mampu untuk
mengikuti dan memahaminya.
Semoga dengan memahami sifat ilmu Allah, kita akan
terdorong untuk terus mencari ilmu, karena semakin ilmu kita bertambah, semakin
kita rasakan kebodohan kita, semakin banyak pula kekurangan dan kelemahan kita,
karena masih lebih banyak lagi ilmu Allah yang belum kita ketahui. Betapa
hebatnya ilmu Allah, betapa tinggi ilmu Allah.Dan betapa ilmu yang kita miliki
ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Allah.
Adapun kebalikan sifat al-’ilmu adalah al-jahlu,
yang berarti bodoh. Mustahil bahwa Allah itu bodoh atau tidak mengetahui atas
apa yang diciptakan. Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan
segala sesuatu.Sedangkan manusia hanya bisa melihat, mendengar dan
mengamati.Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak
mampu menciptakan meskipun hanya seekor semut.
10. HAYAT
Hayat (Hidup) adalah Sifat Ma’ni artinya sifat
wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha Hidup, dan
hidup Allah adalah kehidupan abadi, tidak pernah musnah dan tidak akan mati.
Dia memiliki tujuh sifat yang teratur yaitu sifat Qudrat, Iradat, Ilmu,
Sama’, Bashar dan Kalam yang berlangsung terus, abadi dan tidak musnah.
اللَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ
سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا
الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ
الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255)
Adapun sifat mustahil al-hayatu adalah al-mautu,
artinya mati.Hidupnya Allah berbeda dengan hidupnya manusia. Perbedaan itu
antara lain dapat kita lihat bahwa Allah hidup tanpa ada yang menghidupkan.
Sedangkan manusia dan makhluk hidup lainnya hidup karena ada yang
menghidupan.Mereka dihidupkan oleh Allah.
Allah hidup tidak bergantung dengan yang lain,
sedang manusia hidupnya sangat bergantung dengan yang lain.
Sifat Allah adalah hidup selama-lamanya, tidak
mati, tidak dibunuh, atau disalib.Kalau bisa mati, dibunuh atau disalib berarti
bukan Allah, berarti manusia.Allah yang Hidup kekal lagi terus menerus ini
mengurus semua makhluk-Nya; tidak pernah ngantuk dan tidak pernah tidur apalagi
mati.
Maka dari itu kita harus selalu berhati-hati dalam
segala tindakan, karena gerak-gerik yang kita lakukan selalu diawasi dan
dicatat oleh Allah, tak ada yang terlewatkan. Kelak di akhirat seluruh amalan
yang kita lakukan akan dipersoalkan.
Hikmah Dan Atsar
Konon alkisah di zaman khalifah Umar bin Khattab
ada seorang gadis shalihah dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya
menyuruh putrinya untuk mencampur susu dagangannya dengan air, agar mendapatkan
untung yang lebih banyak. Namun putrinya menolak. Lalu ibunya berkata:
“Bukankah Khalifah Umar tidak melihat apa yang kita lakukan?”.putrinya pun
menjawab: “ Betul bu! Khalifah Umar tidak mengetahui apa yang kita lakukan,
tapi Tuhannya Umar yang hidup tidak tidur pasti mengetahui”. Tak disangka
percakapan itu didengar oleh Khalifah Umar bin Khattab ra yang sedang berjalan
di tengah malam mengontrol rakyatnya. Beliau terharu dengan perkataan sang
gadis sampai sampai beliau menangis. Lalu Khalifah Umar memerintahkan putranya
Ashim untuk meminang gadis tadi. Dan dari wanita shalihah ini, akhirnya
menurunkan seorang cucu yang menjadi pemimpin besar dalam sejarah Islam yaitu
Umar Bin Abdul ‘Aziz
11- SAMA’
Sama’ (Mendengar) adalah sifat Ma’ani artinya sifat
wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya.Allah Maha Mendengar.
Namun pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran manusia yang dibatasi
ruang dan waktu. Manusia mendengar dengan mengunakan telinga dan harus dari
jarak dekat.Tapi Allah mendengar tanpa mengunakan alat pendengaran dan tidak
terhalang oleh jarak.Allah mendengar dengan jelas semua yang diucapkan
hamba-Nya baik secara dhahir dan bathin, yang diucapkan dengan lisan atau yang
tertera di lubuk hati, semua didengar oleh Allah. Firman Allah:
قَالَ لاَ تَخَافَآ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَى
Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir,
sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. (Thaha: 46)
Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu yang
berarti tuli.Yakni bahwa mustahil Allah itu tuli.Allah Maha
Mendengar.Pendengaran Allah tidak terbatas dan tidak terhalang oleh jarak,
ruang, dan waktu. Selemah apa pun suara, dan dimana saja Allah pasti
mendengarnya. Berbeda dengan manusia, pendengarannya sangat terbatas dan harus
dengan mempergunakan alat pendengaran yaitu telinga.Tanpa alat pendengaran
mustahil manusia bisa mendengar.Pendengaran manusia juga mengalami penurunan.
Semakin tua usia manusia semakin kurang pendengaranya. Manusia bisa mendengar
suara jarak jauh, namun jangkauannya tetap masih terbatas.Suara bisikan, suara
hati, suara yang terhalang oleh benda-benda tertentu, tetap tidak bisa
didengar.
Tapi pendengaran Allah berbeda dengan pendengaran
manusia. Pasti tidak demikian halnya. Allah bisa mendengar suara yang
sehalus apapun tanpa memerlukan alat pendengaran apapun.Pendengaran Allah tidak
terbatas oleh apapun. Pendengaran Allah kekal tidak akan melemah sampai
kapanpun.
Dengan menyadari sifat Allah ini, seharusnya kita
berbicara dengan bahasa yang santun dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik
lagi bermanfaat.Karena Allah selalu mendengar segala perkataan manusia, baik
yang diucapkan dengan lisan atau tertera dalam selubuk hati.
12- BASHOR
Bashor (Melihat) adalah sifat Ma’ani artinya sifat
wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya. Allah Maha melihat
segala sesuatu yang ada, baik yang nampak jelas, yang tersembunyi ataupun yang
samar. Pengliatan Allah tanpa hijab, tanpa batas, tanpa menggunakan alat, tanpa
menggunakan mata atau kelopak mata.Semuanya dilihat oleh Allah, kecil atau
besar, dekat atau jauh, semuanya menjadi jelas bagi Allah.Bahkan andaikata ada
semut yang sangat hitam berjalan di atas sebuah batu hitam di tengah malam yang
kelam, Allah dapat melihatnya dengan jelas.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
Kebalikan sifat ini adalah al-‘ama yang berarti
buta, yakni bahwa mustahil Allah itu buta.Mustahil Allah buta, karena Allah
Maha sempurna, termasuk sempurna penglihatan-Nya. Penglihatan Allah bersifat
mutlak, tidak terhalang oleh apa pun. Allah melihat segala sesuatu, baik yang
besar dan kecil, yang nampak dan tersembunyi. Penglihatan Allah bersifat
terus-menerus, Allah tidak pernah lalai walau sedetik pun dari melihat segala
perbuatan kita.
Dengan memahami sifat bashar Allah ini, hendaknya
kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Kita sadar bahwa kita tidak bisa
membohongi atau menyembunyikan kebohongan apa pun di hadapan Allah. Kepada
manusia kita bisa berbohong, tapi tidak mungkin bisa berbohong terhadap Allah,
karena Allah melihat segala perbuatan kita. Kelak di kemudian hari akan
ditampakkan segala perbuatan dan kebohongan yang kita sembunyikan. Oleh sebab
itu berhati hatilah selalu, supaya kita tidak perlu merasa takut dan cemas jika
suatu saat seluruh perbuatan kita akan disaksikan dan dimintakan
pertanggujawabannya.
13- KALAM
Kalam (Berbicara) adalah sifat Ma’ani artinya sifat
wujud Allah yang qadim (dahulu), berdiri pada dzat-Nya.Allah berbicara tanpa
menggunakan huruf atau suara.Maha Suci Allah dari sifat sifat yang baru.Adanya
kalam Allah yang tertera dalam kitab kibab suci, dibaca dengan lisan, dan
terpelihara dalam hati merupakan bukti nyata bagi kita bahwa Allah
memperhatikan kita sebagai hamba-Nya.Dengan perantara Nabi dan Rasul-Nya, Allah
membimbing manusia untuk melakukan amal saleh sesuai yang diajarkan dalam kitab
Allah. Dengan kalam Allah juga, kita dapat mengetahui sejarah dan kisah
umat-umat terdahulu, sehingga kita dapat mengambil hikmah, mengikuti yang benar
dan meninggalkan yang bathil
Adapun sifat mustahilnya Bukmum, artinya bisu.Jika
Allah bisu maka Dia memiliki sifat kekurangan.dan kekurangan adalah hal yang
mustahil bagi Allah. Bukti Allah bersifat kalam dapat kita lihat dari
kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Al-Quran yang
sering kita baca dan kita lafadzkan setiap hari, adalah kalam Allah yang
diwahyukan kepada Rasulallah saw.
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung”. (An-Nisâ: 164)
Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang
wajib kita ketahui . Jika sifat-sifat Allah itu kita pahami dan yakini, niscaya
kita tidak akan menyembah selain Allah yang hidup dan tidak mati atau
yang kuat dan tidak lemah dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah Allah yang
memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna.
14- KAUNUHU
QADIRAN
Kaunuhu Qadiran artinya keberadaan Allah itu harus
berkuasa atas segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat yang qadim (dahulu)
yang berdiri pada dzat-Nya, mulaziamah atau dilazimkan memiliki sifat al-Qudrah
(kuasa).Sifat ini juga merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari Sifat Ma’ani –
kuasa. Dan untuk selanjutnya, kita bisa mengambil perumpamaan dan contoh dari
sifat Kudrah – Kuasa. Lihat pelajaran sebelumnya tentang sifat Kudrah.
15- KAUNUHU
MURIDAN
Kaunuhu Muridan artinya keberadaan Allah itu harus
berkehendak atas segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat qadim (Dahulu)
yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat Iradat (berkehendak)
dan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Iradah
(berkehedak).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh
dari isfat Iradat dalam pelajaran sebelumnya.
16- KAUNUHU
’ALIMAN
Kaunuhu ’Aliman artinya keberadaan Allah itu harus
Maha Mengetahui atas segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat Ilmu
(Mengetahui) yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat
ini juga merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Ilmu
(mengetahui).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh
dari isfat Ilmu.Lihat pelajaran sebelumnya.
17- KAUNUHU
HAYYAN
Kaunuhu Hayyan artinya keberadaan Allah itu harus
Maha Hidup tidak mati.Sifat ini dikatakan juga sifat Al-hayatu (Hidup) yang
berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga
merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – al-Hayatu
(Hidup).Dan untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari
isfat Hayat.Lihat pelajaran sebelumnya.
18- KAUNUHU
SAMI’AN
Kaunuhu Sami’an artinya keberadaan Allah itu harus
Maha Mendengar segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat Assam’u (Mendegar)
yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga
merupakan merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Assam’u (Mendengar).Dan
untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat
Assam’u.
19- KAUNUHU
BASHIRAN
Kaunuhu Bashiran artinya keberadaan Allah itu harus
Maha Melihat segala sesuatu.Sifat ini dikatakan juga sifat Al-Basharu (Melihat)
yang berdiri pada dzat-Nya dan dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga
merupakan bentuk fa’il atau pelaku dari sifat Ma’nai – Al-bashar (melihat).Dan
untuk selanjutnya kita bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat
Al-Basharu.
20- KAUNUHU
MUTAKALLIMAN
Kaunuhu Mutakalliman artinya keberadaan Allah itu
harus Maha Berbicara dengan pembicaraan yang tidak menyerupai ciptaan-Nya.Sifat
ini dikatakan juga sifat Al-Kalamu (Berbicara) yang berdiri pada dzat-Nya dan
dilazimkan memiliki sifat ini.Sifat ini juga merupakan merupakan bentuk fa’il
atau pelaku dari sifat Ma’nai – Al-Kalam (Berbicara).Dan untuk selanjutnya kita
bisa mengambil perumpamaan atau contoh dari isfat al-Kalam.
2. Penjelasan Sifat Mustahil
Sifat
mustahil bagi Allah SWT berarti sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin
dimiliki Allah SWT.Sifat-sifat mustahil merupakan kebalikan dari sifat-sifat
wajib bagi Allah SWT. Sifat-sifat mustahil bagi Allah SWT jumlahnya sama dengan
sifat-sifat wajib bagi Allah yaitu sebanyak 20 ( dua puluh ) sifat, yaitu :
1. ‘Adam
Adam artinya tidak ada .
Alam semesta ini ada yang menciptakan yitu Allah SWT. Tidak mungkin alam semesta ini terjadi dengan sendirinya.Tidak mungkin diciptakan oleh manusia atau mahluk yang lain. Yang
menciptakan adalah Allah.Maka mustahil
Allah SWT tidak ada (‘Adam) .
“Dan dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, pengelihatan
dan hati( tetapi) amat
sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dia telah menciptakan dan mengembangbiakkan kamu dibumi dan kepadanNya-lah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang
menghidupkan dan mematikan dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan
siang.Mengapa kamu tidak memahaminya?”.(Q.S. Al-Mu’minun / 23 : 78-80 )
2.
Huduts
Huduts artinya baru atau ada pemulaannya.
Setiap yang baru atau ada permulaannya akan selalu didahului dengan tidak
ada.Sesuatu yang tidak ada kemudian ada, pasti ada yang
membuat atau menciptakan. Maka mustahil Allah SWT bersifat Huduts, sebab siapa
yang menciptakan Allah SWT ? Setiap sesuatu yang Huduts pasti ada akhirnya sehingga
tidak ada lagi. Hal ini jelas mustahil (tidak
mungkin) bagi Allah SWT.
"Dialah yang awal dan akhir, yang dhahir dan yang
bathin. Dan Dia maha Mengetahui segala sesuatu”.( QS. Al-Hadid / 57 : 3)
3.
Fana’
Fana’ artinya rusak.
Mustahil Allah SWT yang mengendalikan seluruh alam semesta yang amat rumit ini bersifat fana’ (rusak).
”Semua yang ada dibumi akan binasa. Dan tetap kekal Dzat tuhanmu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.(QS Ar-Rahman/55 : 26-27)
4.
Mumastalatu lil khawadist
Artinya menyerupai yang baru atau
makhluk. Manusia saja jika membuat barang tentu tidak bisa sama persis dengan
dirinya. Tidak mungkin Allah yang Maha Sempurna menciptakan mahlukNya sama
dengan Dia sendiri.
”Dan tidak ada seorangpun yang sama dengan Dia (Allah)”. (QS Al-Ikhlas/112 : 4).
5.
Ihtiyajuhu lighairihi.
Artinya membutuhkan sesuatu kepada selain dariNya.
Allah SWT adalah Maha Kaya. Mustahil Allah
membutuhkan yang lain. Allahlah yang menciptakan semua makhluk dan memberi
nikmat kepada semua makhluknya tetapi Dia tidak pernah mengharapkan imbalan.
”Dan Dialah yang Maha kaya sedangkan kamulah orang yang membutuhkan-Nya”. (Q.S. Muhammad /
47 : 38 )
6.
Ta’addud
Ta’addud artinya berbilang atau lebih dari satu.
Muastahil Allah lebih dari satu, sebab jika Allah ada dua atau lebih, pasti
akan terjadi perbedaan pendapat. Misalnya dalam
pengaturan peredaran planet-planet dan bintang-bintang. Bila terjadi perbedaan
cara pengaturan peredaran planet-planet dan bintang maka akan terjadi tabrakan.
Kenyataannya planet-planet dan bintang-bintang selalu teratur
beredar menurut garis edarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu sumber pengaturnya yaitu Dzat Yang Maha Esa
Yaitu Allah SWT.
“Sekiranya
ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah
rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang
mereka sifatkan”. (QS al-Anbiyaa/21 :
22).
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu salah
seorang dari yang tiga padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dan Tuhan
Yang Maha Esa jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu,
maka orang-orang kafir diantara mereka disentuh siksa yang pedih”. (Al-Maidah : 73)
7.
‘Ajzun
‘Ajzun artinya Lemah.
Manusia
mempunyai kekuatan pikiran dan fisik yang dengannya dapat memanfaatkan alam
untuk meningkatkan taraf hidupnya.Manusia adalah ciptaan Allah.Jika manusia
memiliki kekuatan apalagi Allah SWT, maka mustahil Allah bersifat lemah.
“Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah, baik yang di langit
maupun yang di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS Fathir/35 : 44)
8.
Karahah
Karahah artinya
terpaksa
Allah SWT
melakukan sesuatu tanpa ada yang mempengaruhi secara terpaksa atau ada yang
memaksa. Tidak mungkin Allah Dzat yang maha berkehendak melakukan suatu perbuatan
atas dasar perintah pihak lain. Maka mustahil Allah SWT bersifat Karahah
(terpaksa), diperintah atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak
menjadikan sesuatu.
"Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap segala yang Dia kehendaki." (Q.S. Hud :
107).
9.
Jahlun
Jahlun artinya Bodoh
Manusia
diciptakan Allah masing-masing mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri.Ini
menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas atau maha luas.Allah SWT memberikan
ilmu kepada manusia maka mustahil Allah SWT bersifat Jahlun atau bodoh.
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan (oleh Allah) melainkan hanya sedikit
saja”.(QS Al
Israa/17 : 85)
10.
Mautun
Mautun artinya Mati.
Allah menghidupkan dan mematikan mahlukNya. Mahluk Allah seperti manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan yang hidup karena kehendak Allah, dan mustahil Allah
sebagai penciptanya bersifat mautun atau mati sebab Allah Maha Hidup.
”Allah tidak ada tuhan selain Dia yang maha hidup, kekal, dan terus menerus
mengurus ( mahlukNya ) tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS al-Baqarah/2 :
255).
11.
Shamamun
Shamamun artinya tuli.
Allah
mendengar setiap doa orang yang beriman walaupun hanya berupa bisikan di dalam
hati sebab Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui. Oleh sebab itu mustahil
kalau Allah bersifat Shamamun (tuli).
"Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Baqarah/2 : 256).
12.
‘Umyun
‘Umyun artinya Buta.
Manusia,
binatang diciptakan oleh Allah dengan diberi indra mata untuk melihat. Apalagi
Allah yang Maha Melihat maka mustahil juka Allah bersifat ‘umyun ( buta ).
“Dia
mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembuyikan oleh
hati.Sesungguhya Allah Dialah yang maha Mendengar Lagi Maha Melihat”. (QS
Al-Mu’min/ 19-20)
“Dia tidak
dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS Al An’am/6 : 103).
13.
Bukmun
Bukmun artinya Bisu.
Allah SWT
menurunkan wahyu kepada para nabi, dari wahyu itu kemudian terhimpun kalamullah
yang tertulis dalam kitabullah.Adanya al-Qur’an yang berisi firman Allah
membuktikan bahwa mustahil Allah bersifat bukmun (bisu).
“Para rasul
itu kami lebihkan sebagian atas sebagaian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah
bercakap-cakap (langsung dengannya) dan Allah meninggikan sebagian dari mereka beberapa derajat”. (QS Al
Baqarah/2 : 253).
14.
‘Aajizan
Áajizan
artinya maha lemah.Mustahil Allah bersifat Maha Lemah.
15.
Mukrahan
Mukrahan
artinya Maha Terpaksa.Mustahil Allah bersifat Maha Terpaksa.
16.
Jaahilan
Jahilan
artinya Maha Bodoh.Mustahil Allah bersifat Maha Bodoh.
17.
Mayyitan
Mayyitan
artinya Maha Mati.Mustahil Allah bersifat Maha Mati.
18.
Ashammu
Ashammu
artinya Maha Tuli.Mustahil Allah bersifat Maha Tuli.
19.
A’ma
A’ma artinya
Maha Buta.Mustahil Allah bersifat Maha Buta.
20.
Abkamu
Abkamu artinya Maha Bisu.Mustahil
Allah bersifat Maha Bisu.
Sifat Jaiz bagi Allah
Disamping sifat sifat wajib dan mustahil bagi allah
ada lagi sifat boleh atau sifat jaiz yang dimiliki oleh Allah. Boleh atau
mungkin bagi Allah menjadikan sesuatu itu ”ada” atau boleh atau mungkin
membuatnya ”tidak ada”, maksudnya disini boleh melakukannya atau
meninggalkannya. Allah sangat berkuasa untuk membuat sesuatu atau meninggalkannya.Contohnya,
boleh atau mungkin bagi Allah menciptakan langit, bumi dan matahari dll dan
dilain fihak boleh atau mungkin juga bagi Allah untuk tidak menciptakannya.
Tidak wajib bagi Allah membuat sesuatu seperti
menghidupkan atau mematikan tapi Allah mempunyai hak muthlaq untuk
memnghidupkan atau mematikan.
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan
memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (al-Qashash 6)
Hikmah Dan Atsar
Tidak seorangpun dari makhluk Allah yang berhak
untuk memaksa Allah untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.Karena Allah
adalah Dzat yang Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha
dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah dalam
mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa
Allah.
وَللَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan
apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-Ma’idah: 17)
Jelasnya, tidak seorangpun dari makhluk Allah yang
berhak untuk memaksa Allah untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.Karena
Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa.Kekuasaanya tidak bisa dipaksa. Jika bisa dipaksa berarti wajib
dilakukan.Maka mustahil bagi Allah memiliki sifat itu.
BAB
IV
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Tauhiddari segi bahasa
‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’.Dari segi syari’
tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri
tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’
Was Sifat’.
Tauhid di bagi menjadi tiga yaitu:
(1) Tauhid Ar-Rububiyyah Yaitu mengesakan Allah dalam hal
perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya
Pencipta seluruh makhluk-Nya, (2) Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga
Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid
uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid
ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan,
(3) Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan
Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang
Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), SunnahNabi-Nya Shallallahu
‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Aplikasi Tauhid bahwasanya
berilmu dan mengetahui serta mengenal at tauhid itu adalah kewajiban yang
paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainya serta beramal (
karena suatu amalan itu akan di terima jika tauhidnya benar ).
- B. Saran
Dengan penulisan makalah ini
diharapkan pembaca
- Memperoleh pengetahuan yang lebih luas tentang tauhid
- Lebih mendekatkan diri kepada Allah
Daftar
Pustaka
Fauzan, Shalih. 2001. Kitab
Tauhid I . Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
No comments:
Post a Comment