Makanan mengandung sejumlah besar
senyawa yang potensial berbahaya. Beberapa diantaranya terjadi secara alamiah,
termasuk zat-zat berbahaya seperti neurotoksin dari kerang atau jamur,
goitrogen dari tumbuhan kelompok kubis, senyawa-senyawa dari buncis yang
mempengaruhi pembentukan kolagen, dan aflatoksin karsinogenik dari jamur kacang
(Aspergillus flavus).
Pestisida dan bahan pembungkus
kemungkinan dapat masuk ke dalam makanan melalui kontaminasi yang tidak
disengaja. Beribu-ribu senyawa ditambahkan pada makanan untuk pengawetan,
memberi warna, citarasa dan bentuk yang menarik dari makanan tersebut. Sebagian
besar bahan aditif belum pernah diselidiki dan beberapa diduga kemungkinan
berbahaya. Hal ini karena sebagian besar makanan belum dianalisis kandungan
toksin alamiah ataupun yang ditambahkan, juga tidak ada nasehat yang cermat
untuk menghindari zat-zat yang diketahui toksik, dan himbauan untuk memakan
makanan yang segar yang belum diolah untuk menghindari atau mengurangi intake
toksin alamiah dan aditif yang efek biologisnya belum jelas.
Bahan tambahan makanan (food
additive) ditambahkan dalam makanan kita sehari-hari dengan maksud :
- Pengawet agar makanan tahan lama.
- Pemanis pengganti gula
- Penyedap sebagai penambah rasa lezat
- Pewarna untuk menambah daya tarik.
Agar makanan tidak cepat basi atau
rusak, biasanya ditambahkan zat pengawet. Tujuan pemberian zat pengawet adalah
untuk membunuh mukrobia pembusuk / perusak makanan tersebut. Berarti bahan
pengawet identik dengan racun, maka jika penggunaan pengawet itu berlebihan,
akan menimbulkan keracunan pula pada manusia.
Benzoad adalah senyawa yang toksik,
oleh sebab itu dipakai sebagai pengawet (Natrium benzoad) makanan. Akan tetapi
di dalam tubuh terdapat asam amino glisin (asam amino non esensial) yang akan
mengubah benzoad menjadi asam hipurat yang tidak beracun.
Pemberian curring pada makanan
misalnya dengan penambahan sendawa (nitrit) pada makanan dimaksudkan untuk
mempertahankan warna yang bagus pada makanan, dan menghentikan kehidupan
bakteri anaerob. Biasanya diberikan pada produk makanan kaleng dari daging
(kornet) dan ikan. Zat tersebut jika berlebihan dikonsumsi oleh manusia, akan
menimbulkan toksik juga.
Bahan tambahan makanan yang berupa
pemanis buatan pengganti gula, seringkali didapatkan pada makanan kita
sehari-hari. Pemanis buatan ini biasanya berupa sakharin, siklamat, aspartam
dan monelin. Efek toksisitas dari sakharin ini lebih rendah dari pada siklamat.
Biasanya pemanis buatan pengganti gula ini banyak digunakan untuk memberikan
rasa manis pada makanan penderita penyakit gula (diabetes melitus) dan obesitas
(kegemukan). Pemanis buatan sakharin telah digunakan selama beberapa tahun
sebagai suatu senyawa pembantu makanan yang tidak mengandung kalori. Sampai
saat ini belum pernah ada laporan bahwa pemanis sintetis sakharin ini berbahaya
bagi kehidupan manusia. Akan tetapi pada tahun 1969, pada suatu penelitian
terhadap binatang percobaan (tikus), membuktikan bahwa jika sakharin ini
diberikan dalam dosis yang sangat tinggi pada tikus akan menimbulkan kanker
pada tikus tersebut. Namun hal ini juga menjadi perdebatan jika dipakai dalam
“diet” minuman atau makanan olah an. Sejak penggunaan sakharin sebagai suatu
pemanis telah dipertimbangkan untuk mengurangi akibat buruk menjadi sedikit
mungkin, maka sakharin masih digunakan sebagai pemanis di dalam diet minuman.
Natrium siklamat, pemanis buatan
yang tidak berkalori lainnya, jauh lebih berpotensi sebagai bahan penyebab
kanker pada hewan. Oleh sebab itu penggunaannya dalam produk makanan olahan
sudah ditiadakan. Pada manusia diketahui siklamat menyebabkan diare, mengganggu
pembekuan darah, menurunkan berat badan dan pemakaian dalam jangka panjang akan
merusak organ hati. Sakharin banyak juga digunakan , namun rasa manisnya
bercampur rasa pahit, oleh sebab itu kurang disukai. Bagi makanan yang rasa
manisnya digunakan pemanis buatan pengganti gula ini, tentu saja kalorinya jauh
lebih rendah dibandingkan dengan makanan yang menggunakan gula sebagai pemanis.
Banyak usaha digiatkan untuk
mendapatkan suatu pemanis yang baru, yang tidak bersifat racun. Suatu senyawa
yang telah banyak diteliti adalah aspartam. Karena aspartam adalah suatu
senyawa metil ester suatu dipeptida dari dua asam amino yang umumnya terdapat
pada protein, maka aspartam dianggap sebagai suatu senyawa yang tidak beracun.
Aspartam telah dapat diterima oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and
Drug Administration) untuk digunakan sebagai pemanis pengganti gula pada
beberapa produk makanan komersial.
Pemanis buatan lainnya adalah
monelin, yaitu suatu protein dengan Berat Molekul 11.000 Dalton, yang diekstrak
dari buah “Berry” dari Afrika yang diketemukan dengan tidak sengaja. Monelin
mempunyai daya kemanisan 2000 kali lebih manis dari sukrosa (gula tebu / gula
bit) per satuan berat. Kemanisan tersebut disebabkan oleh struktur tiga dimensi
yang khusus pada rantai polipeptida. Jika minelin ini dipanaskan, maka akan
terdenaturasi dan kehilangan rasa kemanisannya.
Kemanisan berbagai gula dan pemanis tidak berkalori relatif terhadap sukrosa
No.
|
Gula
/ pemanis tidak berkalori
|
Kemanisan
(kali per satuan berat)
|
1
|
Sukrosa
|
1,0
|
2
|
Glukosa
|
0,5
|
3
|
Fruktosa
|
1,7
|
4
|
Laktosa
|
0,2
|
5
|
Sakharin
|
400
|
7
|
Natrium siklamat
|
30
|
8
|
Aspartam
|
180
|
8
|
Monelin
|
2000
|
Bahan penyedap makanan yang terkenal
adalah Mono Sodium Glutamat (MSG), yang sebenarnya merupakan asam amino yang
terdapat dalam buah, sayur dan daging. Selain memberikan rasa sedap pada
masakan MSG juga merupakan zat racun syaraf yang sangat kuat, sehingga jika
terlalu banyak mengkonsumsi zat ini dapat menyebabkan pusing-pusing, mual,
debar jantung lebih kencang, dan rasa tegang pada tengkuk.
Makanan yang berwarna amat menarik
dan sekaligus memberi tanda yang khas dari makanan tersebut, juga secara
psikologi menambah selera bagi manusia dan merangsang untuk mengkonsumsi
makanan tersebut. Zat pewarna untuk makanan yang dianjurkan adalah zat warna
alamiah yang berasal dari tum buhan ataupun hewan. Sedangkan zat warna sintetis
buatan pabrik biasanya me ngandung zat-zat kimia, yaitu senyawa turunan dari
ester. Banyak zat warna yang warnanya lebih cerah dan menarik, yang biasanya
digunakan untuk bahan pewar na pada tekstil yang mengandung logam-logam berat,
yang diketahui zat-zat tersebut dapat merusak sistem enzimatis, kerusakan
ginjal, kerusakan hati dan su sunan syaraf. Maka kalau zat warna tersebut
digunakan pada makanan, maka akan sangat berbahaya.
No comments:
Post a Comment