Sindrom Guillain–Barré
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Sindrom
Guillain–Barré (disingkat SGB) atau radang polineuropati demyelinasi akut
adalah peradangan akut yang
menyebabkan kerusakan sel
saraf tanpa penyebab
yang jelas. Sindrom ini ditemukan pada tahun 1916 oleh Georges Guillain,
Jean-Alexandre Barré, dan André Strohl. Mereka menemukan sindrom ini pada dua
tentara yang menderita keabnormalan peningkatan produksi protein cairan otak.
Diagnosis SGB dapat dilakukan dengan menganalisa cairan otak dan electrodiagnostic.
Indikasi terjadinya infeksi adalah kenaikan sel
darah putih pada cairan
otak. Sedangkan bila menggunakan electrodiagnostic, dapat melalui
pemeriksaan konduksi sel saraf.[1]
Gejala dan penyebab
Pada kondisi
normal, tubuh akan menghasilkan antibodi untuk melawan antigen (zat yang
merusak tubuh) ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus, atau bakteri. Pada kasus
SGB, antibodi malah menyerang sistem
saraf tepi dan
menyebabkan kerusakan sel saraf. Hal ini ditimbulkan karena antibodi merusak
selaput myelin yang menyelubungi sel saraf (demyelinasi). Kerusakan yang
ditimbulkan dimulai dari pangkal ke tepi atau dari atas ke bawah. Kerusakan
tersebut akan menyebabkan kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas. Jika
kerusakan terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan pada sumsum tulang belakang.
Gejala-gejala
yang dapat timbul pada penderita SGB adalah kehilangan sensitivitas, seperti
kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran
yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien
SGB biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam
secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Penderita SGB parah,
kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan
otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar
tetap bertahan. Kondisi penderita dapat bertambah parah karena kemungkin
terjadi infeksi di dalam
paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan
membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan
pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.[1]
Pengobatan
- Pertukaran plasma, serupa dengan cuci darah, yaitu penggantian plasma darah menggunakan alat plasmaferesis. Ini dapat membantu pasien untuk bertahan dari sindrom Guillain–Barré atau mencapai kondisi yang lebih baik.
- Pemberikan imunoglobulin intravena (IVIg diberikan melalui darah) dosis tinggi selama lima hari untuk peningkatan kekebalan tubuh.
- Pemberian kortikosteroid dosis tinggi sebagai antiradang. Pada beberapa kasus, pemberian kortikosteroid dapat membantu proses penyembuhan.
Pasien yang
berhasil sembuh dari SGB tetap menyisakan kelemahan fungsi tubuh karena sel
saraf merupakan jaringan yang tidak bisa kembali dengan sendirinya ketika
mengalami kerusakan. Untuk dapat menggerakkan anggota tubuhnya kembali, seperti
berjalan, makan, berbicara, atau menulis, pasien harus melakukan terapi dan
latihan secara teratur. Dalam jangka waktu satu tahun atau lebih, 85% penderita
SGB dapat kembali normal.[1]
No comments:
Post a Comment