Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Hingga
saat ini mungkin jarang orang yang ingat tentang terbentuknya Negara Indonesia.
Sejarah merupakan hal yang penting bagi suatu Negara. Kata bung Karno bangsa
yang besar yaitu bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah atau sering kita
kenal dengan ‘ JAS MERAH” yang artinya jangan sekali – kali melupakan sejarah.
Jadi, betapa pentingnya sejarah itu bagi kemajuan suatu bangsa. Jika suatu
negara ingin maju janganlah pernah melupakan sejarah bagaimana Negara itu berdiri,
di renungkan, di ingat, di pahami, dikoreksi dan selanjutnya kita praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kita
sebagai Warga Negara Indonesia seharusnya mengetahui seluk beluk bagaimana
Negara Indonesia itu berdiri, dengan peristiwa apa Indonesia bisa berdiri.
Selain kita mengetahui sejarahnya kita harus juga tahu bagaimana para pahlawan
terdahulu, mereka kerja keras melawan penjajah melakukan pertempuran diplomatic
dengan penjajah. Semua yang dilakukan oleh para pahlawan itu hanya untuk 1
tujuan yaitu KEMERDEKAAN INDONESIA.
Sejarah
Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak
zaman prasejarah oleh “Manusia Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu.
Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra
kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan
Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya
orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah
mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad
ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32
tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang
berlangsung sampai sekarang.
Hasil dari penelitian ini memberikan beberapa manfaat,
antara lain :
ü Meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme
ü Mengoptimalkan kemampuan yang ada
untuk membangun Negara Indonesia.
ü Dapat menjadi contoh bagi Negara lain bahwa
Indonesia bisa.
ü Memanfaatkan segala sumber daya alam
maupun manusia Indonesia untuk membangun Negara.
ü Mengetahui perjuangan bangsa Indonesia zaman
dahulu.
ü Dapat
menjadi contoh generasi muda dalam membangun bangsa.
I.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan, maka identifikasi masalah yang
dapat penulis sampaikan antara lain :
a.
Masalah
sejarah
terbentuknya Negara Indonesia.
b.
Akibat
yang ditimbulkan penjajah saat mereka menjajah Indonesia.
c.
Perjuangan rakyat daerah dalam mengusir
penjajah.
d.
Kerajaan - kerajaan yang pernah ada di
Indonesia.
e.
Semangat para pemuda Indonesia dalam
memperjuangakan kemerdekaan.
f.
Usaha para petinggi Negara Indonesia
dahulu dalam merencanakan kemerdekaan.
g.
Solusi
agar
para generasi muda sekarang mengetahui sejarah Negara Indonesia.
I.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka perumusan masalahnya adalah
- Apa itu sejarah?
- Apa saja cara yang dilalui bangsa Indonesia sampai kemerdekaan?
- Dampak apa saja yang di timbulkan para penjajah ke kehidupan rakyat Indonesia dahulu?
- Usaha apa saja yang dilakukan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan?
- Bagaimana solusi yang tepat agar generasi muda mengetahui Sejarah Negara Indonesia?
- Bagaimana cara membuat generasi muda mencontoh para pahlawan terdahulu?
I.4 Maksud dan Tujuan
Maksud
dari penulisan karya tulis ini adalah penyampaian tinjauan seberapa
jauhkan warga Negara Indonesia mengetahui sejarah negaranya..
Tujuan
dari karya tulis ini adalah untuk menyampaikan bahwa sejarah
itu penting bagi kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang besar merupakan bangsa yang
selalu mengingat bagaimana Negara itu terbentuk. Dan juga melalui karya tulis
ini penulis ingin member sedikit ulasan tentang sejarah terbentuknya Negara
Indonesia.
I.5
Metode Penelitian
Metode
penelitian yang penulis gunakan yaitu metode observasi tidak langsung yaitu
penulis mencari bahan – bahan dalam karya ilmiah ini dari buku dan dari
internet. Jadi, kami hanya menggunakan satu metode saja karena terbatasnya
waktu pengerjaan yang terlalu singkat.
Bab II Historiografi
II.1 Pandangan Umum Tentang Sejarah
Sejarah berasal dari bahasa arab yaitu syajaratun yang
berarti pohon. Menurut bahasa arab, sejarah sama dengan sebuah pohong yang
terus berkembang dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling
tinggi.
Dalam
bahasa Inggris, kata sejarah adalah history yang berarti masa lampau umat
manusia. Dalam bahasa yunani adalah historia yang berarti orang pandai. Dalam
bahasa belanda adalah geschiedenis yang berarti terjadi. Dan dalam bahasa jerman adalah Geschichte yang berarti sesuatu
yang telah terjadi. Jadi Pengertiang sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau
dalam kehidupan umat manusia.
Sejarah
memiliki 3 unsur penting yaitu:
1.
Semua kejadian masa lalu
2.
Metode yang digunakan oleh sejarahwan untuk merekonstruksi masa
lalu.
3.
Penyataan para sejarahwan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Sejarah pada umumnya di bagi 3 yaitu:
1.
Sejarah sebagai kisah
2.
Sejarah sebagai ilmu
3.
Sejarah sebagi seni
II.2 SEJARAH TERBENTUKNYA NEGARA INDONESIA
Sejarah
Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak
zaman prasejarah oleh “Manusia Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu.
Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra
kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan
Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya
orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah
mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad
ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32
tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang
berlangsung sampai sekarang.
II.3 Prasejarah
Secara geologi,
wilayah Indonesia modern muncul kira-kira sekitar masa Pleistocene ketika masih
terhubung dengan Asia Daratan. Pemukim pertama wilayah tersebut yang diketahui
adalah manusia Jawa pada masa sekitar 500.000 tahun lalu. Kepulauan Indonesia
seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya
Zaman Es.
II.4 Era pra kolonial
Para
cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa
Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Kerajaan Tarumanagara menguasai
Jawa Barat sekitar tahun 400. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai
wilayah tersebut. Pada masa Renaisans Eropa, Jawa dan Sumatra telah mempunyai
warisan peradaban berusia ribuan tahun dan sepanjang dua kerajaan besar yaitu
Majapahit di Jawa dan Sriwijaya di Sumatra sedangkan pulau Jawa bagian barat
mewarisi peradaban dari kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda.
II.5 Kerajaan Hindu-Buddha
Pada
abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga
menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh
kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta
hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk
kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam
wiracarita Ramayana.
II.6 Kerajaan Islam
Islam
sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun
sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu
sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat
Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7. Menurut sumber-sumber Cina menjelang
akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin
pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh
kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja
Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar
bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa
menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah
keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam
kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua
sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus
yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang
tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan.
Saya telah
mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak
begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan
kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan
kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M,
Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal
dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan
oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam
kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui
pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16
di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di
kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui
sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari
kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam
dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini,
karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan
islam yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga
mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun
menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang
ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya
pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama mengadopsi agama baru
tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra Pasai, Kesultanan Banten
yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram
di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku
di timur.
II.7 Masuknya Bangsa-bangsa Eropa:
1. Bangsa Portugis Menjajah Indonesia
Pada tahun
1512, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Fransisco Serrao mulai berlayar menuju
Kepulauan Maluku. Bahkan pada tahun 1521, Antonio de Brito diberi kesempatan
untuk mendirikan kantor dagang dan beneng Santo Paolo di Ternate sebagai tempat
berlindung dari serangan musuh. Orang-orang Portugis yang semula dianggap
sebagai sahabat rakyat ternate berubah menjadi pemeras dan musuh.
2. Bangsa Spanyol Menjelajah Indonesia
Pelaut Spanyol
berhasil mencapai Kepulauan Maluku pada tahun 1521 setelah terlebih dahulu
singgah di Filipina disambut baik oleh rakyat Tidore. Bangsa Spanyol
dimanfaatkan oleh rakyat Tidore untuk bersekutu dalam melawan rakyat Ternate.
Maka pada tahun 1534, diterbitkan perjanjian Saragosa (tahun 1534) yang isinya
antara lain pernyataan bahwa bangsa Spanyol memperoleh wilayah perdagangan di
Filipina sedangkan bangsa Portugis tetap berada di Kepulauan Maluku.
3. Bangsa Belanda Menjajah Indonesia
Proses
penjajahan bangsa Belanda terhadap Indonesia memakan waktu yang sangat lama,
yaitu mulai dari tahun 1602 sampai tahun 1942. Penjelajahan bangsa Belanda di
Indonesia, diawali oleh berdirinya persekutuan dagang Hindia Timur atau
Vereenigde Oost Indische Campagnie (VOC).
a.
Masa VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
Penjelajahan Belanda, Cornelisde
Houtman, mendarat kali pertama di Indonesia pada tahun 1596. Pada tahun 1598,
bangsa Belanda mendarat di Banten untuk kali kedua dan dipimpin oleh Jacob Van
Neck. Upaya Inggris untuk mengatasi persaingan dagang yang semakin kuat
diantara sesame pendatang dengan mendirikan dan menyaingi persekutuan dagang
Inggris di India dengan nama East India Company (EIC). Pada tahun 1619,
kedudukan VOC dipindahkan ke Batavia (sekarang Jakarta) dan diperintah oleh
Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen ditujukan untuk merebut daerah dan
memperkuat diri dalam persaingan dengan persekutuan dagang milik Inggris (EIC)
yang sedang konflik dengan Wijayakrama (penguasa Jayakarta) disebut sebagai
“zaman kompeni”. VOC memperoleh piagam (charter), secara umum, menyatakan bahwa
VOC diberikan hak monopoli dagang di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan.
Pada abad ke-18, VOC mengalami kemunduran dan tidak dapat melaksanakan tugas
dari pemerintah Belanda. Factor penyebab kemunduran VOC adalah sebagai berikut
:
1) Banyaknya jumlah pegawai VOC yang
korupsi.
2) Rendahnya kemampuan VOC dalam memantau
monopoli perdagangan.
3) Berlangsungnya perlawanan rakyat
secara terus-menerus dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada tanggal
31 Desember 1799, VOC resmi dibubarkan dan pemerintah Belanda (saat itu
republic Bataaf) mencabut hak-hak VOC. Pada tahun 1806, terjadi perubahan
politik di Eropa hingga republic Bataaf dibubarkan dan berdirilah Kerajaan
Belanda yang diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
b. Masa Deandels (1808-1811)
Belanda pada saat itu, mengangkat Herman
Willem Daendels (1808) sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda. Daendels
dikenal sebagai penguasa yang disiplin dank eras sehingga mendapatkan sebutan
“Marsekal Besi” atau “jenderal Guntur”. Langkah-langkah yang ditempuh Daendels
1) Melakukan pembangunan fisik
(a) Membangun pabrik senjata.
(b) Membangun
benteng pertahanan.
(c) Menarik penduduk pribumi untuk menjadi tentara.
(d) Membangun
pangkalan armada laut di Anyer dan Ujung Kulon.
(e) Membangun jalan raya dari Anyer (Banten) sampai
Panarukan (Jawa Timur) sepanjang 1.000 km, yang kemudian terkenal dengan
sebutan “Jalan Raya Daendels”.
2) Melakukan pembangunan ekonomi
(a) Memungut pajak hasil bumi dari rakyat
(contingenten).
(b) Menjual tanah
negara kepada pihak swasta asing.
(c) Mewajibkan rakyat Priangan untuk menanam kopi
(Preanger Stelsel).
(d) Mewajibkan rakyat pribumi untuk menjual hasil panennya
kepada Belanda dengan harga murah (verplichte leverentie).
Akhirnya, pada
tahun 1811, Herman Willem Daendels digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens.
c. Masa Janssens
Tugas sebagai Gubernur Jenderal,
Janssens ternyata tidak secakap Daendels (baik dalam memerintah maupun dalam
mempertahankan wilayah Indonesia). Janssens ternyata tidak siap untuk
mengimbangi kekuatan dan serangan Inggris, sehingga Janssens menyerah pada 18
September 1811 dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian di Tuntang
(Salatiga).
4. Bangsa Inggris Menjajah
Indonesia (1811-1816)
Pemerintah
Inggris mulai menguasai Indonesia sejak tahun 1811 pemerintah Inggris
mengangkat Thomas Stamford Raffles (TSR) sebagai Gubernur Jenderal di
Indonesia. Ketika TSR berkuasa sejak 17 September 1811, ia telah menempuh
beberapa langkah yang dipertimbangkan, baik di bidang ekonomi, social, dan
budaya. Penyerahan kembali wilayah Indonesia yang dikuasai Inggris dilaksanakan
pada tahun 1816 dalam suatu penandatanganan perjanjian. Pemerintah Inggris
diwakili oleh John Fendall, sedangkan pihak dari Belanda diwakili oleh Van Der
Cappelen. Sejak tahun 1816, berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia.
1. Masa Sistem Tanam Paksa
Pemerintah
Belanda untuk menutup kekosongan kas keuangan negara, satu di antaranya adlah
dengan menerapkan aturan tanam Paksa (Cultuurstelsel). Tanam paksa berasal dari
bahasa Belanda yaitu Cultuurstelsel (system penanaman atau aturan tanam paksa).
Aturan tanam paksa di Indonesia adalah Johannes Van Den Bosch
a. Isi Aturan Tanam Paksa
1) Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan
tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima
bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
2) Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari
pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
3) Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat
menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau
dipabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
4) Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel
tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
5) Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan
dikembalikan kepada rakyat
6) Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang
bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di
tanggung pemerintah Belanda
7) Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada
kepala desa
b. Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa
Tanam paksa sudah dimulai pada tahun 1830 dan mencapai puncak perkembangannya
hingga tahun 1850
Pada tahun 1860, menanam lada dihapuskan. Pada tahun 1865 dihapuskan
untuk menanam nila dan the. Tahun 1870, hampir semua jenis tanaman yang ditanam
untuk tanam paksa dihapuskan, kecuali tanaman kopi. Pada tahun 1917, tanaman kopi
yang diwajibkan didaerah Prianganjuga dihapuskan.
c. Dampak Aturan Tanam Paksa
d.
Reaksi terhadap Pelaksanaan Aturan Tanam Paksa
Antara
tahun 1850-1860, terjadi perdebatan. Kelompok yang menyetujui terdiri dari
pegawai-pegawai pemerintah dan pemegang saham perusahaan Netherlandsche
handel maatsschappij (NHM). Pihak yang menentang terdiri atas kelompok
dari kalangan agama dan rohaniawan
Pada
tahun 1870, perekonomian Hindia Belanda (Indonesia) mulai memasuki zaman
liberal hingga tahun 1900.
2. Masa Liberalisme
Politik Pintu Terbuka di Indonesia berlangsung antara tahun 1870
hingga tahun 1900, periode ini disebut sebagai zaman berpaham kebebasan
(liberalisme). Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan peraturan seperti
Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-undang Gula (Suiker
Wet)
a. Undang-undang Agararia (Agrarische
Wet)
Undang Agraria berisi pernyataan bahwa semua tanah yang terdapat di
Indonesia adalah milik pemerintah Hindia Belanda
b. Undang-Undang Gula (Suiker
wet)
Undang-undang gula berisi pernyataan bahwa hasil tanaman tebu tidak
boleh diangkut ke luar wilayah Indonesiadan hasil panen tanaman tebu harus di
proses di pabrik-pabrik gula dalam negeri
Pada akhir abad ke-19, ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia
semakin maju, termasuk kemajuan dibidang kesehatan.
II.8 Pengaruh Kolonialisme dan Imperialisme
Barat di Berbagai Daerah di Indonesia.
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad
ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa
Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtmen pada tahun 1596,
untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
1. Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dank e Kepulauan
Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
a. Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuqauerque
menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka
yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan
persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah
pimpinan Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon. Armada
Portugis dapat dihancurkan oleh Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda
Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta)
b. Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal
karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan
Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di
Malaka pada tahun 1629.
c. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis kali pertama mendarat di Maluku pada tahun 1511.
Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Tertnate merasa
dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan
melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat
Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang
dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan
perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga
akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya
dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir
yang kemudian bermukim di Pulau Timor
II.9 Perlawanan Rakyat
terhadap Belanda (VOC)
Persekutuan dagang Hindia Timur milik pemerintah Belanda di Indonesia
adalah Vereenigde oost Indische Compagnie (VOC) yang berdiri tahun
1602.
a. Perlawanan Rakyat Mataram
1) Perlawanan Rakyat Mataram Pertama
Dilakukan pada bulan Agustus 1628 yang dipimpin oleh Tumenggung
Bahurekso.
2) Perlawanan Rakyat Mataram Ke dua
Dilaksanakan tahun 1629 dan dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati
Purbaya. Pasukan Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan
benteng Hollandia, dilanjutkan ke benteng Bommel tetapi belum berhasil.
3) Perlawanan Trunojoyo
Sultan Agung Hanyakrakusuma wafat pada tahun 1645, kedudukannya
digantikan oleh putranya yang bergelar Susuhunan Amangkurat I. tahun 1674
meletuslah pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Trunojoyo, putra Bupati
Madura. Trunojoyo mendapat dukungan dari para pengungsi Makassar yang dipimpin
Karaeng Galesong dan Montemarano mengakibatkan Amangkurat I terdesak dan
melarikan diri untuk meminta bantuan kepada Belanda. Meninggal dunia di
Tegalwangi (dekat kota Tegal). 1677, putra mahkota naik tahta sebagai raja
Mataram dengan gelar Amangkurat II. Perjanjian kepada Belanda berupa Bandar di
Semarang, hak perdagangan yang luas, seluruh daerah di Jawa Barat, disebelah
selatan Batavia, dan pembayaran semua ongkos perang dengan jaminan beberapa
Bandar di pantai utara pulau Jawa. Setelah Trunojoyo tertangkap dan dijatuhi
hukum mati (tahun 1679), Kerajaan Mataram selalu mendapat pengaruh dari
pemerintah Hindia Belanda.
4) Perlawanan Untung Suropati
Untung Suropati adalah putra Bali yang menjadi prajurit kompeni di
Batavia antara tahun 1686 sampai 1706, Untung Suropati dan kawan-kawannya
menyingkir ke Mataram dan bekerja sama dengan Sunan Mas atau Amangkurat III
untuk melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda (VOC) dan dinobatkan
menjadi Adipati dengan gelar Aria Wiranegara. Kekuasaan Untung Suropati
meliputi Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Bangil, Malang, dan Kediri. 1705,
Kompeni Belanda secara sepihak mengangkat pangeran Puger sebagai Sunan
Pakubuwana I untuk menggantikan Amangkurat III atau Sunan Mas bergabung dengan
Untung Suropati. 1706, wilayah pertahanan Untung Suropati diserbu oleh Kompeni
Belanda. Untung Suropati gugur di Bangil dan Amangkurat III atau Sunan Mas
tertangkap, diasingkan ke Sri Langka.
5) Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
Tahun 1749, Pangeran Mangkubumi (adik dari Pakubuwana II) bekerjasama
dengan Mas Said (Pangeran Samber Nyawa) melakukan perlawanan terhadap
pakubuwana II dan VOC. 1749, Pangeran Mangkubumi meninggalkan istana dan
membentuk pasukan untuk melakukan perlawanan terhadap Pakubuwana II dan Kompeni
Belanda (VOC), mengalahkan pasukan kompeni. Pada tahun 1751, pasukan kompeni
yang dipimpin Mayor De Clerx, dapat dihancurkan. Perlawanan Mangkubumi dan Mas
Said diakhiri dengan Perjanjian Giyanti (tahun 1755) dan Perjanjian Salatiga
(tahun 1757).
b. Perlawanan Rakyat Banten
Perlawanan rakyat Banten dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng
Tirtayasa) dan putranya Pangeran Purbaya. Tahun 1659, perlawanan rakyat Banten
mengalami kegagalan. 1683, VOC menerapkan politik domba (devide et impera)
antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya yang bernama Sulatan Haji. Sultan
Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa
menghasilkan kompensasi. 1750, terjadi perlawanan rakyat banten terhadap Sultan
Haji.
c. Perlawanan Rakyat Makassar
Perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh Kerajaan Gowa
dan Tallo, yang kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makassar. Kerajaan
Makassar, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintah Sultan Hasanuddin
tahun 1654-1669. Abad ke-17 Makassar menjadi pesaing berat bagi Kompeni VOC
pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Setelah mendapatkan
berdagang, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai
mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin. Pertempuran antara rakyat
Makassar dengan VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633. Pada
tahun 1654 diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi
pedagang yang akan masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar mengalami kegagalan.
Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666-1667, pasukan kompeni dibantu olehpasukan
Raja Bone (Aru Palaka) dan pasukan Kapten Yonker dari
Ambon. Angakatan laut VOC, yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan
Aru Palaka mendarat din Bonthain dan berhasil mendorog suku Bugis agar
melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin. Penyerbuan ke Makassar
dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa
untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Factor penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik
adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Membantu
Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.
d. Perlawanan rakyat Maluku
Terjadi di Tidore
1) Perlawanan di Ternate
Pertama pada tahun 1635 yang dipimpin oleh Kakiali.
1646 kembali terjadi perlawanan rakyat Ternate terhadap VOC, yang dipimpin oleh
Telukabesi. Pada tahun 1650, rakyat Ternate yang dipimpin oleh
Saidi mengalami kegagalan.
2) Perlawanan di Tidore
Tidore dipimpin oleh Kaicil Nuku atau Sultan
Nuku. Perlawanan fisik dan perundingan berhasil mengusir Belanda,
mengusir Kolonial Inggris dari Tidore.
3) Perlawanan oleh Patimura
Bulan Mei 1817, meletus perlawanan rakyat Maluku di Saparua yang
dipimpin oleh Thomas Mattulessy atau Kapitan Pattimura.
Benteng kompeni Duurstede di Saparua diserbu dan direbut rakyat
Maluku. Meluas hingga ke Ambon dan ke pulau–pulau sekitarnya, dikuasai oleh
Kapitan Pattimura, Anthony Rybok, Paulus-paulus Tiahahu, Martha Christina
Tiahahu, Latumahina, Said Perintah dan Thomas Pattiwael, kewalahan perlawanan
rakyat Pattimura pada tahun 1817 mendantangkan pasukan Kompeni dari Ambon yang
dipimpin oleh kapten Lisnet.
Oktober 1817, menyerang rakyat Maluku secara besar-besaran, menangkap
Kapitan Pattimura (tahun 1817) dihukum mati pada tanggal 16 Desember 1817.
II.10 Reaksi-reaksi Rakyat Indonesia
Terhadap Kolonialisme Belanda dalam Bentuk Perang Besar
a. Perang Padri (1821-1837)
Terjadi di Sumatera Barat atau di tanah Minangkabau. Perselisihan
antara kaum Padri dengan kaum Adat yang kemudian mengundang campur tangan pihak
Belanda.
Perang Padri pertama (tahun 1821-1825) dan perang Padri kedua (tahun
1830-1837)
1) Perang Padri Pertama
Di kota Lawas, berkembang ke daerah lainnya seperti Alahan Panjang.
Kaum Padri dipimpi oleh Datok Bandaro bertempur melawan kaum
Adat yang dipimpin oleh Datuk Jati. Setelah Datuk Bandaro
meninggal dunia, pucuk pimpinan dipegang oleh Malim Basa (Tuanku Imam
Bonjol) dan dibantu oleh Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan
Cerdik, dan Tuanku Nan Gapuk. Tahun 1821, kaum Padri menyerbu pos Belanda di
semawang dan mengacaukan kedudukan Belanda di daerah Lintau. Belanda membangun
benteng nama Firt van der Capllen. Tahun 1822 didaerah Baso terjadi
pertempuran antara Pasukan Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. 1823
terjadipertempuran lagi di Bonio dan Agam. Belanda dapat merebut benteng
pertahanan kaum Padri. 1825, kedudukan Belanda mulai sulit karena harus
berhadapan dengan kaum Padri dan juga harus menghadapi pasukan Diponegoro.
November 1825, Belanda dan Kaum Padri menandatangani perjanjian damai
yang berisi tentang pengakuan Belanda atas beberapa daerah sebagai wilayah kaum
Padri dan untuk sementara peperangan gelombang pertama berakhir.
2) Perang Padri Gelombang ke Dua
1829, di daerah pariaman. 1830, kaum Adat mulai banyak membantu kaum
Padri dan kedua kaum tersebut menyadari bahwa perlunya kerja sama. Perang
antara rakyat Minangkabau melawan penjajah Belanda.
1831, penyerangan terhadap belanda di daerah Muarapalam. 1832, dipimpin
oleh Tuanku Nan Cerdik dan Tuanku Imam Bonjol melakukan
penyerangan pos Belanda di Mangopo. 1833, terjadi pertempuran besar di daerah
Agam. 1834 hingga tahun 1835, pemerintah Belanda mulai mengepung benteng
Bonjol. Tahun 1837, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap benteng
Bonjol. Pada tanggal 25 Oktkober 1837, benteng pertahanan Kota Bonjol jatuh ke
tangan Belanda. Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke
Minahasa hingga wafat dann dimakamkan di Pineleng.
b. Perang Diponegoro
Di lingkungan istana terdapat golongan yang memihak Belanda, banyak
juga yang menentang Kolonial Belanda, seperti Pangeran Diponegoro (putra
Sultan Hamengku Buwono III). Kecurigaan yang berlebihan ini pada akhirnya
menimbulkan permusuhan dan peperangan yang disebut perang Diponegoro.
1) Penyebab Umum Perang Diponegoro
a. Semakin menderitanya rakyat
akibat kerja rodi dan berbagai macam pajak
b. Semakin sempitnya wilayah Kerajaan
Mataram akibat dikuasai Belanda.
c. Selalu ikut campurnya Belanda
dalam urusan pemerintahan Kerajaan Mataram.
d. Masuknya budaya barat ke dalam keraton
yang bertentangan dengan ajaran agama.
e. Kecewanya kaum bangsawan akan
aturan Van der Capellen yang melarang usaha perkebunan swasta di
wilayah Kerajaan Mataram.
f. Munculnya pejabat Kerajaan
Mataram yang membantu pihak Belanda demi keuntungan pribadi.
2) Penyebab Khusus Perang Diponegoro
Dipengaruhi oleh persoalan pribadi. Terjadi pada tahun 1825, tindakan
sewenang-wenang Belanda yang telah memasang tonggak untuk membangun jalan raya
yang melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa izin. Perang antara
Pangeran Diponegoro dengan Belanda dibantu oleh Kasunanan Surakarta,
Mangkunegaran, dan Kesultanan Yogyakarta.
Menggungakann strategi atau siasat perang gerilya, pusat pertahanan
yang selalu berpindah-pindah seperti di Gua Selarong, Dekso, lereng Gunung
Merapi, dan Bagelan(Purworejo). Terbukti bahwa pada tahun 1825 sampai 1826,
pasukan diponegoro memperoleh kemenangan hingga dapat merebut daerah Pacitan,
Purwodadi, dan Klaten.
Penggungaan sistem Benteng Stelsel oleh Belanda mempersulit
pergerakan pasukan Diponegoro dan hubungan komunikasi antar pasukan. Pada tahun
1828, Kiai Mojo bersedia untuk diajak berunding oleh pihak Belanda namun gagal
dan justru ia ditangkap dan diasingkan ke Minahasa sampai wafat pada tahun 1849.
Jendral De Kock mengajak berunding Sentot Alibasa Prawirodirjo,
Tetapi selalu mengalami kegagalan. Pada tahun 1829, Sentot Alibasa Prawirodirjo
menyerah, ia dituduh memihak kaum Padri sehingga akhirnya ia diasingkan ke
Cianjur dan kemudian dipindahkan ke Bengkulu hingga wafat pada tahun
1855.
Pangeran Mangkubumi menyerah pada tahun 1829 dan putranya sendiri yang
bernama Dipokusumo beserta patihnya menyerah pula pada tahun 1830. Jendral de
kock ditanggapi positif oleh Pangeran Diponegoro dan disepakati bersama bahwa
perundingan akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830 di kota Magelang.
Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia kemudian diasingkan lagi ke
Manado. Ia kembali dipindahkan ke Makassar hingga wafat pada tanggal 8 januari
1855
c. Perlawanan rakyat Aceh (1873-1904)
Aceh merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang kuat dan masih
tetap bertahan hinga abad ke-19. berdasarkan Traktat London tahun 1824
bangsa Inggris dan Belanda yang sudah pernah berkuasa di Indonesia harus saling
sepakat untuk menghormati keberadaan kerajaan Aceh.
Berdasarkan Perjanjian (Taktat) Sumatera tahun 1871 atau yang lebih
dikenal dengan Traktat London ke-3, pihak Inggris melepas
tuntutannya terhadap daerah Aceh. Kerajaan Aceh berusaha mencari bantuan ke
Turki serta menghubungi Kedutaan Italia dan Kedutaan Amerika Serikat di
Singapura. Sementara bantuan dari Turki belum datang, pada bulan Maret 1873,
perangnya ke Kutaraja atau Banda Aceh di bawah pimpinan Jendral Kohler,
berusaha merebut dan menduduki ibu kota dan Istana Kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh berhasil, tetapi dalam pertempuran tersebut Jendral
Kohler tewas tertembak. Mengawali terjadinya perang Aceh yang
berkepanjangan mulai tahun 1873 sampai 1904. pasukan Belanda melaksanakan
operasi Konsentrasi Stelsel sambil menggertak para pemimpin Aceh agar
menyerah. Beberapa pimpinan utama Aceh seperti Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’ Din,
Panglima Polim, dan Cut Meutia (bersama-sama dengan rakyat Aceh) untuk
melancarkan serangan umum.
Pada bulan Desember 1873, Belanda mengirim pasukan perang ke Aceh
dengan kekuatan 8.000 personil dibawah pimpinan Mayor Jendral Van
Swiesten. Akan tetapi upaya Belanda untuk menawan Sultan
Mahmud Syah belum berhasil karena Sultan beserta para pejabat kerajaan
telah menyingkir ke Luengbata. Setelah Sultan Mahmud Syah meninggal karena
sakit, ia digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad
Daudsyah.
Setelah Teuku Cik Di Tiro sebagai pemimpin utama
Aceh Wafat. Pucuk pimpinan dilanjutkan oleh Teuku Umar dan Panglima
Polim. Pada tahun 1893, Teuku Umar beserta pasukannya memanfatkan
kelengahan Belanda dengan tujuan mendapatkan senjata. Disambut baik dan
mendapat gelar Teuku Johan pahlawan. Pada tahun 1896, Teuku
Umar bergabung kembali dengan rakyat Aceh dengan membangun markas pertahanan Meulaboh.
Peristiwa Teuku Umar yang berhasil menyiasati Belanda dipandang sebagai
kesalahan besar Deykerhoff sebagai gubernur militer.
Digantikan oleh Jendral Van Heutsz. Belanda memeberi tugas
kepada Dr. Snock Hurgronje untuk menyelidiki perilaku
masyarakat Aceh. Dr. Snock Hurgronje dalam menjalankan
tugasnya menggunakan nama smaran, yaitu Abdul gafar.
Untuk mengalahkan Aceh, lebih cepat dan tepat, Belanda menggunakan
Strategi sebagai berikut :
1. menghancurkan dan menangkap seluruh
pemimpin dan ulama dari pusat
2. membentuk pasukan gerak cepat (marschose
marechausse)
3. semua pemimpin dan ulama yang tertangkap
harus menandatangani perjanjian
4. setelah melakukan operasi militer, Belanda
mengikuti kegiatan perdamaian rehabilitasi (pasifikasi)
5. bersikap lunak terhadap para bangsawan.
Atas usulan Dr. Snock Hurgronje, pemerintah Belanda memberi tugas kepda
Jendral militer Van Heutsz. Pada tahun 1899, pasukan gerak
cepat pimpinanVan Heutsz, is gugur pada tahun 1899. dilanjutkan oleh istrinya
Cut Nya’ Din, tetapi kemudian tertangkap dan diasingkan ke Sumedang hingga
akhir hayatnya.
Belanda menyandera keluarga raja dan keluarga Panglima Polim.
Perlawanan Aceh berikutnya dilanjutkan oleh Cut Meutia, tetapi perlawanan ini
dapat dipadamkan dan pada tahun 1904 perang Aceh dinyatakan berakhir.
d. Perlawanan rakyat Bali
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali dimualai sejak tahun 1841 dan
seluruh raja di Bali dipaksa menandatangani perjanjian yang isinya agar raja di
Bali mengakui dan tunduk kepada pemerintah Belanda.
Keinginan Belanda untuk menguasai Bali selalu tidak berhasil karena
Bali masih bersifat konservatif (masih berlaku adat/ tradisi). Pada tahun 1844,
kapal Belanda terdampar di pantai Buileleng dan dikenakan hukum tawan karang,
yaitu selalu turut campur urusan kerajaan di Bali dengan mengajukan tuntutan
dengan isi sebagai berikut.
1) Membebaskan Belanda dari hukum Tawan
Karang.
2) Kerajaan Bali mengakui pemerintahan
Hindia Belanda.
3) Kerajaan Bali melindungi perdagangan
milik pemerintah Belanda.
4) Semua raja di bali harus tunduk
terhadap semua perintah colonial Belanda.
5) Sehingga pada tahun 1846 Belanda
menyerang wilayah Bali Utara dan memaksa
Raja
Buleleng untuk menandatangani perjanjian perdamaian
1) Benteng Kerajaan Buleleng agar
dibongkar.
2) Pasukan Belanda ditempatkan di
Buleleng.
3) Biaya perang harus ditanggung oleh
Raja Buleleng.
Pada
tahun 1848, raja-raja di Bali tidak lagi mematuhi kehendak Belanda. Pos-pos
pertahanan Belanda di Bali diserbu dan semua senjata dirampas oleh gusti
Jelantik. Pada tahun 1849, pasukan belanda datang dari Batavia untuk menyerbu
dan menguasai seluruh pantai Buleleng dan menyerbu benteng Jagaraga. Sejak
runtuhnya Kerajaan Buleleng, perjuangan rakyat Bali mulai lemah. Meskipun
demikian, Kerajaan Karangasem dan Klungkung masih berusaha melakukan perlawanan
terhadap Belanda.
e.
Perlawanan Rakyat Palembang (1819-1825)
Sultan Badaruddin dahulu pernah menjadi Sultan Palembang dan kemudian
diturunkan secara paksa oleh pemerintah Inggris ketika masih berkuasa di
Indonesia yaitu digantikan oleh Sultan Najamuddin. Tahun 1819 Sultan Badaruddin
selalu menghalangi setiap kapal Belanda yang memasuki sungai Musi. Pada tahun
1821, Belanda dapat menguasai ibukota Palembang dan menangkap Sultan
Badaruddin. Sultan Badaruddin diasingkan ke Ternate. Perlawanan rakyat
Palembang sering terjadi pada tahun 1825.
f.
Perlawanan Rakyat Banjar (1859-1863)
Yang
menjadi daya tarik Belanda untuk menguasai Kalimantan Selatan yang saat itu
diperintah oleh Sultan Hidayat. Untuk menguasai Banjarmasin
adalah dengan melakukan operasi militer pada tahun 1859. Dalam pertempuran itu,
Sultan Hidayat tertangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.
Upaya Belanda untuk menguasai Banjamasin mengalami kesulitan rakyat berupa
untuk mempertahankan wilayahnya dan setiap kapal Belanda yang memasuki
pedalaman Banjarmasin (melalui Sungai Barito) akan dibakar oleh rakyat
setempat. Pada tahun 1863, pasukan Belanda melancarkan serangan bertubi-tubi ke
seluruh wilayah Banjarmasin, sehingga Pangeran Antasari gugur.
g.
Perlawanan Rakyat Tapanuli (1878-1907)
Sekitar
tahun 1873, bangsa Belanda mulai memasuki daerah Tapanuli Utara dengan alas an
memadamkan aktivitas pejuang-pejuang Padri dan para pemimpin dari Aceh. Pada
tahun 1878, Belanda mulai melancarkan gerakan militernya untuk menyerang daerah
Tapanuli, sampai pada akhirnya meletuslah Perang Tapanuli. Perang Tapanuli yang
diawali dengan operasi militer yang dilakukan oleh Jenderal Van Daalen
di pedalaman Aceh tahun 1903-1904. Serdadu Belanda yang mulai berdatangan di
daerah di Sumatera Utara dibendung oleh rakyat Tapanuli yang dipimpin oleh Raja
Sisingamangaraja XII.
II.11 Gerakan Sosial
a. Gerakan Protes Petani
Beberapa contoh gerakan protes yang terjadi di berbagai daerah,
1) Pemberontakan di Ciomas,
lereng Gunung Salak, Jawa Barat (tahun 1886) pimpinan Arfan dan Muhammad Idris.
2) Pemberontakan di Condet,
Jakarta (tahun 1913) pimpinan Entong Gendut, Maliki, dan Modern.
3) Pemberontakan di
Surabaya (tahun 11916) pimpinan Sadikin.
4) Pemberontakan di
Tangerang (tahun 1924) pimpinan Kaiin.
b. Gerakan Ratu Adil
Ketika Kerajaan Kediri di Jawa Timur mengalami zaman kejayaan
(1135-1157), pada masa Raja Jayabaya terkenal dengan ramalan-ramalannya yang
dikumpulkan dalam suatu kitab berjudul Jongko Jangka Jayabaya. Gerakan ratu
adil ini terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
c. Gerakan Keagamaan
Perilaku bangsa Eropa bertentangan dengan agama islam serta
kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar penduduk pribumi sebagai berikut.
1) Monopoli perdagangan
2) Perbudakan atau kerja rodi.
3) Penjelajahan atau merampas negeri.
4) Praktik aturan tanam dan penyimpangannya.
5) Pemerasan atau penarikan pajak yang tidak sesuai
dengan kemampuan rakyat.
6) Mabuk karena minuman keras dan gaya hidup mewah
di atas penderitaan orang lain.
II.12 Penyebaran Agama Protestan dan Katolik
Pada Masa Kolonial
Masuk dan berkembangnya agama Katolik dan Protestan di Indonesia sudah
mulai sejak abad ke-16. Penyebaran agama dilakukan oleh para petugas yang
disebut missie atau misionaris, sedangkan penyebaran agama
Kristen di Indonesia banyak dilakukan para petugas gereja yang disebut zending.
a. Misionaris Portugis di Indonesia
Salah satu tujuan yang dilakukan para penjelajahan samudera adalah
menyebarkan agama nasrani (gospel). Misionaris Portugis yang dikenal
adalah Pater Fransiscus Xaverius dan Matteo Ricci. Fransiscus Xaverius adalah
seorang misionaris yang mendarat di Maluku dan menyebarkan agama Katolik antara
bulan Juni 1546 sampai April 1547.
b. Zending Belanda di Indonesia
Pada zaman Belanda, para petugas/penyebar agama Kristen (zending)
menyebarkan agama Protestan di Indonesia. Sebagai bentuk pengabdian social,
para zending membangun sekolah-sekolah keagamaan dan menerjemahkan
Injil ke dalam bahasa yang dipahami oleh masyarakat setempat. Yang berjasa
menyebarkan agama Protestan antara lain Ludwig ingwer Nommensen, Sebastian
Danckaarts, Andrian Hulseb, dan Hernius menyebarkan agama Protestan di daerah
Maluku, Sangir Talaud, Timor, Tapanuli, sebagian di Pulau Jawa, serta di
Tapanuli (Sumatera Utara) pada tahun 1861.
6. Penyebaran Agama Islam Pada Masa Kolonial
Sejak Kerajaan Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511, para pedagang
Islam yang berasal dari Gujarat dan Persia mengubah haluan dari jalur
perdagangan yang semula melalui Selat Malaka berubah menjadi Selat Sunda.
II.13 Gerakan nasionalisme
Pada
1905 gerakan nasionalis yang pertama, [Serikat Dagang Islam] dibentuk dan
kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, [Budi
Utomo]. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan
langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok
kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di
antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena
kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
II.14 Perang Dunia II
Pada
Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman.
Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk
Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang
sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang
pada Maret 1942.
II.15 Era Jepang
Pada
Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik
dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi
oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang
di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status
sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada
Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo
membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan;
sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus
mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah
Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada
9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke
Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang
sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada
24 Agustus.
II.16 Perumusan
Pancasila.
Pancasila
sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima
secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam
Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003
tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila
sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa
yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa
Indonesia.
Namun
dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam
perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan
salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan
begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik
mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh
karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan
"pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat
dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak
mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari
kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda
namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari
Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi
populer yang berkembang di masyarakat.
PROSES PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
(MUHAMMAD YAMIN)
Pada
sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945
beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan
konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan
didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.Muhammad Yamin menyampaikan usul dasar
negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis
yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan
Pidato
Baik
dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri
Kemanusiaan 3. Peri ke-Tuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Kesejahteraan Rakyat
Rumusan
Tertulis
Selain
usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan
dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin
berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan
secara lisan, yaitu: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan
Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
II: Sukarno, Ir.
Selain
Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara,
diantaranya adalah Ir Sukarno[1]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang
kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak
hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip,
tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan
menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada
rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di
sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan
Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan
Pancasila
Kebangsaan
Indonesia
Internasionalisme,-atau
peri-kemanusiaan
Mufakat,-atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
ke-Tuhanan
yang berkebudayaan
Rumusan
Trisila
Socio-nationalisme
Socio-demokratie
ke-Tuhanan
Rumusan
Ekasila
Gotong-Royong
Rumusan
III: Piagam Jakarta
Usulan-usulan
blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi
pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli
1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas
untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.
Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota
BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia
kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan")
yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam
menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan
Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang
menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan
bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan
oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr.
Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf
keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi
rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence).
Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para
"Pendiri Bangsa".
Rumusan
kalimat
“…
dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alternatif
pembacaan
Alternatif
pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta
dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI
sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir
dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“…
dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan
[A]
dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut
dasar,
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan[;] serta
[B]
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan
Indonesia
Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
populer
Versi
populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di
masyarakat adalah:
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Persatuan
Indonesia
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
IV: BPUPKI
Pada
sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara
resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen
berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang
diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa
perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14
Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan
menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan
dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang
dikenal oleh masyarakat luas.
Rumusan
kalimat
“…
dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan
Indonesia
Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
V: PPKI
Menyerahnya
Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan
situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus
1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno
menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi
Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan
Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus
Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi
mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan
“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat
sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi
harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat
pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan
frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang
terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan
rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga
kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan
kalimat
“…
dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
ke-Tuhanan Yang Maha Esa, [[sic!]]
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
VI: Konstitusi RIS
Pendudukan
wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil
dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di
Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang
disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat
(RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan
oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS
sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil
permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar
negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui
pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang
tergabung dalam RIS.
Rumusan
kalimat
“…,
berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan dan keadilan sosial.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan,
kebangsaan,
kerakyatan
dan keadilan sosial
Rumusan VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh
jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri
dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga
negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[2], dan NST[3]. Setelah
melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa
dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan
perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan
dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN
RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950.
Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari
Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan,
kebangsaan,
kerakyatan
dan keadilan sosial
Rumusan VIII: UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang
akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan
bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia
saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang
salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI
pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara.
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah
menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara
tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
Tap
MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
Tap
MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
Rumusan
kalimat
“…
dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan
dengan penomoran (utuh)
Ketuhanan
Yang Maha Esa,
Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
Persatuan
Indonesia
Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
IX: Versi Berbeda
Selain
mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang
agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
Ketuhanan
Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Keadilan
sosial.
Rumusan
X: Versi Populer
Rumusan
terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara
luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal
secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar
negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya
saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada
sub anak kalimat terakhir.
Rumusan
ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
Ketuhanan
Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
II.17 Periode
menjelang Kemerdekaan RI
Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika
Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah
kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal
Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan
Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan
Indonesia pada 24 Agustus.
Sementara itu, di Indonesia, Sutan
Syahrir telah mendengar berita lewat radio
pada tanggal 10 Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang
bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan
Radjiman kembali ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan
kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan
proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang
besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
15 Agustus - Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di
Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Belanda.Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul
Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah
tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke
Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang
telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun
risikonya.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta
kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro
Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana
Muda Maeda
Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan
tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin
bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi
untuk memberikan kemerdekaan.
Mengetahui bahwa proklamasi tanpa
pertumbahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 hari Jum`at.
Tentara Pembela Tanah Air,
kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman
Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman
proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman
Proklamasi ke luar negeri.
Pada 18 Agustus
1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai
Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan
konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat
dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus
dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra,
Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
II.18 Pasca-Kemerdekaan
18 Agustus - PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan
Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang
memasukkan kata "Islam" di dalam sila Pancasila, dihilangkan dari
mukadimah konstitusi yang baru.
Republik Indonesia yang baru lahir
ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Pada 22 Agustus Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum di
Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan PETA Dan Heiho. Banyak
anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.
23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh
negeri Indonesia. Badan Keamanan
Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang
pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari
sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri.
29 Agustus - Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan
pada 18 Agustus, ditetapkan sebagai UUD 45.
Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai
pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet
Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.
II.19 Perang kemerdekaan
Dari
1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar
Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda
untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa,
pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para
nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949
(lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan
negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
II.20 Solusi bagi generasi muda
Generasi muda seharusnya bisa
mencontoh para pahlawan yang berjuang meraih kemerdekaan Indonesia dahulu.
Dengan cara mencari biografi para pahlawan tersebut dibaca, dipahami, direnungi
kemudian di aplikasikan ke kehidupan sehari- hari agar didalam hati generasi
muda memiliki rasa nasionalisme dan patriotism yang sangat tinggi.
Bab
III Kesimpulan dan Saran
III.1 Kesimpulan
Ø Perjuangan
rakyat indonesia sangatlah berat mulai dari zaman kerajaan samapai datangnya
beberapa penjajah yang membelenggu bangsa Indonesia berabad-abad, dan akhirnya
karena kegigihan pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka.
Ø Banyak
pahlawan yang muncul dalam perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaan. Ada
baiknya bagi generasi muda mengetahui para pahlawan itu dan kalau bisa kita
mencontoh mereka yang berjuang tanpa pamrih.
Ø Indonesia
merupakan sebuah negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan
itu didapat dengan susah payah dengan berbagai perjuangan mulai dari membentuk
beberapa kerajaan, melakukan perlawanan terhadap penjajah dsb. Indonesia pernah
di jajah oleh Negara – Negara eropa yaitu Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda
dan Jepang. Negara Portugis menjajah Indonesia pada 1512. Kemudian dilanjutkan
oleh Spanyol pada tahun 1521. Dan kemudian Belanda pada tahun 1602 sampai 1942.
Dan Inggris pada tahun 1811-1816. Setelah itu karena masyarakat pribumi
dilakukanlah berbagai macam perlawanan di berbagai daerah yaitu di daerah
Mataram,Maluku,Banten,Aceh,Bali,Palembang,Makassar, Banjar, Tapanuli dsb.
Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah
kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Ø 7 Agustus - BPUPKI berganti nama menjadi PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). 15 Agustus - Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di
Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan Belanda. Mengetahui bahwa tak adanya yang mengusai
Indonesia, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi
hari tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 hari Jum`at.
III.2 Saran-Saran
Ø Pemerintah semestinya
lebih sering memberikan sebuah teater tentang sejarah terbentuknya Negara
Indonesia seperti yang dilakukan di opening SEA GAMES 2011 yang menampilkan
cerita tentang kerajaan sriwijaya, agar para generasi muda bisa belajar dari
teater itu.
Ø Di televisi swasta
semestinya memberikan acara khusus tentang sejarah bagaimana Indonesia bisa
merdeka. Tayangan ini bisa berupa telekuis, sinetron, drama dsb.
Ø Kita sebagai generasi
muda seharusnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang seluk-beluk Negara
Indonesia ini.
Ø Memasang
slogan – slogan di tempat-tempat yang strategis tentang sejarah itu penting
bagi kemajuan suatu negara.
Daftar Pustaka
New Teaching Resource.2004.Pengetahuan Sosial SD.Jakarta:ESIS
Supriatna.Nana.2007.Sejarah.Bandung:Grafindo
makalahnya lengkap..bagus banget
ReplyDeletemakasii udah bantu ^^
iyaa sama-sama ya.
ReplyDeletekalo mau minta makalah tulis aja disini